Kebaruan Penelitian Rekayasa Proses Fibrilasi Selulosa Untuk Penguat Dan Pengisi Komposit Polimer

7 hemiselulosa dapat mencegah terjadinya aglomerasi mikrofibril selulosa Sorek et al. 2014. Sedangkan lignin merupakan matriks tempat melekatnya selulosa dan hemiselulosa Davison et al. 2013. Selulosa merupakan homopolisakarida dengan molekul penyusun berupa C 6 H 10 O 5 n, tersusun dalam rantai lurus yang terhubung dengan formasi -1,4 membentuk struktur fibril fibril elementer selulosa. Ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil dan atom oksigen, baik dalam rantai glukosa yang sama atau antar rantai glukosa yang berseberangan, menyebabkan selulosa dapat membentuk struktur makrofibril selulosa Ding et al. 2013, Li et al. 2014. Mikrofibril selulosa menggambarkan struktur selulosa dengan ketebalan 10-25 nm untuk selulosa dari bakteri dan alga Brett 2000 atau 3-10 nm untuk selulosa dari tanaman tingkat tinggi Thomas et al. 2013, Zhang 2013. Lebar lateral size dari rantai glukosa adalah sekitar 0,3 nm Ioelovich 2008. Rantai molekul selulosa membentuk mikrofibril yang terdiri dari bagian kristalin, parakristalin dan amorf Kulasinski et al. 2014. Ragam keberadaan agregat kristalin dalam molekul selulosa menyebabkan selulosa memiliki beberapa alomorf, molekul selulosa yang terbentuk secara alami adalah alomorf I  Nishiyama et al. 2002. Susunan molekul selulosa yang teratur, di-interupsi oleh susunan tidak teratur setiap rentang 60 nm, yang memungkinkan terjadinya lipatan rantai selulosa De-Souza et al. 2002. Kekuatan selulosa dipengaruhi oleh struktur kristal tersebut. Struktur kristal selulosa menunjukkan modulus elastisitas sebesar 120-140 GPa Tashiro dan Kobayashi 1990 sehingga menyebabkan kekakuan pada rantai selulosa. Modulus elastisitas selulosa dipengaruhi oleh kristalinitas dan interaksi antara bagian selulosa kristalin dan selulosa amorf Cabrera et al. 2011. Kekuatan selulosa juga ditunjukkan dengan keteguhan tarik tensile strength kristal selulosa yang tinggi, yaitu antara 0,8 – 10 GPa Zimmermann et al. 2004. Sifat mekanik ini menyamai serat aramid yang dikenal sebagai serat sintetis yang sangat kuat. Indeks kristalinitas selulosa dapat ditentukan dengan beberapa teknik, yaitu difraksi sinar X atau XRD Evans et al. 1995; Gumuskaya et al. 2003; Zhao et al. 2007, Spektroskop infra merah atau FTIR Evans et al. 1995; Gumuskaya et al. 2003, nuclear magnetic resonance atau NMR Evans et al. 1995; Zhao et al, 2007. Di antara teknik tersebut, XRD memiliki kelebihan, di antaranya: XRD mengukur fraksi molekul yang tersusun dalam pola teratur yang berulang Mann 1962 dan memberikan data kristalin selulosa yang lebih terperinci Terinte et al. 2011. Difraksi sinar X menunjukkan sinyal kuat dari fraksi kristalin selulosa. Sinyal tersebut dapat digunakan untuk menentukan parameter kristalografis, misalnya jarak antar unit sel kristal Zugenmaier 2001. Selain menggunakan metode XRD untuk memahami kristalinitas selulosa, pengamatan gugus fungsional dalam rantai selulosa menggunakan metode FTIR juga dapat membantu untuk memahami keteraturan susunan molekul selulosa. Bodirlau dan Teaca 2009 mengungkapkan bahwa FTIR merupakan teknik yang berguna untuk meng-analisis perubahan komponen kimia dan struktur yang terjadi dalam komponen kayu akibat berbagai perlakuan. Dalam suatu penelaahan singkat mini review, Alonso-Simon et al. 2011 mengungkapkan bahwa FTIR merupakan metode yang cepat, mudah dan powerful untuk meng-analisis perubahan pada komponen dinding sel, dengan pendugaan ikatan silang dan gugus fungsional. Abidi et al. 2014 menggunakan FTIR untuk mengamati perubahan 8 dalam dinding sel dan pembentukan selulosa selama proses pertumbuhan tanaman kapas. Mikrofibril selulosa didapatkan dari selulosa yang diproses mekanis menggunakan disc refiner dan homogenizer sampai ukurannya berskala nano dan menghasilkan selulosa dengan area permukaan yang luas Nakagaito dan Yano 2004. Sedangkan whisker selulosa adalah mikrofibril yang dihidrolisis asam untuk menghilangkan daerah amorf. Whisker selulosa memiliki diameter 2-20 nm, panjang 100-600 nm dan aspek rasio panjangdiameter antara 10-100 Siro dan Plackett 2010.

2.3 Komposit Polimer-Selulosa

Sifat mekanis selulosa yang kuat memungkinkan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai penguat dalam produk komposit polimer. Di antara berbagai jenis polimer termoplastik, polipropilena PP dan polietilena PE lebih sesuai digunakan sebagai matriks untuk serat alam. Suhu yang dibutuhkan dalam proses pengolahan PP atau PE tidak melebihi 230 C, sehingga tidak akan merusak serat alam yang digunakan sebagai penguat Taj et al. 2007. Jika dibandingkan dengan PE, PP mempunyai sifat yang lebih menguntungkan, yaitu: transparan, suhu distorsi panas yang lebih tinggi, lebih stabil dan kekuatan menahan benturan yang lebih tinggi Shubhra et al. 2011. Selain dipengaruhi oleh karakteristik selulosa, performa komposit PP-serat alam juga dipengaruhi oleh metode pembuatan komposit. Pembuatan komposit PP-serat alam dapat dilakukan dengan cara ekstrusi, injeksi atau cetak kompresi compression molding. Bengtsson et al. 2007 menggunakan pulp sulfit atau pulp kraft dipucatkan dalam bentuk pelet kemudian dicampur dengan PP dalam ekstruder. Wu et al. 2012 membuat komposit PP dengan pengisi fibril batang padi rice straw fibril yang diperoleh dari pulp batang padi dengan urutan proses: penggilingan, fibrilasi dengan ultrasonikator, pengeringan beku dan penggilingan lanjutan. Sedangkan Khalid et al. 2008 menggunakan selulosa dan serat tandan kosong sawit yang dikeringkan dalam oven kemudian digiling menjadi serbuk ber-diameter 500 µm. Secara umum selulosa atau serat alam yang digunakan sebagai pengisi dalam komposit PP perlu dikeringkan dan dikecilkan ukurannya sebelum dicampur dengan PP. Tingkat disintegrasi atau fibrilasi selulosa mempengaruhi sifat mekanis selulosa. Proses pulping serat kayu akan menghasilkan pulp selulosa dengan kekuatan tarik sebesar 100 MPa. Proses disintegrasi lebih lanjut, baik secara mekanis maupun dengan menggunakan bahan kimia menghasilkan serat tunggal single fiber dengan kekuatan tarik sebesar 700 MPa. Serat yang dihidrolisis asam sehingga membentuk struktur kristal akan mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi hingga 10.000 MPa Zimmermann et al. 2004. Fibrilasi secara mekanis telah dilakukan oleh Turbak et al. 1983 menggunakan homogenizer bertekanan tinggi high-pressure homogenizer, atau oleh Iwamoto et al. 2008 menggunakan Masuko Sangyo Grinder, atau oleh Cheng et al. 2010 menggunakan ultrasonikator, atau oleh Hrabalova et al. 2011 menggunakan Megatron Ultraturrax, untuk menghasilkan selulosa terfibrilasi. Menurut Henriksson 2008, lembaran tipis MFC memiliki keteguhan