61 Sebagai tuntutan akademis, agar didapat data yang lebih mikro telah dilakukan
penelitian ke lapangan secara berkala yaitu ke Pabrik Gula Jati Tujuh yang termasuk dalam group RNI II. Pabrik gula Jatitujuh memiliki areal yang luasnya sebesar 11,821
ha tersebar di Kabupaten Majalengka. Lokasi kegiatan Pabrik Gula Jati Tujuh yang dibahas dalam studi AMDAL berada di Kabupaten Majalengka yaitu di Kecamatan Jati
Tujuh, Kecamatan Kertajati. Letak lokasi kegiatan cukup strategis karena mudah dicapai dari berbagai arah baik dari arah Indramayu dan Majalengka maupun dari arah
Cirebon.
4.2 Kondisi Umum Pabrik Gula di Lokasi Penelitian
Pabrik gula pada dasarnya telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan keuntungan, dan sebagainya. Namun hingga saat ini belum
pernah ada yang memotret apakah pabrik gula sudah berlanjut atau belum. Selain hal tersebut juga belum diketahui parameter apa yang paling dominan yang dapat
meningkatkan keberlanjutan pabrik gula. Hal lainnya adalah belum ada yang membuat kajian, alternatif apa yang terbaik untuk mengembangkan pabrik gula tersebut, serta
skenario apa yang dapat membuat pabrik gula menjadi pabrik yang secara ekonomi menguntungkan, secara sosial budaya menciptakan rasa aman, berkeadilan dan makmur
serta tetap dapat menjaga kelestarian lingkungan, dan model seperti apa yang dapat menciptakan pabrik gula menjadi salah satu cara untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan. Hasil penelitian di beberapa pabrik gula yaitu:
1. PTPN X 10 PG, dengan profile sebagai berikut: a. Status perusahaan,
b. dibentuk berdasarkan PP No. 15 Tahun 1996, tanggal 14
Pebruari 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai badan usaha milik negara BUMN ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Jawa Tengah dan Jawa
Timur dari eks PTP XIX, PTP XXI-XXII dan PTP XXVII.
Komoditi usaha yaitu
c. tebu, tembakau dan tanaman serat. Tanaman tebu ditanam
pada areal lahan sawah dan lahan kering seluas 65.320 ha yang terdiri dari areal tebu sendiri seluas 2.857,10 ha dan areal tebu rakyat 62.462,90 ha.
Kebun-kebun, yaitu di PG. Kria, PG. Watoetoelis, PG. Toelangan, PG. Kremboong, PG. Gempolkrep, PG. Djombang Baru, PG. Tjoekir, PG. Lestari,
PG. Meritjan, PG. Pesantren Baru, PG. Ngadiredjo dan PG. Modjopanggoong.
62 d.
e. Produksi tebu pertahun: Gula: 213.219 ton, Gula Industri: 19.138 ton
Tetes : 229.033 ton
2. PTPN XI 16 PG, dengan profile perusahaan: Alamat Jl. Jembatan Merah No. 3-5, Tromol Pos 5077, Surabaya 60175 ;
Telepon: 031 3523143, 3522848 ; Fax 031: 3523167, 3539744 Email ptpn_Xindo.net.id. Perwakilan Jakarta: Jl. Perum Taman Gandaria Blok
F12.A. Kebayoran Baru Jakarta Selatan; Telp 0217396565, fax 021: 7396565.
a. Status perusahaan
Pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 dan merupakan gabungan antara PT
Perkebunan XX Persero dan PT Perkebunan XXIV-XXV Persero yang masing-masing didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 6 Tahun 1972 dan No. 15 Tahun 1975. Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan yang dibuat berdasarkan Akte Notaris Harun Kamil SH, No. 44
tanggal 11 Maret 1996, telah dilakukan perubahan dan mendapat persetujuan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No. C-21048HT.01.04.Th.2002 tanggal 29 Oktober 2002. adalah badan usaha milik negara BUMN agribisnis
perkebunan dengan core business gula. Perusahaan ini bahkan satu-satunya BUMN yang mengusahakan komoditas tunggal, yakni gula, dengan kontribusi
sekitar16-18 terhadap produksi nasional. Sebagian besar bahan baku berasal dari tebu rakyat yang diusahakan para petani sekitar melalui kemitraan dengan
pabrik gula PG. PT Perkebunan Nusantara XI Persero, disingkat PTPN XI, berstatus sebagai badan usaha milik negara BUMN ini merupakan
penggabungan kebun-kebun di Jawa Timur.
Persetujuan perubahan anggaran dasar tersebut sesuai dengan format isian Akta Notaris Model II yang tersimpan dalam database Salinan Akta Nomor 02
tanggal 02 Oktober 2002, yang dibuat oleh Notaris Sri Rahayu Hadi Prasetyo SH, berkedudukan di Tangerang.
Secara umum sebagian besar unit usaha di lingkungan PTPN XI telah beroperasi sejak masa kolonial berkuasa di Hindia Belanda. Kantor Pusat PTPN XI sendiri
merupakan peninggalan HVA yang dibangun pada tahun 1924 dan merupakan
63 lambang konglomerasi industri gula saat itu. Bentuk perusahaan berulang kali
mengalami perubahan dan restrukturisasi terakhir terjadi pada tahun 1996 bersamaan dengan penggabungan 14 PTP menjadi 14 PTPN.
b.
c. Komoditi usaha, mengusahakan hanya satu macam komoditi yaitu tebu.
Tanaman tebu ditanam pada areal lahan sawah dan lahan kering seluas 69.516 ha yang terdiri dari areal tebu sendiri seluas 27.946 ha dan areal tebu rakyat 41.570
ha. Hasil olahan tanaman tebu tersebut dalam bentuk gula tebupasir, tetes, alkohol dan spiritus.
d. Kebun-kebun yang dimiliki 16 unit usaha kebun yang dilengkapai dengan pabrik
pengolahan PG, yaitu: PG. Soedhono; PG. Poerwodadie; PG. Redjosarie PG. Pagottan; PG. Kanigoro; PG. Kedawung; PG.Wonolangan; PG. Gending; PG
Padjarakan; PG. Djatiroto; PG. Semboro; PG. D Maas; PG. Wringin Anom; PG. Olean; PG. Panji; PG. Asembagoes; PG. Pradjekan
Produksi pertahun: gula: 291.894,4 ton, tetes : 208.980,2 ton, alkohol : 459.000,0 ton, spiritus: 274.993,2 ton
3. PT Jawa Manis 1 PG PT Jawamanis Rafinasi merupakan salah satu perusahaan gula rafinasi yang
memproduksi gula putih berkualitas tinggi. Di tingkat nasional, produk-produk terkenal dengan kualitasnya yang tinggi, berkelas internasional dan proses pembuatan gulanya di
atur sedemikian rupa agar sesuai dengan standard management kualitas global. Pabrik yang berlokasi di Ciwandan, Propinsi Banten, dekat dengan pelabuhan
Ciwandan dan Cigading, yang memudahkan fasilitasi proses pembuatan gula. Akses yang mudah ke Jalan Tol Jakarta membuat pergerakan produk yang cepat pula ke
seluruh Jawa. PT Jawa Manis Rafinasi didirikan pada tahun 2002 sebagai perusahaan joint
venture antara perusahaan lokal dan investor asing. Pada saat itu, dibutuhkan produsen
lokal agar produksinya dapat menggantikan produk-produk impor. Kapasitas awal yang hanya 150.000 ton per tahun, meningkat menjadi 340.000 ton gula setiap tahunnya.
Pasar produksi ini pada prinsipnya difokuskan kepada kualitas.
64 4. PT RNI II 5 PG
PT. PG Rajawali II yang bergerak dibidang agro industri sebelumnya mengelola 8 PG dan 1 PSA ex PTP XIV – Cirebon, setelah pengalihan kepada PT RNI pada tahun
1989, dalam perjalanannya 3 PG yang berlokasi di Kabupaten Majalengka dan Cirebon yaitu PG Kadipaten, PG Jatiwangi dan PG Gempol ditutup karena kekurangan bahan
baku. Berdasarkan RUPS tanggal 15 Januari 2003, telah diangkat Dewan Komisaris dan Direksi PT.PG. Rajawali II yang berstatus sebagai anak perusahaan PT RNI dan
beroperasi hingga sekarang. Manajemen PT PG Rajawali II dalam kurun waktu 2003 sampai 2005, seiring
dengan kebijakan yang ditetapkan oleh PT RNI Holding, telah melakukan berbagai tindakan terobosan yang inovatif guna meningkatkan kinerja perusahaan secara
signifikan yaitu dengan melakukan restrukturisasi organisasi, konsolidasi SDM, penataan portofolio bisnis, revitalisasi peralatan pabrik dan lain-lain sehingga mampu
meningkatkan daya saing produk-produk yang dihasilkan. Dalam 3 tahun terakhir PT Rajawali II telah mencapai kinerja terbaik sejak perusahaan ini didirikan. Sebagai
perusahaan dengan kinerja terbaik dalam bidang agro industri berbasis tebu di Indonesia, siap menghadapi tantangan, unggul dalam kompetisi global dan bertumpu
pada kemampuan sendiri own capabilities. Jika pabrik gula akan direstrukturisasi atau dipermodern, memerlukan biaya
yang sangat mahal, walaupun demikian mau tidak mau harus diteliti lebih lanjut tingkat keuntungan jangka panjangnya. Dengan demikian, diharapkan akan memperkecil
ketergantungan terhadap luar negeri, penghematan devisa, nilai usaha menjadi meningkat, industri pendukung industri permesinan, industri logam menjadi tumbuh,
pemberdayaan masyarakat sekitar dan masyarakat konsumen, dan yang lebih penting yaitu kelestarian lingkungan, baik masyarakat petani maupun pada industri gula itu
sendiri. Dalam memperoleh dukungan finansial, industri gula belum mendapat preferensi yang menguntungkan, baik untuk modal kerja maupun dalam rangka
revitalisasi mesin peralatan produksi. Tingkat suku bunga sama dengan pinjaman umum, berkisar antara 14 sampai 24 pertahun. Hal tersebut sangat menyulitkan
berkembangnya industri gula di dalam negeri. Sistem perpajakan terhadap industri gula, baik tata niaga maupun bea masuk dan
PPn impor terhadap mesin perlatan produksi pada umumnya belum berpihak kepada dukungan revitalisasi idustri. Namun demikian ada celah yang agak meringankan yaitu
65 seperti yang termaktub dalam Keppres 802003 dan yang diatur dalam SK Menperin
No. 112004 yang mengatur tingkat komponen dalam negeri TKDN mengamanatkan bahwa dalam pengadaan barang-barang yang telah mencapai tingkat tertentu diberikan
preferensi harga sampai 30. Iklim usaha di sektor industri gula belum sepenuhnya menjanjikan, akibat
beberapa faktor yang sangat berpengaruh seperti penyelundupan, penimbunan, kualitas gula lokal yang lebih rendah dari gula impor. Berbagai faktor ini juga sangat
berpengaruh pada harga eceran. Disamping itu hingga saat ini belum ada kebijakan yang melindungi proteksi bagi para pelaku industri gula dalam arti luas dan layak
Soentoro et al., 1999; Adisasmito, 1998; Sudana et al., 2000. Kemampuan penyediaan lahan oleh industri gula tidak sepenuhnya oleh pabrik
gula itu sendiri, akan tetapi banyak pula industri gula yang lahan tebunya punya masyarakat. Pola tanaman tebu rakyat yang dilakukan oleh pemerintah tahun 80-an,
yaitu pola TRI Tebu Rakyat Intensifikasi dimana pola plasma dan inti dikembangkan, pada awalnya memperoleh antusiasme oleh berbagai fihak, termasuk penyediaan dana
oleh perbankan. Akan tetapi selanjutnya sistem yang secara teoritis sangat bagus, selalu ada perubahan yang pada akhirnya mengganggu terhadap program dimaksud. Sebagai
contoh bahwa masyarakat yang mengelolamenanam tebu tidak lagi mendapat harga yang baik, karena dengan perubahan kondisi tanah yang terus-menerus dieksplorasi
menyebabkan kurangnya daya dukung terhadap hasil panen. Disamping itu, para petani dengan keterbatasan dana tidak mungkin mengubah sistem pola tanam yang harus
bergantian jenis tebunya sesuai dengan kondisi tanah ataupun irigasi yang sangat dibutuhkan oleh tanaman tebu yang semakin hari berebutan dengan alih konversi lahan.
Oleh karena itu, maka partisipasi masyarakat dalam mendukung industri gula nasional masih perlu diperhitungkan dengan seksama. Prinsip kemitraanpartisipasi
masyarakat adalah prinsip yang kuat membantu yang lemah dalam berbagai aspek seperti aspek produktivitas, aspek pemasaran dan aspek kelembagaan Purnaningsih,
1991 dalam Sitorus, 1994. Hal yang sama terjadi pada peralatan giling langsung tebu yang terbuat dari
tembaga, setiap selesai giling pasti mengalami keausan. Untuk memperbaikinya tidak langsung di ”inhouse workshop”, tetapi dilakukan diluar pabrik seperti di PT Barata
Indonesia Surabaya, PT Boma Bisma Indra Surabaya dan PT Rekayasa Industri Jakarta, yang pada gilirannya akan memakan ongkos tinggi dilihat dari transportasi
66 maupun waktu penyelesiannya. Disamping itu perlatan produksi yang sifatnya
”electrical system”, teknologinya sangat bervariatif tergantung pada merek asal unit peralatan produksi tersebut; misalnya dari Belanda, Perancis atau Jerman. Disamping
itu kebutuhan untuk mengkonsumsi gula secara langsung maupun tidak langsung terjadi peningkatan, sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat daya beli masyarakat.
Pembuatan makanan kue-kue yang memerlukan gula sangat bervariatif sesuai dengan temuan-temuan teknologi dan cita rasa yang berkembang dengan pesat, sehingga
memerlukan jumlah tonase gula yang meningkat pula dan besarnya mencapai 2,96. Padahal kenyataan tersebut tidak sejalan dengan terjadinya penurunan produktivitas
industri gula yang besarnya mencapai -6,14 Dewan Gula Indonesia, 2002. Dalam melaksanakan kegiatannya, Pabrik Gula Jatitujuh memanfaatkan
sumberdaya yang ada disekitarnya baik berupa sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kegiatan pemanfaatan kedua sumber daya ini memperhatikan aspek
lingkungan sekitarnya yang meliputi komponen fisik, kimia, biologi, sosial budaya, ekonomi, dan budaya serta komponen kesehatan masyarakat. Namun sebaliknya, bila
terdapat kegiatan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, maka akan berdampak negatif.
Masa hak guna usaha HGU pabrik gula Jatitujuh adalah 25 tahun. Umur kegiatan berlaku selama hak guna usaha berlaku yaitu berdasarkan SK Kepala Badan
Pertahanan Nasional No. 12HGUBPN2004. Lokasi kegiatan afleding kebun tebu terbagi menjadi 4 empat afdeling yaitu
di Jatimunggul, Cibenda, Kerticala dan Jatitujuh. Lokasi kebun ini berada pada elevasi + 25-50 m dpl. Letak lokasi secara geografis berada pada 108
o
6’ 3” BT dan 6
o
6’ 3” LS. Adapun penggunaan lahan di Pabrik Gula Jati Tujuh luasnya mencapai 12 ha,
dengan penggunaan lahan rincinya dapat dilihat pada Tabel 3.
67 Tabel 3. Penggunaan lahan di Pabrik Gula Jati Tujuh
No. Penggunaan Lahan
Luas m
2
1. Lahan tertutup bangunan kedap air
a. Emplasemen 135,4
11,4 b. Jalan
682,4 5,72
c. Kantong air 479,5
4,02 d. Pertamina
66,5 0,56
e. Sungaidaerah genangan 105,7
0,89 f. Luas lahan tertutup
1.469,5 12,33
2. Lahan terbuka
a. Penghijauan dan hortikultura 253,0
2,12 b. Kebun produksi:
- Tebu giling 8.400
70,46 - Tebu bibit
1.000 8,37
c. Lahan terbuka 799,05
6,70 Luas lahan terbuka
10.452,05 87,67
Total luas lahan yang dikuasai 11.921,55
100 Sumber: PT. PABRIK GULA. Rajawali II
4.3 Gambaran Umum Industri Gula Dunia