115 Pada Tabel 15 terlihat adanya kegiatan yang menimbulkan instensitas
kebisingan melebihi baku mutu yaitu pada Ruang Kerja pabrik kecuali Stasiun Gilingan dan jarak 50 m dari pabrik AMDAL Pabrik Gula. Dalam rangka
menghindari kebisingan ini idealnya pabrik gula memasang peredam suara dan membekali para pekerjanya dengan tutup telinga.
5.3 Analisis Kebijakan
Pada penelitian ini guna melihat analisis kebijakan industri gula terutama dalam hal pengelolaan pabrik gula di Indonesia dilakukan wawancara mendalam terhadap
stakeholder terkait dan selanjutnya melakukan analisis untuk melihat keberlanjutan dari pabrik gula tersebut. Setelah diketahui hasilnya selanjutnya dilakukan analisis terhadap
pengelolaan industri gula dengan menggunakan AHP.
5.3.1 Indeks Keberlanjutan Industri Gula
Dalam rangka memotret pabrik gula yang ada di Indonesia, dilakukan analisis terhadap dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya-budaya, teknologi serta hukum dan
kelembagaan, dan dilihat keberlanjutan dari setiap dimensi tersebut. Penilaian keberlanjutan keberadaan industri gula di lokasi penelitian dilakukan dengan metode
multidimensional scaling MDS yang disebut dengan metode Rap-Berinla. Metode
Rap-Berinla sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian terdahulu merupakan pengembangan dari metode Rapfish yang telah digunakan untuk menilai status
keberlanjutan keberadaan kegiatan industri gula di lokasi penelitian. Analisis Rap- Berinla menghasilkan status dan indeks keberlanjutan keberadaan industri gula. Dan
selanjutnya dalam rangka mengetahui dimensi aspek pembangunan apa yang masih lemah di pabrik gula dan dimensi mana yang memerlukan perbaikan maka perlu
dilakukan analisis Rap-Berinla pada setiap dimensi tersebut ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan. Adapun hasil dari analisis tersebut adalah
sebagai berikut.
Dimensi Ekologi
Berdasarkan Gambar 28 nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 58,13 pada skala sustainabilitas 0-100. Jika dibandingkan dengan nilai lkB-
Berinla 55,43 yang bersifat multi dimensi maka nilai indeks dimensi ekologi berada di
116 atas nilai lkB-Berinla dan termasuk ke dalam kategori berkelanjutan karena memiliki
kisaran nilai, masuk ke dalam kategori “berkelanjutan”, yaitu terletak pada kisaran “50 - 75” Kavanagh, 2001. Hal ini mengandung pengertian bahwa keberadaan industri
gula, aspek ekologi lebih berkontribusi positif atau memberikan manfaat dalam mewujudkan keberkelanjutan industri gula. Atau dengan kata lain keberadaan pabrik
gula pada satu daerah atau wilayah, tidak akan memberikan dampak buruk terhadap aspek ekologi atau lingkungan yang berada di lokasi tersebut.
Kondisi ini sangat dimungkinkan, mengingat industri gula merupakan industri yang sudah menerapkan sistem produksi bersih. Dalam hal ini hampir semua limbah
yang dihasilkan dari kegiatan dan proses-proses yang terjadi pada industri gula dimanfaatkan kembali menjadi bahan-bahan yang bernilai ekonomis, seperti untuk
membuat bahan penyedap rasa, ataupun bahan dasar pembuatan produk lainnya. Selain hal itu, kegiatan pabrik gula juga merupakan kegiatan yang salah satu kegiatan
utamanya adalah harus mengadakan bahan baku berupa tebu. Adanya penanaman tebu ini merupakan hal yang cukup positif untuk dimensi
ekologi, mengingat dengan adanya penanaman tebu, maka proses alih fungsi lahan menjadi tertahan atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Selain itu adanya penanaman
tebu akan mengakibatkan lahan terbuka hijau dipertahankan, sehingga akan sangat mereduksi karbon dioksida dari atmosfir, karena karbon dioksida tersebut akan diserap
oleh tanaman untuk keperluan proses fotosintesis. Kondisi ini tentu saja pada akhirnya akan secara otomatis, mengurangi proses pemanasan global, sehingga juga akan
menghambat terjadinya perubahan iklim global yang saat ini semakin dikuatirkan mengingat maraknya bencana yang ditimbulkan oleh perubahan iklim global tersebut
IPCC, 2006. Selain hal tersebut di atas, adanya penanaman tebu juga memberikan keuntungan
sendiri secara ekologi. Dalam hal ini dengan adanya penanaman tersebut akan memberikan dampak yang sangat postif terhadap peluang kesempatan air untuk berhenti
dan masuk ke dalam tanah, sehingga mempunyai kesempatan untuk menjadi air tanah. Kondisi ini akan sangat menguntungkan mengingat adanya tanaman tebu ini
memberikan harapan tersedianya air tanah pada musim kemarau, karena air tidak semua melimpas run off masuk ke sungai dan ke laut, namun akan terhenti dan masuk ke
dalam tanah Sitorus, 2002.
117 Selain hal tersebut, dengan adanya lokasi penanaman tebu, maka kemungkinan
terjadinya musibah banjir pada musim hujan akan dapat dikurangi, mengingat lahan tempat bertanam tebu merupakan salah satu tempat yang berfungsi untuk tangkapan air.
Oleh karena itu maka dimensi ekologis harus tetap dipertahankan, mengingat kondisi ekologis yang buruk akan dapat menjadi ancaman bagi pembangunan tempat lokasi
industri gula menjadi tidak berkelanjutan. Jika keadaan ini terjadi, maka pada akhirnya dapat menimbulkan dampak tidak saja pada kondisi ekologis semata, namun juga
terhadap kegiatan ekonomi, ekologi dan sosial budaya yang nantinya secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat, terutama yang ada di kawasan pabrik gula tersebut,
namun juga akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas. Melihat nilai keberlanjutan tersebut, terlihat bahwa nilai tersebut masih perlu
ditingkatkan lagi, agar nilai indeks dimensi ekologi di masa yang akan datang semakin meningkat. Agar keberlanjutannya meningkat, maka hal-hal yang perlu dilakukan
adalah melakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut, yaitu: 1 Kerentanan lahan; 2 Pengelolaan pada masa tanam 3 Peralatan
produksi di lapangan dan 4 Inisitatif perluasan lahan. Untuk lebih jelasnya, mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27 Analisis Rap-Berinla yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi ekologi
118 Atribut-atribut dalam aspek ekologi yang ditelaah untuk mengetahui tingkat
keberlanjutan keberadaan industri gula adalah tingkat kinerja tenaga dan bengkel kerja, tingkat kinerja mesin produksi, pengolahan limbah, inisiatif perluasan lahan, irigasi,
peralatan produksi di lapangan, pengelolaan produksi di lapangan, pengelolaan pada masa tanam, kerentanan lahan, dan status kepemilikan lahan.
Selanjutnya dilakukan analisis leverage. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks
keberlanjutan dimensi ekologi. Berdasarkan Gambar 28, ada 2 atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: 1 Kerentanan lahan; dan 2
Pengelolaan pada masa tanam.
Gambar 28 Peran masing-masing atribut ekologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS lkB-Berinla
Berdasarkan hasil analisis leverage di atas, untuk mewujudkan sistem keberlanjutan industri gula berdasarkan dimensi ekologi adalah dengan mengeluarkan
kebijakan untuk memperbaiki kinerja tenaga dan bengkel kerja, inisiatif perluasan lahan, kinerja mesin produksi, pengelolaan limbah dan irigasi, serta memperbaiki status
kepemilikan lahan. A
t r
i b
Pengaruh Atribut
Perubahan RMS skala 0 – 100
Pengaruh Atribut
119
Dimensi Ekonomi
Berdasarkan Gambar 29 nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 52,60. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi mengandung pengertian bahwa
keberadaan industri gula di lokasi kajian ternyata telah memberi manfaat dari aspek ekonomi yang sudah cukup tetapi belum optimal dan perlu dilakukan optimalisasi
dalam peningkatan kontribusi pada nilai ekonomi Kavanagh, 2001. Agar nilai indeks dimensi ini di masa yang akan datang semakin meningkat perlu dilakukan perbaikan
terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut.
Gambar 29 Analisis Rap-Berinla yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi ekonomi
Keberlanjutan dimensi ekonomi yang masuk pada kategori cukup berlanjut, relatif dapat dikatakan merupakan hal yang wajar, mengingat dimanapun ada kegiatan
industri, akan ada keuntungan baik untuk pemda berupa adanya pajak pendapatan perusahaan, pajak bangunan, pajak pendapatan para pekerja, berbagai jenis retibusi, dan
sebagainya. Kondisi yang sama juga akan terjadi pada masyarakat, karena masyarakat akan mempunyai kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih tinggi, jika di
lokasi tersebut terdapat kegiatan industri. Sebagai contoh ibu rumah tangga yang biasanya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dapat melakukan wirausaha,
misalnya dengan berjualan makanan ringan, minuman serta berbagai upaya dapat
Sugarcane industry sustainability
120 dilakukan di lokasi yang terdapat industri. Karena itu sangat wajar jika nilai
keberlanjutan dimensi ekonomi masuk pada kategori cukup berlanjut. Namun demikian berdasarkan pengamatan penulis selama melakukan penelitian
terlihat bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh di kawasan industri gula saat ini masih bersifat jangka pendek. Hal ini disebabkan kegiatan ekonomi yang ada di kawasan
pabrik gula tersebut masih sangat terbatas pada menjadi pekerja pabrik dan berjualan makanan sedangkan kegiatan misalnya memanfaatkan limbah pabrik gula untuk
dijadikan bahan industri selanjutnya, masih belum dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Kondisi ini terjadi karena limbah pabrik gula tersebut sudah ada yang membeli secara
rutin, sehingga saat ini tidak dapat dijadikan sebagai bahan baku industri rumah tangga untuk penduduk sekitar.
Gambar 30 Peran masing-masing atribut ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS lkB-Berinla
Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana Gambar 30, ada sepuluh atribut yang mempengaruhi besarnya nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi dari yang
Pengaruh Atribut
121 terbesar sampai yang terkecil, yaitu: 1 Pasar produk industri gula; 2 Kemitraan dalam
pemasaran; 3 Modal kerja dan sumber dana; 4 Pemanfaatan limbah; 5 Hasil produksi berupa gula pasir; 6 Ketersediaan bahan baku berupa tebu; 7 Kenaikan hasil produksi;
8 Penghasilan pekerja dan penduduk sekitar; 9 Harga bahan baku gula dibanding dengan hasil penjulan; dan 10 Biaya pemeliharaan mesin-mesin.
Hasil analisis leverage di atas menunjukkan bahwa keberadaan pasar produk industri gula
memiliki peranan yang sangat penting terhadap keberlanjutan keberadaan industri gula selama ini. Hasil analisis leverage di atas juga menunjukkan bahwa
perlunya dilakukan perbaikan terhadap pemanfaatan limbah, perbaikan hasil produksi, peningkatan kemitraan dalam pemasaran, modal kerja dan sumber dana, penyelesaian
masalah ketersediaan bahan baku berupa tebu, upaya peningkatan hasil produksi berupa gula pasir, pengadaan biaya pemeliharaan mesin-mesin, peningkatan harga bahan baku
gula dibanding dengan hasil penjualan dan peningkatan penghasilan pekerja dan penduduk sekitar dalam upaya meningkatkan keberlanjutan industri gula.
Berdasarkan data tersebut di atas, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi ekonomi tersebut, sehingga nilai
indeks dimensi ekonomi di kawasan pabrik gula yang ada di seluruh Indonesia, pada masa yang akan datang dapat ditingkatkan kembali.
Dimensi Sosial budaya
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya memiliki nilai paling besar dibandingkan dimensi lainnya dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan hal
ini terlihat pada Gambar 33 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya sebesar 62,74. Hal ini mengandung pengertian bahwa keberadaan industri gula
berdasarkan aspek sosial budaya lebih berkontribusi positif atau memberikan manfaat dibanding semua aspek lainnya Kavanagh, 2001. Agar nilai indeks dimensi ini di masa
yang akan datang semakin meningkat perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut. Peningkatan dimensi sosial budaya yang
sudah masuk kategori cukup berlanjut ini diperlukan, mengingat walaupun kondisi di sekitar pabrik gula terkesan aman dan relatif tidak ada masalah yang berarti, namun
kadang-kadang adanya ketidak puasan terutama dari para petani terhadap penerimaan hasil jual tebu kadang memicu terjadinya konflik seperti yang terjadi pada tanggal 19
Agustus 2010 yang mengakibatkan terjadinya demo petani tebu di PTPN X Surabaya.
122 Adapun akar permasalahan terjadinya demo di PTPN X ini adalah adanya keinginan
petani tebu agar rendemen tebu yang dihasilkan kelompok tani sekitar PTPN X diakui oleh pabrik gula tinggi, namun di lain pihak rendemen dari tebu yang dihasilkan para
petani ini rendah Harian Kompas 20 Agustus 2010. Cukup tingginya nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya
memperlihatkan bahwa di kawasan industri gula berindikasi adanya kegiatan industri gula relatif tidak mengakibatkan melunturnya aspek sosial budaya. Hal ini terlihat dari
relatif sangat rendahnya frekuensi terjadinya konflik masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik gula, baik antara masyarakat dengan masyarakat setempat, maupun antara
masyarakat asli dengan masyarakat pendatang pekerja di pabrik gula. Konflik juga tidak pernah terjadi antara pihak masyarakat dengan pihak pengelola pabrik. Selain itu
adanya industri gula relatif tidak merubah masyarakat sekitarnya menjadi lebih bersifat individual dan menjauhi sosial budaya budaya di lokasi tersebut, sehingga kondisi sosial
budaya budaya masyarakat yang berada di sekitar pabrik gula relatif tidak berubah, dan pada akhirnya mengakibatkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya ini
tinggi. Adapun peran masing-masing aspek pada atribut sosial budaya ini dianalisis dengan menggunakan analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 31.
Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana Gambar 31 ada sembilan atribut yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya. Dengan
demikian atribut tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini meningkat di masa yang akan datang. Atribut-atribut lain yang
mempengaruhi indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya adalah sebagai berikut: 1 Penyediaan fasilitas untuk praktek kerja siswamahasiswa; 2 Penyelenggaraan
peringatan hari-hari besar agama, nasional; 3 Penyediaan fasilitas sosial budaya; 4 Penyediaan fasilitas umum; 5 Kontribusi pabrik terhadap masyarakat; 6 hubungan
antar masyarakat; 7 Jaringan pengaman sosial budaya social safety net; 8 Tingkat penyerapan tenaga kerja; dan 9 Tingkat pendidikan formal masyarakat.
Berdasarkan analisis leverage di atas tingkat pendidikan formal masyarakat yang cukup baik secara nyata sangat berpengaruh terhadap peningkatan indeks sistem
keberlanjutan industri gula. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sosial budaya masyarakat di lokasi kajian selama ini sedikit banyak membantu terhadap
pengembangan industri gula di lokasi tersebut. Walaupun aspek sosial budaya memiliki tingkat keberlanjutan yang cukup baik, namun berdasarkan Gambar grafik lkb-Rap
123 Berinla ada kecenderungan bahwa di masa-masa akan datang akan terjadi penurunan
nilai keberlanjutan aspek sosial budaya tersebut. Oleh karena itu maka walaupun aspek social pada kawasan industri gula cukup baik, namun mengingat pesatnya
perkembangan zaman, dan mudahnya akses informasi, maka aspek social perlu mendapat perhatian yang serius dimasa yang akan datang.
Gambar 31 Analisis Rap-Berinla yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi sosial budaya
Dimensi Teknologi
Nilai indeks kebelanjutan dimensi teknologi sebesar 77,32. Nilai indeks tersebut termasuk ke dalam kategori berkelanjutan dengan “baik” Kavanagh, 2001. Nilai ini
sekaligus mengindikasikan cukup baiknya aplikasi teknologi pada keberlanjutan keberadaan industri gula. Aplikasi teknologi akan sangat membantu untuk
meningkatkan produktivitas hasil produksi, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan keberlanjutan proses kegiatan produksi gula.
Sugarcane industry sustainability
124 Tingginya nilai keberlanjutan dimensi teknologi diduga erat kaitannya dengan
teknologi eksisting yang saat ini ada di pabrik gula. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan lapang dan hasil wawancara dengan para stakeholder terkait yang
memperlihatkan bahwa aplikasi teknologi pada kegiatan industri gula sangat tinggi, walau mesin yang dimanfaatkan hingga saat ini pada umumnya masih berasal dari
Zaman Belanda. Pada dasarnya mesin-mesin yang ada di pabrik gula merupakan mesin yang sudah tua sejak Zaman Belanda sehingga memerlukan adanya revitalisasi,
namun cukup canggihnya mesin yang ada di pabrik gula seluruh Indonesia dan relatif tidak mengalami kerusakan yang sangat berarti serta ditambah dengan adanya
kenyataan bahwa dengan semakin majunya pendidikan telah berdampak positif pada kualitas SDM, sehingga putra-putri Indonesia sudah mampu membuat suku cadang
mesin pabrik gula tersebut. Kondisi ini mengakibatkan pada saat diwawancara para stakeholder
tetap berpendapat bahwa keberlanjutan dimensi teknologi relatif sangat tinggi Gambar 32.
Gambar 32 Peran masing-masing atribut sosial budaya yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS lkB-Berinla.
Pengaruh Atribut
125 Pendapat bahwa keberlanjutan dimensi teknologi relatif sangat tinggi, padahal
teknologi yang dimanfaatkan industri gula pada umumnya adalah teknologi lama yang sudah ada sejak zaman penjajahan, dan belum mengalami perubahan yang berarti, juga
diesbabkan kondisi mesin yang ada hingga saat ini masih ada dalam kondisi baik hingga saat ini, sehingga tidak mengakibatkan terganggunya proses produksi, bahkan ada
indikasi teknologi tersebut tidak terkalahkan oleh negara lain. Begitu pula halnya dengan pengelolaan kawasan industri gula yang relatif tetap mulai dari zaman
penjajahan Belanda hingga saat ini, ternyata tidak menurunkan nilai keberlanjutan dimensi teknologi. Adapun teknologi yang sudah diaplikasikan pada industri gula
tersebut, antara lain adalah teknologi dalam proses industri gula, baik teknologi di bidang proses produksi gula, proses rafinasi proses pengolahan limbah, proses
penanaman tebu, proses pemanenan dan berbagai teknologi yang diperlukan dalam rangka pengendalian dan pengamanan pada kegiatan budidaya tanaman tebu.
Walaupun nilai indeks keberlanjutan teknologi masuk pada kategori sangat berlanjut, namun tetap harus dilakukan berbagai usaha untuk mempertahankannya atau
bahkan untuk meningkatkannya, sehingga tidak kalah bersaing dengan Negara lain. Oleh karena itu maka dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan nilai indeks
keberlanjutan dimensi teknologi, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks teknologi pada pengelolaan kawasan
industri gula di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil analisis leverage, ada delapan atribut yang mempengaruhi
besarnya nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi antara lain perencanaan mengantisipasi sistem global, peningkatan produktivitas SDM, kolaborasi dengan pihak
luar, rencana revitalisasi mesin-mesin produksi, bahan baku untuk perbaikan, teknologi mesin pabrik, teknologi pengolahan limbah, dan tingkat penguasaan teknologi
Agar nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi dapat ditingkatkan perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks
tersebut, yaitu: 1 Rencana revitalisasi mesin-mesin produksi dan 2 Peningkatan produktivitas SDM. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 33.
126
Gambar 33 Analisis Rap-Berinla yang menunjukkan nilai indeks dimensi teknologi
Hasil analisis leverage di atas menunjukkan bahwa keberadaan rencana revitalisasi mesin-mesin produksi
dan peningkatan produktivitas SDM memiliki
peranan yang sangat penting terhadap keberlanjutan keberadaan industri gula selama ini. Hasil analisis leverage di atas juga menunjukkan bahwa perlunya dilakukan
perbaikan terhadap perencanaan mengantisipasi sistem global, kolaborasi dengan pihak luar, tingkat penguasaan teknologi, teknologi pengolahan limbah, teknologi mesim
pabrik, bahan baku untuk perbaikan.
Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Berdasarkan Gambar 34, nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 25,90. Nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan
kelembagaan ini merupakan nilai indeks keberlanjutan terendah dari kelima dimensi yang digunakan dan termasuk kedalam kategori kurang berkelanjutan Kavanagh,
2001. Hal ini mengandung pengertian bahwa pemanfaatan keberadaan industri gula selama ini kurang memperhatikan aspek hukum dan kelembagaan. Agar nilai indeks
dimensi ini di masa yang akan datang semakin meningkat perlu dilakukan perbaikan terhadap dimensi tersebut.
Sugarcane industry sustainability
127
Gambar 34 Peran masing-masing atribut teknologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS lkB-Berinla
Dimensi hukum dan kelembagaan pada pengelolaan industri gula termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Hal ini juga terlihat dari kondisi yang terdeteksi
di lokasi penelitian yang memperlihatkan bahwa ada indikasi bahwa kelembagaan yang ada di kawasan lokasi pabrik gula berdiri, relatif lemah. Hal ini dapat ditunjukan dari
belum adanya wadah yang dimiliki petani tebu untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya serta belum adanya keterkaitan antara dinas yang satu dengan dinas yang
lain yang terkait dengan industri gula tersebut atau dengan kata lain masih adanya sifat egosektoral pada dinas-dinas terkait. Tidak berlanjutnya dimensi hukum juga terlihat
secara jelas dari masih lemahnya penegakan hukum, bahkan ada kecenderungan masyarakat dan para stakeholder yang relatif kurang mempercayai penegakan hukum di
daerahnya masing-masing Pengaruh Atribut
128 Kondisi tersebut akan menjadi ancaman bagi pengelolaan kawasan industri gula
untuk menjadi tidak berkelanjutan. Hal ini mengingat keadaan ini pada akhirnya dapat menimbulkan dampak, baik terhadap kegiatan ekonomi, ekologi dan sosial budaya yang
nantinya secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat, terutama yang ada di kawasan minapolitan tersebut, namun juga akan dapat dirasakan oleh masyarakat secara
luas. Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana Gambar 35, semua atribut yang
ada tersebut mempengaruhi besarnya nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan dari yang terbesar sampai yang terkecil, yaitu: 1 kerjasama pengusaha
dan masyarakat; 2 kebijakan pendorong industri gula; 3 keterlibatan pemerintah daerah; 4 sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah; 5 kerjasama dengan pihak asing; 6
Status industri gula; 7 Pembinaan dan dukungan kelembagaan dan 8 Ketersediaan perangkat hukum.
Gambar 35 Analisis Rap-Berinla yang menunjukkan nilai indeks sustainabilitas dimensi hukum dan kelembagaan.
Hasil analisis leverage di atas juga menunjukkan bahwa peranan dimensi hukum kelembagaan yang kurang mendukung terhadap sistem keberlanjutan industri gula
Sugarcane industry sustainability
129 sangat dipengaruhi oleh faktor kurangnya ketersediaan perangkat hukum, pembinaan
dan dukungan kelembagaan yang rendah dan status industri gula yang kurang jelas.
Gambar 36 Peran masing-masing atribut hukum dan kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan RMS lkB-Berinla.
Multi-Dimensi
Hasil analisis Rap-Berinla dengan menggunakan metode MDS menghasilkan nilai IkB-Berinla indeks keberlanjutan keberadaan industri gula adalah sebesar 55,43
pada skala sustainabilitas 0 – 100. Nilai lkB-Berinla tersebut diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 44 atribut yang tercakup dalam lima dimensi ekologi, ekonomi,
sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan, mengingat nilai lkB-Berinla-nya berada pada selang nilai 50 – 75.
Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rap-Berinla dengan menggunakan metode MDS berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan
terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi. Tabel 16 di bawah ini menyajikan Pengaruh Atribut
130 nilai “stress” dan R
2
koefisien determinasi untuk setiap dimensi maupun multidimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk
mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat mendekati kondisi sebenarnya. Tabel 16. Hasil analisis Rap-Berinla untuk beberapa parameter statistik
Ekologi Ekonomi
Sosial budaya
Teknologi Hukum
Kelembagaan Multi-
Dimensi
Stress = 0,1152471 0,1100917 0,1399428 0,2113747
0,1001564 0,135363
Squared Correlation RSQ =
0,976606 0,9735096 0,9538016 0,8956022 0,98760909
0,957426 Analisis
58,13 52,60
62,74 77,32
25,90 55,34
Berdasarkan Tabel 16 di atas setiap dimensi maupun multidimensi memiliki nilai “stress” yang jauh lebih kecil dari ketetapan yang menyatakan bahwa nilai “stress”
pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai 25. Karena semakin kecil nilai “stress” yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil
analisis yang dilakukan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi R
2
, kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar mendekati 1.
Dengan demikian dari kedua parameter nilai “stress” dan R
2
Berdasarkan kesepakatan terhadap nilai koefisien determinasi bahwa kualitas hasil analisis dikatakan semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar
mendekati 1. Hal ini memperlihatkan bahwa kualitas hasil analisis berdasarkan nilai R
menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan sistem industri gula sudah
cukup baik dalam menerangkan kelima dimensi pembangunan yang dianalisis.
2
-nya semakin baik. Dengan demikian berdasarkan dua parameter nilai “stress” dan R
2
Analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahapan penentuan atribut keberlanjutan keberadaan industri gula yang mencakup lima dimensi
dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan hukum dan kelembagaan, tahap penilaian setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan
pada setiap dimensi, analisis ordinasi “Rap-Berinla” yang berbasis metode tersebut menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis
keberlanjutan pengelolaan industri gula yang ada di sebagian besar wilayah Indonesia masuk pada kategori yang relatif baik dalam menerangkan kelima dimensi
pembangunan yang dianalisis.
131 “multidimensional scaling” MDS, penyusunan indeks dan status keberlanjutan sistem
yang dikaji. Proses ordinasi Rap-Berinla ini menggunakan perangkat lunak modifikasi
Rapfish Kavanagh, 2001. Perangkat lunak Rapfish ini merupakan pengembangan MDS yang ada di dalam perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebaikan posisi
flipping, dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini maka posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan
dalam dua dimensi sumbu horizontal dan vertikal. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, dengan titik ekstrem “buruk”
diberi nilai skor 0 dan titik ekstrem “baik” diberi skor nila 100. Posisi keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai
ini merupakan nilai indeks keberlanjutan keberadaan industri gula. Ilustrasi hasil ordinasi yang menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dari sistem yang dikaji disajikan
pada Gambar 37.
Gambar 37 Diagram layang kite diagram nilai indeks keberlanjutan industri gula
Analisis ordinasi ini juga dapat digunakan hanya untuk satu dimensi saja dengan memasukkan semua atribut dari dimensi yang dimaksud. Hasil analisis akan
mencerminkan seberapa jauh status keberlanjutan dimensi tersebut, misalnya dimensi ekologi. Jika analisis setiap dimensi telah dilakukan maka analisis perbandingan
Sosial budaya
62,74
132 keberlanjutan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk
diagram, seperti yang disajikan pada Gambar 37. Skala indeks keberlanjutan keberadaan industri gula mempunyai selang 0-100, jika sistem yang dikaji
mempunyai nilai indeks lebih dari 50 50 maka sistem tersebut sustainable termasuk kategori berkelanjutan, dan sebaliknya jika kurang atau sama dengan 50
≤50 maka sistem tersebut belum sustainable termasuk kategori kurang berkelanjutan.
Berdasarkan skala di atas diketahui bahwa dimensi teknologi termasuk kategori berkelanjutan “baik”, sedangkan dimensi sosial budaya dan ekologi termasuk kategori
cukup berkelanjutan, dan sisanya termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan. Hal ini menunjukan bahwa aspek teknologi, sosial budaya dan ekologi memberikan
kontribusi cukup besar terhadap usaha pengembangan industri gula selama ini, sedangkan aspek lainnya dirasa kurang memberi kontribusi, khususnya aspek hukum
dan kelembagaan, sehingga perbaikan sistem pengelolaan terhadap kedua aspek tersebut dirasa sangat diperlukan di masa-masa yang akan datang.
Analisis dengan menggunakan metode MDS disamping harus melihat tingkat akurasi terhadap jumlah atribut dari setiap dimensi atau jumlah keseluruhan atribut yang
digunakan untuk menganalisis obyek yang sedang diteliti sudah representatip atau belum dari seluruh permasalahan yang dibuktikan dengan perhitungan nilai parameter
“stress” dan korefisien determinasi R
2
terdapat dua asumsi perlu dibuktikan. Dua asumsi tersebut adalah sebagai berikut. Pertama tingkat kepercayaan indek total
multidimension dan kepercayaan terhadap nilai indek setiap dimensi. Kedua pengaruh kesalahan terhadap pembuatan skor pada setiap atribut yang disebabkan oleh karena
pemahaman, perbedaan opini, atau penilaian dari peneliti yang saling berbeda, kesalahan pemasukan data atau data yang hilang, atau nilai “stress” yang terlalu tinggi,
yang terakhir karena kesalahan prosedur yang dapat mempengaruhi stabilitas proses analisis MDS. Dalam rangka membuktikan kedua asumsi tersebut digunakan analisis
Monte Carlo. Analisis ini adalah analisis yang berbasis komputer dengan menggunakan teknik random number. Analisis ini dinamakan Monte Carlo karena prinsip dan
prosesnya mirip dengan permainan roullet yang ada di Kota Monte Carlo, permainan tersebut dapat berfungsi sebagai pembangkit bilangan acak yang sederhana berdasarkan
teori statika untuk mendapatkan dugaan peluang suatu model matematis. Analisis Monte Carlo pada penelitian ini yang dilakukan beberapa kali pengulangan hasilnya
133 mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indek total masing-masing
dimensi seperti pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai indeks keberlanjutan multidimensi dan masing-masing dimensi pada selang kepercayaan 95.
Status Indeks Hasil MDS
Hasil Montecarlo
Perbedaan
Ekologi 58,13
57,35 0,78
Ekonomi 52,60
51,07 1,53
Sosial budaya 62,74
62,23 0,51
Teknologi 77,32
76,25 1,07
Hukum Kelembagaan 25,90
24,50 1,40
Multi-Dimensi 55,43
54,28 1,15
Pada Tabel 17, yaitu hasil analisis dengan metode MDS dan dengan analisis dengan metode Monte Carlo menghasilkan perbedaan seperti pada kolom 4 yaitu nilai
perbedaannya sangat kecil, yaitu 1,15. Hal ini membuktikan tingkat kepercayaan terhadap indek total multidimension dan kepercayaan terhadap nilai indek setiap
dimensi, dan pengaruh kesalahan yang dapat mmpengaruhi terhadap seluruh proses analisis dengan metode MDS adalah melebihi 95. Oleh karena itu dari analisis
dengan Monte Carlo menghasilkan bahwa 1. pengaruh kesalahan terhadap pembuatan skor pada setiap atribut sangat kecil 2. kesalahan yang diakibatkan oleh karena
pemahaman, perbedaan opini, atau penilaian dari peneliti yang saling berbeda, relatip sangat kecil 3. kesalahan pemasukan data atau data yang hilang, atau nilai “stress”
yang terlalu tinggi, sangat kecil 4. kesalahan posedure yang dapat mempengaruhi stabilitas proses analisis MDS juga relatif kecil.
5.3.2 Analisis Hierarki Process Hasil Pembobotan pada setiap Komponen
Model AHP digunakan untuk memilih arahan kebijakan yang mudah dan penting menuju pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 38 merupakan
diagram hirarki AHP yang telah didiskusikan dan merupakan pendapat pakar utama melalui wawancara yang mendalam. Pakar yang terlibat antara lain dari kalangan
134 pemerintah, swasta, masyarakat dan LSM. Adapun hasil analisis AHP yang dilakukan
pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 38.
Gambar 38 .
Diagram hirarki AHP pada pengembangan industri gula
Hirarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas yang dimulai dari penetapan fokus pada level l yaitu keberhasilan
pola pengembangan indusri gula. Level 2 adalah faktor yang terdiri atas sosbud, ekonomi dan lingkungan. Level 3 adalah aktor terdiri atas Dis. Perindag, Deperindag,
Dinas Lingkungan Hidup, Pengusaha, dan Masyarakat. Aktor tersebut terkait dengan pengembangan industri gula dan masing-masing aktor mempunyai peran, pengaruh dan
kekuatan terhadap kebijakan-kebijakan pengembangan industri gula. Level 4 adalah tujuan untuk pengembangan industri gula yang terdiri atas bahan baku, transportasi,
fiskal, pemasaran, teknologi, partisipasi masyarakat, perbankan dan infrastruktur. Level 5 adalah sasaran yang terdiri atas revitalisasi, swastanisasi dan ekstensifikasi
Faktor
Aktor Tujuan
Sasaran Fokus
Infrastruktur 0,060
Sosbud 0,260
Lingkungan, Huk Kelm
0,327
Dis. Perindag
0,186 Deperindag
0,200 Dinas LH
0,147 Pengusaha
0,267 Masyarakat
0,201
Transporta si
0,186 Fiskal
0,118 Pemasaran
0,118 Teknologi
0,098 Partisipasi
Masy. 0,083
Revitalisasi 0,459
Swastanisa si
0 255
Ekstensifikasi
0,287
Industri Gula
Ekonomi, Teknologi
0,413
Perbankan 0,062
Bahan Baku
0,276
135
Pembobotan Kriteria Faktor dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun faktor-faktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 39
menunjukkan urutan prioritas faktor-faktor tersebut.
0.26 0.327
0.413
Sosbud Lingkungan
Ekonomi
Gambar 39 Urutan prioritas faktor dalam pengembangan industri gula berkelanjutan
Berdasarkan Gambar 39 hasil analisis AHP yang merupakan faktor level 3 menunjukkan bahwa faktor ekonomi mempunyai peran utama dalam pengembangan
industri gula berkelanjutan, bobot nilainya adalah 0,413. Faktor ekonomi tersebut mencakup masalah fiskal, pemasaran, perbankan dsb. Prioritas faktor selanjutnya
adalah faktor lingkungan dan faktor sosial budaya budaya dengan bobot nilainya adalah 0.327 dan 0.26. faktor lingkungan misalnya mencakup ketersediaan SDA terutama
ketersediaan lahan pertanian dan ketersediaan SDM atau tenaga kerja, sedangkan sosekbud dalam hal tingkat partisipasi masyarakat, terutama daya minat petani dalam
mengembangkan budidaya tanaman tebu sebagai bahan baku utama untuk industri gula.
Pembobotan Kriteria Aktor dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun aktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengelolaan pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 40
menunjukkan urutan prioritas aktor tersebut. Berdasarkan Gambar 40, hasil analisis AHP yang merupakan aktor level 3
menunjukkan bahwa pengusaha mempunyai peran utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan, bobot nilainya adalah 0,267. Pengusaha mempunyai tingkat
kepentingan yang tinggi terhadap pengembangan industri gula. Pengusaha merupakan salah satu aktor yang mempunyai peran terhadap pengembangan industri gula.
136 Pengusaha mempunyai peran sebagai investor atau penanam modal untuk pembangunan
yang berkaitan dengan pengembangan industri gula. Dalam kenyataannya tanggung jawab sosial budaya dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama
antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha atau dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Tanggung jawab sosial budaya pengusaha diantaranya dapat
memberikan implikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan, memperkuat investasi dunia usaha,
sehingga dapat meningkatkan dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerjasama antara masyarakat, pemerintah dengan pengusaha.
0.147 0.186
0.2 0.201
0.267
Dinas LH Dis.Perindag
Deperindag Masyarakat
Pengusaha
Gambar 40 Urutan prioritas aktor dalam pengembangan industri gula berkelanjutan
Masyarakat memiliki bobot nilai sebanyak 0,201. merupakan salah satu aktor yang mempunyai peran terhadap pengembangan industri gula berkelanjutan.
Masyarakat mempunyai peran sebagai sumber pemasok tenaga kerja dan bahan baku kepada pihak industri. Kebutuhan bahan baku industri gula selama ini sangat
tergantung dari hasil perkebunan rakyat sebagai mitra usaha pengusaha. Pola kemitraan seperti ini memberikan implikasi positif bagi pengusaha dalam hal memperoleh sumber
tenaga kerja dan bahan baku, tapi juga bagi masyakat yang kesejahteraannya meningkat. Bagi pemerintah pola kerjasama seperti ini dapat meringankan beban pembiayaan
pembangunan di daerah tersebut. Pemerintah Deperindag dan Dinas Perindag Daerah dan Dinas Lingkungan
Hidup mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap penentuan alternatif kebijakan pengembangan industri gula. Hal tersebut disebabkan baik kenyataan di
lapangan maupun dilandasi dengan hukum, pengaruh dan peran dari aktor pemerintah
137 Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
Propenas 2000-2004 dan dalam Undang-Undang N0. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Oleh karena itu pemerintah mempunyai peran penting untuk
melakukan pengembangan industri gula secara berkelanjutan di Indonesia.
Pembobotan Kriteria Tujuan dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun tujuan yang menjadi capaian utama dalam pengembangan industri gula berkelanjutan, Gambar 41 menunjukkan
urutan prioritas tujuan tersebut.
Gambar 41 Urutan prioritas sasaran dalam pengembangan industri gula berkelanjutan
Berdasarkan Gambar 41 hasil analis AHP yang merupakan tujuan level 4 menunjukkan bahwa pengembangan industri gula dengan fokus tujuan pada masalah
bahan baku dan transportasi mendapat priotitas utama dalam kriteria tujuan dengan masing-masing bobot nilai 0,276 dan 0,186. Tujuan pengadaan bahan baku menjadi
prioritas utama karena proses kegiatan produksi tidak akan berjalan secara berkesinambungan apabila kegiatan industri tersebut tidak didukung oleh pengadaan
bahan baku yang mendukung kegiatan produksi. Sedangkan pengadaan sarana transportasi sangat penting dalam hal mempermudah proses pengangkutan gula sebagai
hasil akhir untuk dijual ke konsumen. Prioritas tujuan selanjutnya adalah “fiskal” dengan bobot nilai 0,118. Perbaikan
fiskal dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan pada para pengusahapetani tebu dalam memperoleh pinjaman-pinjaman modal usaha dengan bunga rendah. Disamping
0.06 0.062
0.083 0.098
0.118 0.118
0.186 0.276
Infrastruktur Perbankan
Partisipasi Masyarakat Teknologi
Pemasaran Fiskal
Transportasi Bahan baku
138 kebijakan pemerintah dalam pemberian keringan pajak bagi komoditi gula sangat
diperlukan. Prioritas tujuan selanjutnya adalah “pemasaran” dengan bobot nilai 0.118.
Pemasaran produk gula perlu didukung dengan pemberian insentif oleh pemerintah berupa pengurangan pajak terhadap produk gula sehingga harga dasar produk gula akan
lebih murah. Hal ini akan menguntungkan bagi pengusaha karena produk tersebut menjadi lebih terjangkau sesuai daya beli masyarakat.
Prioritas tujuan selanjutnya adalah berturut-turut “teknologi”, “partisipasi masyarakat”, “perbankan” dan “infrastruktur”. Pengembangan industri gula
berkelanjutan perlu didukung oleh penggunaan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas produksi gula. Sementara itu dukungan masyarakat terhadap
pengembangan industri gula berkelanjutan ditunjukkan dengan semakin banyaknya petani untuk menanam lahan perkebunan mereka dengan komoditi tebu untuk
memasok kebutuhan bahan baku tebu bagi kebutuhan industri. Sektor perbankan terkait dengan masalah pemberian dana dengan bunga rendah. Untuk infrastruktur berupa
perbaikan maupun pengadaan sarana jalan dan terkait dengan masalah kemudahan dalam proses pemasaran
Pembobotan Kriteria Sasaran dalam Pengembangan Industri Gula Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun sasaran yang menjadi prioritas utama dalam keberhasilan pengembangan industri gula berkelanjutan. Gambar 42
menunjukkan urutan prioritas sasaran tersebut.
0.255 0.287
0.459
Swastanisasi Ekstensifikasi
Revitalisasi
Gambar 42 Urutan prioritas tujuan dalam pengembangan industri gula berkelanjutan
139 Berdasarkan Gambar 44 hasil analisis AHP yang merupakan sasaran level 5
menunjukkan bahwa revitalisasi menjadi prioritas utama dengan bobot nilai 0,459. Revitalisasi berkait dengan prioritas kedua adalah ekstensifikasi dengan bobot nilai
0,287. Ekstensifikasi dilakukan dengan cara melakukan peluasan pembangunan perkebunan tebu rakyat untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri gula. prioritas
terakhir adalah swastanisasi dengan bobot nilai 0.255. Swastanisasi dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada swasta untuk terlibat
dalam pengembangan industri gula nasional. Pemberian kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan investasi dan mengurangi campur tangan pemerintah bulog dalam proses
pembentukan harga pasar . 5.4 Skenario Pengelolaan Industri Gula
Keberadaan industri gula ternyata memberikan kontribusi positif ditinjau dari sisi ekologi, namun demikian masih perlu ditingkatkan lagi nilai keberlanjutannya.
Adapun untuk meningkatkan nilai indeks dimensi ini di masa yang akan datang perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi
tersebut, yaitu: • Kerentanan lahan
• Pengelolaan lahan pada masa tanam
Keberadaan industri gula juga memberikan pengaruh yang positif terhadap perekonomian masyarakat dan pendapatan asli daerah, namun demikian dalam
mempertahankan atau bahkan meningkatkan keberlanjutan ekonomi, maka perlu dilakukan perbaikan terhadap
• Peningkatan pasar produk industri gula Keberadaan industri gula juga memberikan pengaruh yang positif terhadap
kondisi sosial budaya masyarakat namun demikian untuk mencegah menurunnya keberlanjutan dimensi sosial budaya masyarakat, maka hal yang perlu dilakukan adalah:
• Meningkatkan pendidikan formal masyarakat • Meningkatkan kontribusi pabrik terhadap masyarakat
• Meningkatkan hubungan kekeluargaan antar warga masyarakat
140 Industri gula di Indonesia ternyata walaupun memiliki nilai indeks keberlanjutan
teknologi yang tinggi, namun masih ketinggalan dalam hal teknologi yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, maka untuk mencegah menurunnya keberlanjutan
dimensi teknologi, maka hal yang perlu dilakukan adalah: • Melakukan revitalisasi mesin-mesin industri
• Meningkatkan produktivitas SDM
Industri gula di Indonesia ternyata walaupun memiliki nilai indeks keberlanjutan hukum dan kelembagaan yang rendah. Oleh karena iti, maka untuk meningkatkan nilai
indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan, maka hal yang perlu dilakukan adalah:
• Meningkatkan kerjasama dengan masyarakat • Membuat kebijakan pendorong industri gula
• Meningkatkan keterlibatan pemda
Berdasarkan hal tersebut maka deskripsi kemungkinan perubahan kondisi masing-masing faktor strategis dalam pengelolaan industri gula dapat dilihat pada Tabel
18. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap parameter kunci pengelolaan industri gula, dapat disimpulkan bahwa elemen kunci dapat berubah dengan terjadinya perubahan
keadaan state pada setiap faktor dan dengan cara memeriksa parameter mana dan perubahan seperti apa yang tidak dapat terjadi secara bersamaan incompatible.
Sedangkan parameter kunci dan perubahannya yang terjadi secara bersamaan akan menjadi skenario strategi dalam melakukan pengelolaan di pabrik gula. Adapun kondisi
incompatible antar keadaan dari faktor-faktor penting tersebut dalam pengelolaan industri gula dapat dilihat pada Tabel 19.
141 Tabel 18 Faktor strategis parameter kunci pengelolaan dan kondisi masa depannya
No Faktor stategis
Keadaan state masa depan
1 Kerentanan lahan
1A menurun
1B tetap
1C meningkat
2 Pengelolaan pada masa
tanam 2A
Tidak ada pengelolaan
2B Dikelola
oleh masyarakat
2C Dikelola
oleh masyarakat
dan pabrik 2D
Dikelola oleh semua yang
berkepentingan 3
Pasar produk 3A
Pasar produk
menurun 3B
Pasar produk
tetap 3C
Pasar produk
meningkat 3D
Pasar produk ke hampir semua
negara 4
Pendidikan formal masyarakat
4A menurun
4B tetap
4C Hingga S1
4D Hingga pasca
sarjana 5
Kontribusi pabrik terhadap masyarakat
5A Kontribusi
pasif 5B
Kontribusi insentif
5C Kontribusi
fungsional 5D
Kontribusi aktif 6
Hubungan kekeluargaan antar warga masyarakat
6A Rentan
terjadi konflik
6B Kadang-
kadang terjadi
konflik 6C
Tidak pernah
terjadi konflik
6D Hubungan
kekeluargaan sangat harmonis
7 Revitalisasi mesin-mesin
industri 7A
Mesin semakin
banyak yang rusak
7B Mesin tidak
berubah 7C
Mesin rusak
diganti baru dan
ada penambaha
n mesin 7D
Reviratlisasi mesin
8 Produktivitas SDM
8A Pengetahua
n SDM sangat jauh
ketinggalan 8B
SDM mengetahui
proses yang biasa
berjalan 8C
SDM mengikuti
pelatihan di dalam
negeri 8D
SDM dikirim keberbagai
negara 9
Kerjasama dengan masyarakat
9A menurun
9B tetap
9C Meningkat
10 Kebijakan pendorong
industri gula 10A
Tidak ada 10B
Ada produk lama
10C Dibuat
yang baru 10D
Dibuat model kebijakan
kholistik 11
Keterlibatan Pemda 11A
Keterlibatan pasif
11B Keterlibatan
insentif 11C
Keterlibata n
fungsional 11D
Partisipasi aktif
142 Tabel 19 Kondisi incompatible antar keadaan dari faktor-faktor penting tersebut
dalam pengelolaan industri gula
No Faktor stategis
Keadaan state masa depan
1 Kerentanan lahan
1A menurun
1B tetap
1C meningkat
2 Pengelolaan pada masa
tanam 2A
Tidak ada pengelolaan
2B Dikelola
oleh masyarakat
2C Dikelola
oleh masyarakat
dan pabrik 2D
Dikelola oleh semua yang
berkepentingan 3
Pasar produk 3A
Pasar produk
menurun 3B
Pasar produk
tetap 3C
Pasar produk
meningkat 3D
Pasar produk ke hampir semua
negara 4
Pendidikan formal masyarakat
4A menurun
4B tetap
4C Hingga S1
4D Hingga pasca
sarjana 5
Kontribusi pabrik terhadap masyarakat
5A Kontribusi
pasif 5B
Kontribusi insentif
5C Kontribusi
fungsional 5D
Kontribusi aktif 6
Hubungan kekeluargaan antar warga masyarakat
6A Rentan
terjadi konflik
6B Kadang-
kadang terjadi
konflik 6C
Tidak pernah
terjadi konflik
6D Hubungan
kekeluargaan sangat harmonis
7 Revitalisasi mesin-mesin
industri 7A
Mesin semakin
banyak yang rusak
7B Mesin tidak
berubah 7C
Mesin rusak
diganti baru, ada
penambaha n mesin
7D Reviratlisasi
mesin
8 Produktivitas SDM
8A Pengetahua
n SDM sangat jauh
ketinggalan 8B
SDM mengetahui
proses yang biasa
berjalan 8C
SDM mengikuti
pelatihan di dalam
negeri 8D
SDM dikirim keberbagai negara
9 Kerjasama dengan
masyarakat 9A
menurun 9B
tetap 9C
Meningkat 10
Kebijakan pendorong industri gula
10A Tidak ada
10B Ada produk
lama 10C
Dibuat yang baru
10D Dibuat model
kebijakan kholistik
11 Keterlibatan Pemda
11A Keterlibatan
pasif 11B
Keterlibatan insentif
11C Keterlibata
n fungsional
11D Partisipasi aktif
143 Berdasarkan parameter kunci dan hubungan incompatible antar parameter
penting dalam pengelolaan industri gula maka disusun lima skenario kebijakan industri gula seperti yang dapat dilihat pada Tabel 20 sebagai berikut.
Tabel 20 Skenario kebijakan pengeloaan industri gula
No Skenario
Kondisi yang akan dicapai
1 Pengembangan industri gula tanpa peningkatan
kinerja lingkungan
1 C Kerentanan lahan meningkat 2 A Tidak ada pengelolaan masa tanam
3 D Pasar produk ke hampir semua negara 4A4B Pendidikan formal masyarakat menuruntetap
5 A Kontribusi pabrik terhadap masyarakat pasif 6 A rentan terjadi konflik antar warga masyarakat
7 D revitalisasi mesin 8 D SDM dikirim keberbagai negara
9 A kerjasama dengan masyarakat menurun 10 E Dibuat model kebijakan pendorong yang baru
11 C Partisipasi fungsional
Industri akan berkembang pesat, namun lingkungan
menjadi masalah tidak diperhatikan
2 Perbaikan kinerja lingkungan secara konsisten
1 A Kerentanan lahan menurun 2 D Dikelola oleh semua yang berkepentingan
3 B Pasar produk tetap 4 C Pendidikan formal masyarakat hingga S1
5C Kontribusi pabrik terhadap masyarakat fungsional 6C Hubungan kekeluargaan tidak pernah terjadi
konflik 7 B Mesin tidak berubah
8 B SDM mengetahui proses yang biasa berjalan 9 C kerjasama dengan masyarakat meningkat
10B model kebijakan pendorong ada tapi produk lama 11C Partisipasi fungsional
Terjadi perbaikan kinerja lingkungan dengan
managemen lingkungan yang ketat, bukan hanya
produksi bersih yang sudah diterapkan tapi juga
melindungi lahan tampat penanaman tebu dan
lingkungan lainnya, dan baik pihak pabrik,
masyarakat, maupun pemda fokus pada
pengelolaan lingkungan
3 Perbaikan kinerja lingkungan dengan tetap
memperhatikan kepentingan industri
1 B Kerentanan lahan tetap 2 B Dikelola oleh masyarakat
3 B Pasar produk tetap 4 C Pendidikan formal masyarakat hingga S1
5C Kontribusi pabrik terhadap masyarakat fungsional 6 C Tidak pernah terjadi konflik
7 B Mesin tidak berubah 8 C SDM mengikuti pelatihan di dalam negeri
9 B kerjasama dengan masyarakat tetap 10B kebijakan pendorong industri gula tetap
11C Keterlibatan Pemda fungsional
Kualitas lingkungan makin baik, karena diprioritaskan
pihak industri, perhatian terhadap kemajuan usaha
juga diperhatikan, namun perhatian terhadap faktor
lingkungan relatif lebih tinggi
4 Pengembangan industri dengan tetap
memperhatikan perbaikan lingkungan Perusahaan mengalami
perbaikan kinerja secara
144
1 A Kerentanan lahan menurun 2 C Dikelola oleh masyarakat dan pabrik
3 C Pasar produk meningkat 4 C Pendidikan formal masyarakat hingga S1
5 B Kontribusi pabrik terhadap masyarakat insentif 6 C Tidak pernah terjadi konflik
7 C Mesin rusak diganti baru dan ada penambahan
mesin 8 C SDM mengikuti pelatihan di dalam negeri
9 B kerjasama dengan masyarakat tetap 10C Dibuat model kebijakan pendorong yang baru
11B Keterlibatan Pemda insentif
menyeluruh dengan tetap memperhatikan perbaikan
lingkungan, namun perhatian terhadap
kemajuan industri relatif lebih tinggi dibanding
perhatiannya terhadap lingkungan
5 Pengembangan industri dan perbaikan kinerja
lingkungan berjalan secara simultan
1 A Kerentanan lahan menurun 2 D Dikelola oleh semua yang berkepentingan
3 D Pasar produk hampir semua negara 4D
Pendidikan formal masyarakat hingga Pascasarjana
5 D Kontribusi pabrik terhadap masyarakat aktif 6 D Hubungan kekeluargaan sangat harmonis
7 D Reviratlisasi mesin 8 D SDM dikirim keberbagai negara
9 C kerjasama dengan masyarakat meningkat 10D Dibuat model kebijakan kholistik
11D Pemda berpartisipasi aktif
Perbaikan kinerja industri semakin baik seiring
dengan kinerja lingkungan, dengan pertumbuhan
keduanya yang relatif stabil, sehingga akan
menghasilkan pembangunan yang ideal
yang kita kenal sebagai pembangunan yang
berkelanjutan
5.5 Model Pengelolaan Pabrik Gula Berwawasan Lingkungan