Struktur Selulosa Rekayasa Proses Fibrilasi Selulosa Untuk Penguat Dan Pengisi Komposit Polimer

8 dalam dinding sel dan pembentukan selulosa selama proses pertumbuhan tanaman kapas. Mikrofibril selulosa didapatkan dari selulosa yang diproses mekanis menggunakan disc refiner dan homogenizer sampai ukurannya berskala nano dan menghasilkan selulosa dengan area permukaan yang luas Nakagaito dan Yano 2004. Sedangkan whisker selulosa adalah mikrofibril yang dihidrolisis asam untuk menghilangkan daerah amorf. Whisker selulosa memiliki diameter 2-20 nm, panjang 100-600 nm dan aspek rasio panjangdiameter antara 10-100 Siro dan Plackett 2010.

2.3 Komposit Polimer-Selulosa

Sifat mekanis selulosa yang kuat memungkinkan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai penguat dalam produk komposit polimer. Di antara berbagai jenis polimer termoplastik, polipropilena PP dan polietilena PE lebih sesuai digunakan sebagai matriks untuk serat alam. Suhu yang dibutuhkan dalam proses pengolahan PP atau PE tidak melebihi 230 C, sehingga tidak akan merusak serat alam yang digunakan sebagai penguat Taj et al. 2007. Jika dibandingkan dengan PE, PP mempunyai sifat yang lebih menguntungkan, yaitu: transparan, suhu distorsi panas yang lebih tinggi, lebih stabil dan kekuatan menahan benturan yang lebih tinggi Shubhra et al. 2011. Selain dipengaruhi oleh karakteristik selulosa, performa komposit PP-serat alam juga dipengaruhi oleh metode pembuatan komposit. Pembuatan komposit PP-serat alam dapat dilakukan dengan cara ekstrusi, injeksi atau cetak kompresi compression molding. Bengtsson et al. 2007 menggunakan pulp sulfit atau pulp kraft dipucatkan dalam bentuk pelet kemudian dicampur dengan PP dalam ekstruder. Wu et al. 2012 membuat komposit PP dengan pengisi fibril batang padi rice straw fibril yang diperoleh dari pulp batang padi dengan urutan proses: penggilingan, fibrilasi dengan ultrasonikator, pengeringan beku dan penggilingan lanjutan. Sedangkan Khalid et al. 2008 menggunakan selulosa dan serat tandan kosong sawit yang dikeringkan dalam oven kemudian digiling menjadi serbuk ber-diameter 500 µm. Secara umum selulosa atau serat alam yang digunakan sebagai pengisi dalam komposit PP perlu dikeringkan dan dikecilkan ukurannya sebelum dicampur dengan PP. Tingkat disintegrasi atau fibrilasi selulosa mempengaruhi sifat mekanis selulosa. Proses pulping serat kayu akan menghasilkan pulp selulosa dengan kekuatan tarik sebesar 100 MPa. Proses disintegrasi lebih lanjut, baik secara mekanis maupun dengan menggunakan bahan kimia menghasilkan serat tunggal single fiber dengan kekuatan tarik sebesar 700 MPa. Serat yang dihidrolisis asam sehingga membentuk struktur kristal akan mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi hingga 10.000 MPa Zimmermann et al. 2004. Fibrilasi secara mekanis telah dilakukan oleh Turbak et al. 1983 menggunakan homogenizer bertekanan tinggi high-pressure homogenizer, atau oleh Iwamoto et al. 2008 menggunakan Masuko Sangyo Grinder, atau oleh Cheng et al. 2010 menggunakan ultrasonikator, atau oleh Hrabalova et al. 2011 menggunakan Megatron Ultraturrax, untuk menghasilkan selulosa terfibrilasi. Menurut Henriksson 2008, lembaran tipis MFC memiliki keteguhan 9 tarik sebesar 129  214 MPa dan modulus tarik sebesar 10,4  13,7 GPa, tergantung dengan derajat polimerisasi selulosanya. Proses fibrilasi dilakukan untuk memperoleh mikrofibril selulosa dari makrofibril selulosa atau untuk meningkatkan aspek rasio selulosa perbandingan antara panjang dan diameter. Diameter mikrofibril selulosa kurang dari 0.035 µm, sedangkan diameter makrofibril selulosa antara 0,035  1 µm Chinga-Carrasco 2011. Dengan meningkatkan aspek rasio selulosa, diharapkan kemampuan selulosa untuk berperan sebagai penguat dalam komposit polimer akan meningkat.

2.4 Pelepah Sawit

Elaeis guineensis Jacq. sebagai Sumber Selulosa Law dan Wan-Rosli 2001 telah meneliti mengenai sifat kimia, sifat fisik dan karakteristik pulp dari serat kelapa sawit yang berasal dari batang, pelepah, tandan buah dan sabut sawit Wan-Rosli et al. 2004. Law dan Wan-Rosli 2001 menemukan bahwa serat dari pelepah sawit adalah serat yang paling panjang dengan rata-rata panjang 1,59 mm, yang juga lebih panjang dari rata-rata serat kayu hardwood. Menurut Thole dan Hora 2003 diacu dalam Jonoobi et al. 2011, lebih dari 90 bagian dari tandan kosong sawit dapat dikonversi menjadi serat, sedangkan bagian dari batang sawit dan pelepah sawit yang dapat dikonversi menjadi serat, berturut-turut adalah 25 dan 50. Kondisi proses pulping pelepah sawit untuk menghasilkan pulp sebagai bahan baku kertas telah diteliti oleh Wan-Rosli et al. 2004 dan 2007. Penelitian Wan-Rosli et al. 2004 menyebutkan bahwa pelepah sawit mengandung 14,81 lignin, 86,53 holoselulosa, 62,34 -selulosa dan 1,8 ekstraktif. Proses pulping pelepah sawit dilakukan dalam digester, dengan perbandingan antara serat dan larutan pemasak NaOH sebesar 1:6. Parameter kondisi pulping yang divariasikan adalah suhu 160-180 C, waktu 1-2 jam dan alkali charge 20- 30. Proses pulping dilanjutkan dengan pulping secara mekanis menggunakan mixer 3 bilah selama 1 menit pada konsistensi pulp sebesar 2. Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan bahwa NaOH dan suhu berpengaruh langsung terhadap karakteristik pulp yang dihasilkan, sedangkan waktu pulping hanya mempengaruhi waktu reaksi alkali dalam melarutkan lignin dan karbohidrat. Pada penelitian ini, kondisi pulping yang menghasilkan yield tertinggi adalah pulping pada suhu 160, alkali charge 20, selama 2 jam. Sedangkan kondisi pulping yang menghasilkan serat dengan nilai tensile index 58,78 Nm.g dan tear index mNm 2 .g yang terbaik adalah pulping pada suhu 170 C, alkali charge 25, selama 40 menit. Selanjutnya pada tahun 2007, Wan-Rosli et al. membandingkan karakteristik pulp dari pelepah sawit setelah proses sulfit pulping menggunakan Na 2 SO 3 dan NaOH dengan setelah proses soda pulping menggunakan NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 pada perbandingan antara serat dan cairan pemasak sebesar 1:6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulp setelah proses soda pulping lebih kuat dibandingkan dengan pulp setelah proses sulfit pulping. Pelepah sawit mengandung hemiselulosa sebesar 1,5 sampai 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan kayu Laemsak dan Okuma, 2000. Perlakuan pendahuluan menggunakan air panas bertekanan hot compressed waterHCW sebelum proses pulping pelepah sawit dimaksudkan untuk melarutkan fraksi hemiselulosa diteliti oleh Chun et al. 2012. Perlakuan HCW juga mengubah 10 struktur selulosa dengan mengubah kristalin selulosa menjadi amorf. Perlakuan HCW serupa dengan perlakuan uap, namun dapat melarutkan lebih banyak komponen larut air pada konsentrasi yang lebih rendah karena menggunakan air dalam jumlah yang lebih banyak. Ketika suhu dan tekanan air ditingkatkan hampir mendekati titik kritis, air berubah menjadi pelarut ionik karena terbentuknya ion hydronium dan pH turun menjadi sekitar 4 Brunner 2009 diacu dalam Chun et al. 2012, karena di dalam air panas, hemiselulosa terurai menjadi asam asetat dan asam format. Pada pH yang rendah tersebut, komponen lignin cenderung untuk terurai, namun masih dapat mempertahankan keberadaan selulosa. Serat pelepah sawit telah dimanfaatkan sebagai pengisi dalam matriks PP daur ulang Abdul-Khalil et al. 2010 atau PP homopolimer Jasmi et al. 2014. Serat pelepah sawit dalam bentuk bundle fibers sepanjang 1 cm digunakan sebagai pengisi matriks PP daur ulang 10 fiber loading. Keteguhan tarik dan modulus tarik komposit PP daur ulangserat pelepah sawit sebesar 27,0 MPa dan 1,5 GPa Abdul-Khalil et al. 2010. Partikel pelepah sawit dengan ukuran 425 µm digunakan sebagai pengisi matriks PP homopolimer 10 fiber loading. Nilai keteguhan lentur, modulus lentur, keteguhan tarik dan modulus tarik komposit PP homopolimerpartikel pelepah sawit, berturut-turut adalah 43,53 MPa, 2.251 MPa, 22,14 MPa dan 2.472 MPa Jasmi et al. 2014. Telah disebutkan sebelumnya, disintegrasi atau fibrilasi serat mempengaruhi sifat mekanis serat. Fibrilasi serat TKS menjadi serat berukuran nano dengan high pressure homogenizer diteliti oleh Jonoobi et al. 2011. Pada tahap awal, serat TKS direaksikan dengan campuran NaOH 12 dan anthraquinone 1 pada suhu 160 C selama 105 menit. Tahap pemutihan serat dilakukan pada suhu 70 C dengan 3 tahap: tahap 1 dengan campuran sodium chlorite 2 dan asam asetat 3 selama 180 menit, tahap 2 dengan campuran NaOH 1,5 dan H 2 O 2 1 selama 90 menit, tahap 3 dengan campuran sodium chlorite 1,25 dan asam asetat 3 selama 90 menit. Setelah pulp terputihkan dikering-udarakan, tahap fibrilasi dilanjutkan secara mekanis dengan grinder, disintegrator 3000 rpm selama 20 menit, mechanical blender selama 15 menit dan high pressure homogenizer konsistensi pulp 0,3. Tahap pemutihan serat meningkatkan kandungan selulosa menjadi sekitar 90 kadar selulosa serat TKS tanpa pemutihan sebesar 40 dan berhasil mengurai serat TKS hingga diameter serat berukuran antara 8 sampai 14 µm diameter serat TKS tanpa pemutihan antara 100 sampai 150 µm. Fibrilasi mekanis telah berhasil mendapatkan serat TKS berukuran antara 5 sampai 40 nm. Dari literatur yang diuraikan di atas, pemanfaatan pelepah sawit sebagai pengisi dalam matriks polimer, terbatas dalam bentuk bundle fibers atau partikel. Belum ada laporan mengenai pemanfaatan selulosa pelepah sawit yang difibrilasi sebagai pengisi atau penguat dalam matriks polimer.

2.5 Akar wangi

Vetiveria zizanioides Linn. sebagai Sumber Selulosa Serat berukuran mikro dan nano dari batang dan daun tanaman akar wangi dihasilkan dengan proses ultrasonifikasi dan digunakan untuk memodifikasi resin melamin formaldehida. Melamine formaldehida yang dimodifikasi dengan serat nano akar wangi kemudian di-impregnasi pada permukaan kertas untuk meningkatkan ketahanan kertas terhadap abrasi Wang et al. 2011.