Kerangka Teoritis Proteksi Kerangka Teoritis Lainnya Tariff-Rate Quota TRQ

16 dan tarifnya; pertanahan, sistem produksi. Belum dilihat secara menyeluruh tentang pengaruh yang bisa menimbulkan dampak terhadap produktifitas; seperti manajemen, teknologi produksi dilihat dari permesinan dan on farm itu sendiri.

2.4 Kerangka Teoritis Proteksi

Dalam rangka menjamin kelangsungan usaha maka salah satu kiat yang perlu segera dievaluasi yaitu perlindunganproteksi. Walaupun Indonesia sudah meratifikasi beberapa perjanjian internasional seperti AFTA dan WTO, bukan berarti serta merta terbuka seluas-luasnya terhadap impor semua barang termasuk gula. Hal ini karena menyangkut kehidupan masyarakat banyak Houck, 1986. Kebijakan perdagangan trade policies yang dalam hal ini menyangkut tarif impor, selalu menimbulkan perdebatan yang satu dengan lainnya saling bertentangan. Bila tarif impor ditinggikan, sedangkan produk gula di dalam negeri belum memenuhi volume yang dibutuhkan; maka akan merugikan konsumen yang jumlahnya sangat banyak. Apabila tarif impor terlalu rendah di satu sisi harga gula akan menjadi murah, sehingga konsumen sangat diuntungkan, sisi lain yaitu produsen dan petani sangat dirugikan karena keuntungannya sangat kecil. Hal ini sangat mengganggu gairah dalam pergerakan dibidang agro, walaupun para petani dan pabrik gula jumlahnya sangat kecil + 1,5 juta orang dibanding jumlah konsumen yang 240 jutaan orang. Jalan tengah yang biasa ditempuh untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan pendekatan penerimaan maksimum pemerintah atau pendekatan tarif optimum. Pendekatan tersebut bertitik tolak dari berbagai aspek dengan melihat berbagai dampak seperti produksi, konsumsi, harga, eksporimpor dan distribusi kesejahtraan. Dengan demikian pendekatan surplus konsumen dan surplus produsen dapat diprediksi dan diestimasi dengan baik. Ada beberapa kelemahan dari pola pendekatan ini, antara lain: 1. Tidak memperhitungkan jumlah kelompok yang memperoleh dampak positif maupun dampak negatif. Padahal hal tersebut penting bagi pemerintah dalam rangka salah satu tawaran kebijakan. 2. Tidak memperhitungkan intensitas dari dampak kebijakan perdagangan. 17

2.5 Kerangka Teoritis Lainnya Tariff-Rate Quota TRQ

Adalah suatu kebijakan harga domestik melalui peraturan pengendalian impor secara terpadu. Artinya bila impor tersebut sangat mengganggu harga produk lokal, maka besarnya tarif terhadap kuota impor harus diberlakukan sehingga semangat berproduksi gula maupun penyediaan bahan baku berupa tebu oleh para petani tidak terganggu Elbehri et al., 2000. Banyak negara yang menggunakan instrumen kebijakan ini seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, China, India, Thailand LMC, 2002; USDA, 2002 dalam Susila, 2005. Pengaturan atau kebijakan ini esensinya adalah pengenaan tarif impor berdasarkan volume impor. Bila volume yang diimpor melebihi kuota yang telah ditetapkan, maka tarifnya dikenakan tinggi. Sebaliknya bila impor masih dalam kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka tarifnya sesuai dengan ketentuan yang ada. Sebagai ilustrasi bahwa Amerika Serikat pada tahun 2003 melakukan pengenaan tarif US 0,625pound pada volume quota sebesar 1,3 juta ton. Di atas volume quota tersebut dikenakan tarif US 15.36pound. Hal tersebut dalam rangka pengendalian harga dalam negeri. Harga Provenue Harga provenue di sini diartikan sebagai harga di tingkat petani sama dengan harga yang berlaku di dunia. Kondisi tersebut akan terjadi jika asuransi, transportasi dan sebagainya dianggap nol, karena dianggap bahwa Indonesia saat ini sebagai negara kecil dalam hal industri gula dunia Susila, 2005 Subsidi Input Agar tidak bertentangan dengan peraturan internasional, maka subsidi yang diberikan harus selektif seperti subsidi harga pupuk, subsidi harga input, subsidi suku bunga kredit. Salah satu keuntungan pula adalah harga gula domestik tidak naik; karena asuransi, transportasi dianggap nol Murdiyatmo, 2000. Produktivitas Produktivitas dalam kajian ini adalah rasio antara input dan output. Bila output lebih besar dari input dengan kuantiti tertentu dianggap bahwa usaha tersebut dinyatakan sehat. Namun sebaliknya bila proses produksi mulai dari hilir sampai hulu tidak menghasilkan angka yang diinginkan maka usaha dimaksud adalah suatu peluang bisnis yang tidak menjanjikan. Sitorus, 2004. 18

2.6 Pembangunan Berkelanjutan