Kebijakan Industri dan Perdagangan serta Pola Distribusi Gula Penelitian Terdahulu yang Terkait

14 meningkat lebih pesat yaitu 1,3 , dari 143,3 juta ton pada tahun 2004 menjadi 145,1 juta ton pada tahun 2005 FAO dalam Susila, 2006a. Pada tahun 2004, konsumsi gula dunia meningkat menjadi sekitar 143,3 juta ton, atau meningkat sekitar 4 juta ton atau 2,9 lebih tinggi dari periode tahun 2003. Peningkatan konsumsi terutama bersumber dari kelompok negara berkembang sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang cukup baik. Di negara berkembang, konsumsi pada tahun 2004 meningkat 3,8, dari 91,9 juta ton pada tahun 2003 menjadi 95,4 juta ton pada tahun 2004. Kelompok negara di Afrika diperkirakan mengalami peningkatan produksi sebesar 5,3. Pada negara maju, laju peningkatan konsumsi relatif marjinal yaitu hanya sekitar 1,3, dari 47,3 juta ton pada tahun 2003 menjadi 47,9 juta ton pada tahun 2004. Tingkat konsumsi gula dunia pada tahun 2003-2004 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan konsumsi gula dunia tahun 2003 – 2004 Kelompok Negara Konsumsi juta ton Pertumbuhan 2003 2004 Dunia 139.2 143.3 2.9 Negara Berkembang 91.9 95.4 3.8 Amerika Latin dan Karibia 24.8 25.7 3.6 Afrika 7.6 8.0 5.3 Near East 10.6 10.8 1.9 Far East 48.9 50.8 3.9 Negara Maju 47.3 47.9 1.3 Eropa 20.3 20.5 1.0 Amerika Utara 10.1 10.3 2.0 CIS 11.1 11.3 1.8 Oceania 1.4 1.4 0.0 Lainnya 4.4 4.4 0.0 Sumber : FAO dalam Susila, 2006a.

2.2 Kebijakan Industri dan Perdagangan serta Pola Distribusi Gula

Kebijakan pemerintah terhadap usaha tani padi, pencabutan subsidi pupuk, berdampak pada produktivitas industri gula Soentoro et al., 1999. Jaminan harga dan ketidak pastian berusaha dalam sektor industri gula, salah satu sebab para petani tebu dan industri gula menjadi ragu dalam melakukan usahanya Murdiyatmo et al., 2000. Penurunan produksi oleh industri gula nasional, otomatis diisi oleh gula impor. Hal ini terjadi dimanapun, bukan di Indonesia saja, sehingga devisa yang harus 15 dikeluarkan cukup besar. Hal ini berdampak pada ketahanan stabilitas ekonomi dan politik Simatupang et al., 2000

2.3. Penelitian Terdahulu yang Terkait

Penelitian yang sudah dilakukan terdahulu yang berkaitan dengan tanaman tebu dan industri gula dan antara lain adalah: 1. Idha Haryanto Soemodihardjo 2007: Optimum Penggunaan Lahan Di Daerah Penghasil Padi dan Tebu di Jawa Timur. Pada penelitian tersebut diuraikan mengenai permasalahan lahan yang ditanami tebu sering tumpang tindih dengan padi, dimana tidak ada kesinambungan penanaman tebu. Sehingga penyediaan bahan baku berupa tebu untuk industri gula sangat tidak menentu. Walaupun demikian, hal ini menjadi salah satu inputan dalam menelaah industri gula, dari sisi penyediaan lahan bagi kelangsungan produktifitas industri gula 2. Victor Siagian 1999: Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia; Pendekatan Fungsi Biaya Multi-Input. Penelitian ini menitik beratkan kepada optimalisasi produksi dari sisi off farm, artinya orientasi pada mesin-mesin pengolah di pabrik gula. Sedangkan untuk on farm di lahan produksi, belum mendapat sorotan yang lebih luas. Hasil penelitian inipun menjadi salah satu rujukan dalam penentuan kebijakan untuk revitalisasi permesinan selanjutnya di industri gula berbasis tebu. 3. Ruchiyat Deni Djakapermana 2006: Disain Kebijakan dan Strategi Dalam Pemanfaatan Ruang Wilayah Pulau Kalimantan. Seperti kita ketahui bahwa Kalimantan adalah Raksasa lahan yang masih tidur, belum dimanfaatkan optimal untuk kegiatan ekonomi dalam arti luas. Untuk itu agar tidak terjadi salah kelola atau menjadi berantakan dalam peruntukkannya, maka telah dikaji pemanfaatan lahan dari sisi tata ruang. Kondisi ini penting mengingat nilai tanah yang sangat strategis guna kehidupan manusia dimuka bumi ini dalam penyelenggaraan penjaminan kehidupannya yang adil, merata dan berkesinambungan. Penelitian ini juga menjadi salah satu acuan dalam penataan ruang untuk industri gula di masa datang 4. Wayan Reda Susila 2006: Pengembangan Industri Gula Indonesia; Analisis Kebijakan dan Keterpaduan Sistem Produksi. Di dalam penelitian tersebut hampir komprehensif, antara lain mengenai kebijakan pemerintah dibidang harga, impor 16 dan tarifnya; pertanahan, sistem produksi. Belum dilihat secara menyeluruh tentang pengaruh yang bisa menimbulkan dampak terhadap produktifitas; seperti manajemen, teknologi produksi dilihat dari permesinan dan on farm itu sendiri.

2.4 Kerangka Teoritis Proteksi