Keteguhan dan modulus tarik komposit PPOPF dan PPdVR

56 antara 13,58  18,24 Nmm 2 . Nilai tersebut lebih rendah dari nilai keteguhan lentur dari komposit PPserat daun akar wangi yang direndam dalam NaOH 1 bv selama 5 hari OPF, berukuran 2 mm yang dilaporkan sebesar 26,60 Nmm 2 Ruksakulpiwat et al. 2007. Nilai keteguhan tarik komposit PPpulp dVR yang rendah dalam penelitian ini disebabkan terjadinya aglomerasi pulp dVR yang menyebabkan pulp dVR tidak dapat terdispersi dengan baik dalam matriks PP. Nilai modulus tarik polipropilena adalah sebesar 1.140 Nmm 2 . Penambahan pulp pelepah sawit meningkatkan modulus tarik komposit sehingga berkisar antara 1.336  1.488 Nmm 2 . Sedangkan penambahan pulp akar wangi menyebabkan modulus tarik komposit menjadi berkisar antara 1.127  1.348 Nmm 2 . Analisis keragaman ANOVA dengan  = 0,05 dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh jenis pulp dan bentuk pulp terhadap modulus tarik komposit. Berdasarkan analisis keragaman, modulus tarik komposit PPOPF tidak dipengaruhi oleh jenis maupun bentuk pulp Lampiran 21. Sedangkan modulus tarik komposit PPdVR dipengaruhi oleh jenis pulp, tetapi tidak dipengaruhi oleh bentuk pulp Lampiran 22. 4.4.3 Regangan maksimum komposit PPOPF dan PPdVR Nilai regangan maksimum polipropilena adalah sebesar 9,35 . Penambahan pulp pelepah sawit meningkatkan regangan maksimum komposit sehingga berkisar antara 6,06  7,38 . Sedangkan penambahan pulp akar wangi menyebabkan regangan maksimum komposit menjadi berkisar antara 4,15  4,94 . Data lengkap nilai regangan maksimum komposit disajikan pada Tabel 4.19 dan Gambar 4.34. Tabel 4.19 Regangan maksimum komposit PPOPF atau PPdVR Jenis dan bentuk pengisi komposit Regangan maksimum Pelepah sawit Ampas akar wangi Pulp-soda-terurai Pulp-soda-padat Pulp terputihkan-terurai Pulp terputihkan-padat 6,06 7,25 7,38 7,24 ± ± ± ± 0,31 0,21 0,55 0,30 4,15 4,94 4,47 4,90 ± ± ± ± 0,40 0,53 0,34 0,57 Gambar 4.34 Regangan maksimum komposit PP dengan pengisi OPF atau dVR dalam bentuk pulp soda-terurai FU, pulp terputihkan-terurai FB, pulp soda-padat PU, pulp terputihkan-padat PB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 PP FU FB PU PB R e g a n g a n m a k si m u m Komposit PP dengan Variasi Pulp sebagai Pengisi OPF dVR 57 Penambahan pulp OPF maupun dVR baik berupa pulp soda atau pulp terputihkan, dalam bentuk padat atau terurai, menyebabkan penurunan nilai regangan komposit pada gaya maksimum yang dapat diterima. Nilai regangan yang lebih rendah menunjukkan bahwa komposit PPpulp OPF atau PPpulp dVR lebih rigid dibandingkan PP murni. Pulp OPF menghasilkan komposit dengan nilai regangan yang lebih tinggi dibandingkan pulp dVR. Menurut Oksman dan Clemons 1998, penambahan serat yang bersifat kaku stiff ke dalam PP menyebabkan modulus komposit meningkat dan penambahan serat yang bersifat tegar rigid menyebabkan regangan komposit menurun walaupun terjadi perekatan yang baik antara serat dan matriks. Perekatan yang kurang baik antara serat dan matriks akan menurunkan nilai regangan komposit menjadi lebih rendah. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa perekatan antara pulp OPF terjadi lebih baik dengan PP dibandingkan dengan perekatan antara pulp dVR dan PP.

4.4.4 Penampang komposit sebelum dan sesudah uji mekanis

Gambar 4.35 dan 4.36 menunjukkan penampang komposit sebelum dan sesudah uji mekanis. Semua komposit PPOPF menunjukkan distribusi dan dispersi serat yang lebih merata dibandingkan dengan komposit PPdVR. Keterangan: : lapisan PP, : pulp Gambar 4.35 Penampang komposit sebelum uji mekanis: a  d PPOPF dan e  h PPdVR dengan pengisi: a dan e pulp soda-terurai, b dan f pulp soda-padat, c dan g pulp terputihkan-terurai, d dan h pulp terputihkan-padat Pulp soda OPF yang dicampur dengan PP Gambar 4.35a dan 4.35b menghasilkan komposit dengan warna yang lebih gelap dibandingkan dengan komposit dari PP dan pulp terputihkan Gambar 4.35c dan 4.35d. Sementara itu semua komposit PPdVR menunjukkan warna yang tidak berbeda. Warna dari pulp disebabkan oleh kromofor dalam lignin. Lignin dalam pulp soda OPF dan dVR berturut-turut adalah 6,05 dan 5,10. Warna yang lebih gelap pada komposit PPdVR disebabkan oleh adanya unsur logam besi Fe dalam pulp soda maupun pulp terputihkan dVR. Menurut Forsskahl 2000, logam transisi, khususnya besi akan membentuk senyawa kompleks berwarna dengan lignin atau zat ekstraktif. 58 Penampang komposit setelah uji mekanis disajikan pada Gambar 4.36. Komposit PPOPF pulp terputihkan baik dalam bentuk pulp terurai Gambar 4.36c maupun pulp padat Gambar 4.36d menunjukkan dispersi yang lebih merata dibandingkan dengan PPOPF dari pulp soda terurai Gambar 4.36a maupun pulp padat Gambar 4.36b. Setelah proses pulping dan pemutihan, dengan terpisahnya lignin dan hemiselulosa, dan dengan adanya MAPP, serat selulosa dapat terdispersi dengan lebih baik dalam matriks PP karena terjadi ikatan kimia antara serat, PP dan MAPP Gambar 4.37. Sedangkan dalam bentuk pulp padat, serat selulosa telah berikatan satu dengan lainnya, sehingga lebih sulit terdispersi dalam matriks PP. Sementara itu dispersi serat selulosa dalam komposit PPdVR terlihat tidak merata, kemungkinan disebabkan oleh kandungan unsur logam dalam pulp dVR. Keterangan: : pulp Gambar 4.36 Penampang komposit setelah uji mekanis: a  d PPOPF dan e  h PPdVR dengan pengisi: a dan e pulp soda-terurai, b dan f pulp soda-padat, c dan g pulp terputihkan-terurai, d dan h pulp terputihkan-padat Gambar 4.37 Reaksi antara serat, PP dan MAPP Correa et al. 2007 + atau 59 4.5 Pembuatan Komposit dengan Matriks Polipropilena dan Selulosa Pelepah Sawit Terfibrilasi yang Didispersikan dalam Poli Asam Laktat Selulosa pelepah sawit diperoleh melalui tahap pulping, pemutihan dan pemurnian pulp soda pelepah sawit. Untuk mendapatkan diameter serat yang lebih kecil, selulosa pelepah sawit diproses secara mekanis menggunakan high speed blender . Kemudian selulosa terfibrilasi digunakan sebagai pengisi dalam matriks polipropilena, setelah didispersikan terlebih dulu dalam poli asam laktat Gambar 4.38. Gambar 4.38 Komposit PPPLAselulosa OPF terfibrilasi 0, 1, 2, 3, 6, 12 menit

4.5.1 Karakteristik Morfologi Selulosa Terfibrilasi

Gambar SEM dari selulosa terfibrilasi ditunjukkan pada Gambar 4.39. Setelah proses fibrilasi menggunakan high speed blender selama 3 menit, diameter selulosa berukuran 5,2  7,3 µm. Sedangkan setelah proses fibrilasi selama 12 menit, diameter selulosa berukuran 4,5  5,2 µm. Selain menyebabkan terurainya selulosa, fibrilasi dengan high speed blender selama 12 menit menyebabkan kerusakan pada permukaan selulosa. Untuk menghasilkan pulp soda pelepah sawit, serat pelepah sawit direaksikan dengan sodium hidroksida. Namun pulp soda masih mengandung hemiselulosa dan sisa lignin, karena itu proses pulping perlu dilanjutkan dengan proses pemutihan dan pemurnian, untuk memperoleh serat selulosa. Selama proses pulping, serat pelepah sawit direaksikan dengan bahan pemasak sodium hidroksida dalam suhu yang tinggi 176 C. Bahkan proses pemutihan dan pemurnian pun dilakukan pada suhu yang cukup tinggi 80 C. Selanjutnya selulosa mengalami proses fibrilasi dengan kecepatan putar yang tinggi, 16.000 rpm Tahapan proses tersebut telah berhasil melarutkan lignin dan hemiselulosa, namun menyebabkan ketidakstabilan struktur selulosa, terutama pada selulosa yang difibrilasi dengan kecepatan 16.000 rpm.