Karakteristik Morfologi Selulosa Terfibrilasi

61 dicampurkan dengan matriks PP. Pencampuran PP dan komposit PLAselulosa terfibrilasi dilakukan dalam rheomix. Walaupun tanpa menggunakan MAPP, penambahan selulosa terfibrilasi, menyebabkan peningkatan kekuatan komposit PPPLA. Nilai keteguhan tarik komposit PPLASelulosa terfibrilasi dengan berbagai variasi waktu fibrilasi berkisar antara 10,78  17,39 Nmm 2 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, waktu fibrilasi berpengaruh terhadap nilai keteguhan tarik komposit secara nyata Lampiran 23. Gambar 4.40 Keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa pelepah sawit terfibrilasi selama 0, 1, 2, 3, 6, 12 menit, kecepatan 16.000 rpm Fibrilasi selulosa pada kecepatan 16.000 rpm selama 2 menit, menghasilkan selulosa terfibrilasi yang dapat meningkatkan keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa OPF menjadi 17,39 Nmm 2 atau 55,27 lebih tinggi dibandingkan dengan komposit PPPLA. Sedangkan selulosa OPF yang difibrilasi pada kecepatan yang sama selama 3 menit menghasilkan keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi sebesar 16,30 Nm 2 atau 45,54 lebih tinggi dari komposit PPPLA. Peningkatan keteguhan tarik tersebut disebabkan karena peningkatan aspek rasio selulosa akibat diameter selulosa menjadi lebih kecil setelah proses fibrilasi. Namun, fibrilasi selama 12 menit cenderung untuk menurunkan aspek rasio selulosa karena serat selulosa terpotong dengan lebih intensif dibandingkan penguraian serat selulosa Gambar 4.41. Gambar 4.41 Selulosa pelepah sawit terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm: a 1 menit, b 2 menit, c 6 menit, d 12 menit, pembesaran 200x 62 Sifat mekanis dari polimer yang diperkuat serat pendek tergantung pada distribusi panjang serat dan distribusi orientasi serat Fu dan Lauke 1996. Panjang serat kritis adalah panjang serat yang dibutuhkan untuk dapat menahan tekanan jika serat tersebut digunakan sebagai penguat dalam komposit. Jika panjang serat melebihi panjang serat kristis, maka serat akan sulit mempertahankan strukturnya akibat terjadi penumpukan serat dan serat yang saling silang selama proses pencampuran. Selain itu, masalah dispersi serat dalam polimer juga disebabkan oleh distribusi serat dalam matriks yang tidak merata Lee dan Ryu 1999. Pengamatan terhadap penampang melintang komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi menunjukkan bahwa selulosa OPF terfibrilasi selama 1 menit, belum terdispersi dengan baik dalam matriks polimer. Fibrilasi selulosa OPF selama 3 menit, telah berhasil mengurai selulosa sehingga dispersinya di dalam matriks polimer menjadi lebih baik Gambar 4.42. Gambar 4.42 Komposit PPPLAselulosa pelepah sawit terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm: a 1 menit, b 2 menit, c 3 menit, d 6 menit, e 12 menit, pembesaran 200x Modulus tarik komposit PP dan PLAselulosa yang difibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm dengan variasi waktu fibrilasi, yaitu: 1, 2, 3, 6, 12 menit, ditunjukkan pada Gambar 4.43. Modulus tarik komposit PPPLA sebesar 959 Nmm 2 , lebih rendah dibandingkan dengan PP murni 1.250 Nmm 2 dan PLA muri 1.200 Nmm 2 . Penambahan selulosa terfibrilasi, menyebabkan penurunan modulus tarik komposit. Nilai modulus tarik komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dengan berbagai variasi waktu fibrilasi berkisar antara 564  1.060 Nmm 2 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, waktu fibrilasi berpengaruh terhadap nilai keteguhan tarik komposit hanya pada komposit dengan selulosa yang difibrilasi 0 dan 1 menit Lampiran 24. Selulosa tanpa fibrilasi dan difibrilasi selama 1 menit menghasilkan komposit dengan modulus tarik lebih rendah dibandingkan dengan komposit PPPLA. Sedangkan nilai modulus tarik komposit dengan selulosa yang difibrilasi selama 2, 3, 6, 12 menit, tidak berbeda secara statistik. Penambahan selulosa yang difibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm selama 3 menit menghasilkan komposit dengan nilai modulus tarik komposit 1.060 Nmm 2 atau 10,53 lebih tinggi dari komposit PPPLA. 63 Gambar 4.43 Modulus tarik komposit PLAPPselulosa pelepah sawit terfibrilasi selama 0, 1, 2, 3, 6, 12 menit, pada kecepatan 16.000 rpm Umumnya pengaruh dari penambahan serat pendek terhadap modulus matriks termoplastik dipengaruhi oleh beberapa parameter, di antaranya: dispersi serat, konsentrasi serat fraksi serat, orientasi serat, aspek rasio serat dan kekakuan serat Lopez et al. 2012. Penurunan modulus tarik disebabkan oleh dispersi serat yang tidak merata di dalam matriks karena perbedaan sifat antara PP hidrofobik, PLA cenderung hidrofilik dan selulosa hidrofilik. Campuran polimer yang tidak sesuai menyebabkan terjadinya batas antara fase PLA dan PP, sehingga gaya yang dibebabkan pada komposit tidak dapat terdistribusi dengan efektif melewati batas interface antara kedua matriks, dan dapat menyebabkan komposit menjadi mudah patah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan kompatibilisator compatibilizer agent seperti polipropilena yang dicangkok dengan maleat anhidrida MAPP. Kompatibilisator diharapkan dapat mengoptimalkan tegangan permukaan interfacial tension, menstabilkan morfologi dan meningkatkan perekatan antara fase Ploypetchara et al. 2014. Regangan maksimum komposit PPPLAselulosa pelepah sawit terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm disajikan pada Gambar 4.44. Regangan maksimum suatu komposit polimer menunjukkan persentase peningkatan panjang komposit yang terjadi ketika komposit ditarik sampai batas kekuatannya strain at tensile strength . Polimer atau komposit berbasis elastomer atau olefin regangan maksimumnya lebih besar dari polimer atau komposit yang bersifat tegar rigid. Komposit dengan nilai keteguhan tarik tinggi dan regangan maksimum tinggi merupakan komposit dengan tangguh, karena mampu menahan beban dalam waktu yang cukup lama. Nilai regangan maksimum komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dengan berbagai variasi waktu fibrilasi berkisar antara 5,77  7,25 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, waktu fibrilasi berpengaruh terhadap nilai regangan maksimum komposit Lampiran 25. 64 Gambar 4.44 Regangan maksimum komposit PLAPPselulosa pelepah sawit terfibrilasi selama 0,1, 2, 3, 6, 12 menit, kecepatan 16.000 rpm Pada penelitian ini, regangan maksimum PP murni sebesar 18,23 , dan setelah penambahan PLA yang bersifat getas regangan 11,28 , regangan maksimum dari campuran PPPLA turun menjadi 2,98. Adanya selulosa terfibrilasi selama 2 menit atau 3 menit ke dalam campuran PLAPP dapat meningkatkan regangan maksimum komposit menjadi 7,25 atau 6,75, dengan kata lain terjadi peningkatan regangan sebesar 143 atau 126 dibandingkan komposit PPPLA. PP merupakan polimer yang bersifat semikristalin. Adanya daerah yang bersifat amorf, menyebabkan struktur kristalin dalam PP dapat berubah meregang ketika terjadi pembebanan. Peregangan kristalin PP bersifat dapat balik reversible sampai batas tertentu. Jika regangan kristalin PP mencapai batas tidak dapat balik, PP akan mengalami deformasi. Sedangkan PLA merupakan polimer yang bersifat getas, yang strukturnya sulit meregang jika ada pembebanan. Penambahan selulosa ke dalam PLA kemudian dicampurkan dengan PP menyebabkan sistem komposit menjadi lebih heterogen. Selulosa terfibrilasi yang bersifat semi kristalin dapat membantu menahan beban pada komposit PPPLAselulosa sehingga regangan maksimum meningkat. 4.5.2.2 Keteguhan tarik, modulus tarik dan regangan maksimum komposit PPPLAselulosa terfibrilasi atau pulp terfibrilasi Untuk memahami pengaruh waktu fibrilasi terhadap sifat mekanis komposit, fibrilasi selulosa juga dilakukan pada kecepatan 8.000 rpm. Selain itu dilakukan juga fibrilasi terhadap pulp terputihkan pelepah sawit pada kecepatan 16.000 rpm. Keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa yang difibrilasi dengan kecepatan 8.000 rpm dan 16.000 rpm serta komposit PPPLApulp terputihkan yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3, 6, 12 menit disajikan pada Gambar 4.45. Nilai keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 8.000 rpm dan 16.000 rpm berkisar antara 10,28  16,97 Nmm 2 . 65 Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0.05, kecepatan fibrilasi, tidak berpengaruh terhadap nilai keteguhan tarik komposit, sedangkan waktu fibrilasi berpengaruh secara statistik Lampiran 26. Gambar 4.45 Keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi dan komposit PPPLApulp terputihkan OPF terfibrilasi Nilai keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dan PPPLApulp terputihkan terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 16.000 rpm berkisar antara 10,28  17,27 Nmm 2 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0.05, jenis pengisi maupun waktu fibrilasi tidak berpengaruh terhadap nilai keteguhan tarik komposit Lampiran 27. Pulp terputihkan pelepah sawit terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm selama 6 menit dalam komposit PPPLA menunjukkan performa yang serupa dengan selulosa pelepah sawit terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm dan 8.000 rpm pada waktu yang sama. Fibrilasi pulp terputihkan pelepah sawit selama 12 menit pada kecepatan 16.000 rpm menunjukkan keteguhan tarik yang lebih tinggi 59 dibandingkan dengan keteguhan tarik komposit PPPLAselulosa terfibrilasi pada kecepatan 16.000 rpm. Kemampuan pulp terputihkan terfibrilasi untuk meningkatkan keteguhan tarik komposit, disebabkan karena pulp terputihkan mampu mempertahankan strukturnya pada arah longitudinal ketika gaya sentrifugal dari high speed blender mengurai pulp terputihkan pada arah transversal menjadi pulp terurai dengan diameter yang lebih kecil. Dengan diameter yang lebih kecil, aspek rasio dari pulp terurai meningkat dan kemampuan untuk menahan beban dalam komposit meningkat. Modulus tarik komposit PPPLAselulosa yang difibrilasi dengan kecepatan 8.000 rpm dan 16.000 rpm serta komposit PPPLApulp terputihkan yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3, 6, 12 menit disajikan pada Gambar 4.46. Nilai modulus tarik komposit PPPLASelulosa terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 8.000 rpm dan 16.000 rpm berkisar antara 872  1.348 Nmm 2 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, kecepatan fibrilasi berpengaruh terhadap nilai modulus tarik komposit, sedangkan waktu fibrilasi tidak berpengaruh secara statistik Lampiran 28. 66 Gambar 4.46 Modulus tarik komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi dan komposit PPPLApulp terputihkan OPF terfibrilasi Nilai modulus tarik dari komposit PPPLA dengan pengisi selulosa pelepah sawit yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm, lebih rendah dibandingkan dengan komposit PPPLAselulosa pelepah sawit terfibrilasi dengan kecepatan 8.000 rpm. Pada kecepatan fibrilasi 16.000 rpm, putaran pisau blender menyebabkan selulosa pelepah sawit cenderung terpotong daripada terurai. Sehingga selulosa pelepah sawit yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm memiliki aspek rasio yang rendah. Nilai modulus tarik komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dan PPPLApulp terputihkan terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 16.000 rpm berkisar antara 872  1.126 Nmm 2 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, jenis pengisi maupun waktu fibrilasi tidak berpengaruh terhadap nilai modulus tarik komposit Lampiran 29. Gambar 4.47 Regangan maksimum komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi dan komposit PPPLApulp terputihkan OPF terfibrilasi 67 Regangan maksimum komposit PPPLAselulosa yang difibrilasi dengan kecepatan 8.000 rpm dan 16.000 rpm serta komposit PPPLApulp terputihkan yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm selama 3, 6, 12 menit disajikan pada Gambar 4.47. Nilai regangan maksimum komposit PPPLASelulosa terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 8.000 rpm dan 16.000 rpm berkisar antara 2,54  7,15 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, kecepatan fibrilasi, berpengaruh terhadap nilai regangan maksimum komposit, sedangkan waktu fibrilasi tidak berpengaruh secara statistik Lampiran 30. Nilai regangan maksimum komposit PPPLAselulosa terfibrilasi dan PPPLApulp terputihkan terfibrilasi dengan waktu fibrilasi 16.000 rpm berkisar antara 5,19  7,15 . Berdasarkan analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05, jenis pengisi maupun waktu fibrilasi tidak berpengaruh terhadap nilai regangan maksimum komposit Lampiran 31. Teknik fibrilasi untuk menghasilkan selulosa berukuran nano dari pulp basah kayu holoselulosa dengan kadar lignin 0,1 dan alfa selulosa 72,5 telah dilakukan oleh Uetani dan Yano 2011. Dengan menggunakan mikroskop optik, mereka menjelaskan bahwa fibrilasi slurry-pulp kayu mengandung 0.7 pulp dengan kecepatan 37000 rpm menghasilkan 2 macam struktur, yaitu long-straw- pulp dengan struktur dinding sel yang masih utuh dan pulp yang sudah terfragmentasi dengan struktur dinding sel yang robek. Kedua bentuk tersebut kemudian terurai menjadi serat berukuran nano, namun dengan mekanisme yang berbeda. Pada kecepatan putar 1 menit dan 3 menit, sebagian straw-pulp akan mengembang dan membentuk struktur seperti balon yang semakin membesar dan akhirnya berhasil memisahkan fibril selulosa dari straw-pulp. Sedangkan fragmen pulp, langsung memecah secara memanjang longitudinal. Dengan demikian teknik fibrilasi menggunakan blender berkecepatan tinggi dapat dilakukan dengan memperhatikan konsentrasi slurry pulp dan kecepatan putar selama fibrilasi. 4.5.2.3 Sifat termal PPPLA dan komposit PPPLASelulosa Terfibrilasi Analisis sifat termal dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat termal contoh uji selama perlakuan panas, termasuk titik leleh dari contoh uji. Ketika contoh uji menyerap panas, kurva DSC akan menunjukkan puncak endotermik, sedangkan ketika contoh uji melepaskan panas, kurva DSC akan menunjukkan puncak eksotermik. Termogram dari polipropilena menunjukkan titik leleh Tm, yaitu pada suhu 167 C dan titik kristalisasi Tc, yaitu pada suhu 224 C Gambar 4.48a. Titik transisi gelas PP tidak dapat dideteksi, karena titik transisi gelas PP homopolimer adalah pada suhu 0 C [PT Tri Polyta Indonesia], sedangkan uji sifat termal dilakukan pada rentang suhu 30 C  300C. Penambahan PLA amorf menyebabkan perubahan sifat termal komposit PPPLA Gambar 4.48b, yaitu peningkatan titik transisi gelas 58 C, penurunan titik leleh 162C dan penurunan titik kristalisasi 205 C. Perubahan sifat termal yang terjadi pada komposit PPPLA menyebabkan perubahan sifat mekanik. Polipropilena yang sebelumnya bersifat lunak dan mudah mulur, dengan penambahan PLA, menjadi bersifat keras dan kaku. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, keteguhan tarik, modulus tarik dan regangan maksimum dari PP adalah 22,50 Nmm 2 , 1.140 Nmm 2 , dan 9,81. 68 Sedangkan keteguhan tarik, modulus tarik dan regangan maksimum komposit PPPLA adalah 11,20 Nmm 2 , 959 Nmm 2 , dan 2,98. Gambar 4.48 Kurva DSC dari a PP homopolimer, b PPPLA amorf Termogram pada Gambar 4.49 menunjukkan bahwa penambahan pulp terfibrilasi tidak banyak mempengaruhi titik leleh komposit PPPLApulp terfibrilasi, namun meningkatkan titik kristalisasi 226 C. Komposit PPPLApulp terfibrilasi juga menunjukkan titik leleh sekunder titik leleh setelah kristalisasi pada suhu 283 C. Gambar 4.49 Kurva DSC dari komposit PPPLA amorfpulp terfibrilasi

4.6 Potensi Pengembangan Industri Komposit Polipropilena- Serat Pelepah Sawit

Kesadaran untuk menjamin agar kelestarian lingkungan tetap terjaga, mendorong pengembangan produk dengan menggunakan material yang ramah lingkungan. Produk komposit berbasis polimer yang sebelumnya menggunakan serat sintetis sebagai salah satu komponen penyusunnya, mulai bergeser dengan 69 memanfaatkan serat alam. Berbagai aplikasi produk komposit polimer-serat alam diantaranya untuk otomotif, pesawat, konstruksi, furnitur, turbin, peralatan olahraga, peralatan elektronik atau peralatan telekomunikasi. Begitu luas aplikasi produk komposit, memungkinkan pengembangan produk komposit akan mendorong pengembangan sektor industri lainnya. Mengacu pada tiga misi utama industri nasional yaitu 1 pertumbuhan ekonomi di atas 7, 2 peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa, dan 3 penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan, Pemerintah telah menetapkan 10 klaster industri yang akan dikembangkan untuk mencapai salah satu tujuan negara yaitu mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025. Industri otomotif dan komponen otomotif merupakan salah satu klaster industri unggulan yang diharapkan dapat berperan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 7 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 2010. Pengembangan industri otomotif sangat strategis, karena beberapa hal diantaranya yaitu memiliki keterkaitan yang luas dengan sektor ekonomi lainnya, menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak, dapat menjadi penggerak pengembangan industri kecil menengah, dan menggunakan teknologi sederhana sampai teknologi tinggi Departemen Perindustrian 2009. Perkembangan industri kendaraan bermotor di dalam negeri masih belum sepenuhnya ditopang oleh industri komponen. Hal ini nampak dari masih tingginya komponen impor terutama dari masing-masing negara pemilik teknologi. Karena itu pembangunan industri komposit polimer-serat alam sebagai komponen interior maupun eksterior otomotif perlu dilakukan untuk menopang industri otomotif nasional. Industrialisasi produk komposit polimer-serat alam perlu didukung oleh banyak faktor, di antaranya ketersediaan dan kontinyuitas bahan baku, penguasaaan teknologi proses pembuatan komposit dan adanya permintaan pasar. Analisis potensi serat pelepah sawit, daya dukung industri polipropilena dan kebutuhan komposit polipropilena-serat alam untuk komponen otomotif diuraikan sebagai data pendukung untuk pengembangan industri produk komposit polimer- serat alam. Secara khusus analisis ini bertujuan untuk menggambarkan potensi pengembangan industri komposit polipropilena-serat pelepah sawit sebagai komponen interior otomotif.

4.6.1 Potensi serat pelepah sawit sebagai sumber bahan baku produk komposit

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 10.956.231 hektar. Perkebunan kelapa sawit terutama tersebar di pulau Sumatera dan Kalimantan. Propinsi Riau memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia mencapai 2,29 juta hektar, diikuti oleh Propinsi Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan, yaitu berturut-turut seluas 1,39 juta hektar, 1,15 juta hektar dan 1,11 juta hektar Nuryati dan Waryanto 2014. Saat ini, pelepah sawit telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kandungan selulosa dalam pelepah sawit memungkinkan pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Namun pelepah sawit mengandung lignin sebanyak 25,42 atau 13,27 setelah proses fermentasi dalam pembuatan silase pelepah sawit, menyebabkan tingkat kecernaan pakan yang mengandung pelepah sawit masih rendah Imsya 2013. Dalam pakan ternak, pelepah sawit dapat digunakan sebagai pengganti 70 rumput sampai 80 tanpa mengurangi laju pertumbuhan bobot badan domba yang sedang tumbuh Ginting dan Elizabeth 2003. Daya cerna pakan ternak yang mengandung pelepah sawit dengan kisaran 10-40 cukup baik pada ternak domba dan kambing Purba dan Ginting 1995. Selain untuk pakan domba dan kambing, pelepah sawit juga dapat dijadikan pakan untuk sapi potong. Formula pakan ternak yang disukai sapi potong mengandung 60 pelepah sawit dengan jumlah konsumsi pakan 7 – 10 kg per ekor per hari Elizabeth dan Ginting 2003. Pada tahun 2014, populasi sapi potong di Propinsi Riau mencapai 194.721 ekor. Selain untuk sapi potong, pelepah sawit juga dapat digunakan sebagai pakan ternak untuk kambing dan domba. Berdasarkan data kebutuhan pakan sapi potong seperti yang telah diuraikan sebelumnya, jumlah pelepah sawit yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi, kambing, domba potong di Propinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat disajikan pada Tabel 4.20. Tabel 4.20 Kebutuhan pelepah sawit untuk pakan ternak per tahun Propinsi Populasi Ternak potong ekor Kebutuhan Pelepah Sawit untuk Pakan ton Sapi Kambing Domba Riau 194.721 189.784 5.283 853.636 Sumatera Utara 654.185 894.235 625.297 4.760.440 Kalimantan Tengah 60.176 46.519 2.384 238.883 Sumatera Selatan 233.223 363.440 30.527 1.373.546 Kalimantan Barat 154.472 188.404 256 751.459 Sumber data populasi ternak potong: Nuryanti dan Waryanto 2014 Setelah dimanfaatkan sebagai pakan ternak, ternyata pelepah sawit yang tersisa masih berlimpah, seperti yang disajikan pada Tabel 4.21. Dengan asumsi bahwa pelepah yang dipangkas dari 1 ha kebun sawit per tahun adalah 6 ton, maka tersedia pelepah sawit sebanyak 44,49 juta ton per tahun di Propinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat. Tabel 4.21 Potensi pelepah sawit untuk bahan baku komposit per tahun Propinsi Luas Kebun Sawit Ha Pelepah Sawit untuk Pakan ton Potensi Pelepah Sawit untuk Produk Komposit ton Riau 2.296.849 853.636 12.927.458 Sumatera Utara 1.392.532 4.760.440 3.594.752 Kalimantan Tengah 1.156.653 238.883 6.701.035 Sumatera Selatan 1.111.050 1.373.546 5.292.754 Kalimantan Barat 959.226 751.459 5.003.897 Sumber data luas kebun sawit : Nuryanti dan Waryanto 2014 Dari 44,49 juta ton pelepah sawit tersebut, hanya 7,98 juta ton yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Sejumlah besar pelepah sawit yaitu sebesar 33,51 juta ton belum termanfaatkan. Karena itu pemanfaatan pelepah sawit sebagai bahan baku produk komposit menjadi upaya diversifikasi produk dari pelepah sawit yang perlu dikembangkan dengan menerapkan teknologi proses pengolahan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Salah satunya dengan