Curah Hujan Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca

Suhu udara yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah suhu bola kering. Suhu bola kering ini digunakan untuk menghitung suhu udara potensial. Suhu udara potensial ini dinyatakan sebagai suhu udara. Suhu udara diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Profil suhu udara rataan bulanan memiliki gradien yang kecil Gambar 10. Kecilnya gradien antar ketinggian terjadi karena suhu udara rataan diambil dari pengukuran pada kondisi atmosfer netral, stabil, dan tidak stabil. Gradien yang besar terjadi pada kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil Gambar 11. Berdasarkan teori, suhu udara semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian. Namun dengan adanya turbulensi sering kali perbedaan dengan ketinggian menjadi sangat kecil dan tidak terdeteksi oleh sensor pada pengukuran sesaat, terutama pada kondisi atmosfer netral. Hal ini terlihat suhu udara pada ketinggian 4 meter dan 7 meter relatif sama, tetapi suhu udara pada ketinggian 10 meter relatif lebih rendah dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi pada saat pengukuran, sehingga terjadi turbulensi yang secara efektif akan mentransfer bahang di dekat permukaan ke lapisan udara di atasnya. Berdasarkan hal tersebut beberapa data suhu udara pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya. Gambar 12 Profil suhu udara bulanan rataan 4-10 meter berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011. Perubahan suhu udara berdasarkan tiga waktu pengamatan menunjukkan suhu udara pada pukul 14.00 WS lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada pukul 18.00 WS dan pukul 07.00 WS Gambar 12. Hal tersebut menunjukkan suhu udara pada pukul 14.00 WS merupakan suhu udara maksimum. Suhu udara akan mencapai maksimum setelah terjadi radiasi matahari mencapai maksimum. Sebelum suhu udara maksimum, radiasi matahari datang masih lebih besar daripada radiasi yang keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa gelombang panjang radiasi netto positif, sehingga pemanasan udara H berlangsung terus, meskipun radiasi matahari maksimum telah terjadi sekitar pukul 12.00 WS. Hal tersebut menunjukkan adanya keterlambatan waktu time lag antara radiasi matahari maksimum dan suhu udara maksimum sekitar 2 jam. Suhu udara pada pukul 18.00 WS lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada pukul 07.00 WS. Pada sore hari tepatnya pukul 18.00 WS, radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radiasi yang datang radiasi netto negatif, sehingga suhu udara pada sore hari rendah dan terus menurun hingga tercapai suhu udara minimum pada pagi hari. Pada pagi hari tepatnya pukul 07.00 WS terjadi suhu udara terendah. Hal ini karena radiasi yang diterima masih kecil dan energi yang tersedia pada hari sebelumnya telah digunakan untuk pemanasan dan pemancaran radiasi gelombang panjang dengan tanpa adanya tambahan energi matahari pada malam hari. Hal ini berarti radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radisi yang datang, sehingga terjadi suhu udara terendah pada pagi hari.

4.2.4 Kelembaban Udara

Gambar 13 Profil kelembaban relatif bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011. Penentuan kelembaban relatif RH diperoleh berdasarkan pengukuran pada suhu bola kering T BK dan suhu bola basah T BB dengan menggunakan metode psikrometri. Kelembaban relatif diurnal mengalami fluktuasi yang sangat nyata terhadap waktu, sedangkan profil kelembaban relatif terhadap tiga ketinggian pengukuran memiliki gradien yang kecil Gambar 13. 21.5 24.5 27.5 30.5 J F M A M J J A S O N D S u h u U d ara o C Bulan Pukul 07.00 Pukul 14.00 Pukul 18.00 69 74 79 84 J F M A M J J A S O N D R H Bulan Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter Berdasarkan profil kelembaban relatif, perubahan kelembaban relatif terhadap ketinggian tidak selalu konstan. Kelembaban relatif rata-rata pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif pada ketinggian 4 meter dan 10 meter. Hal ini dipengaruhi oleh adanya transfer uap air yang besar pada lapisan atmosfer di ketinggian 7 meter, sehingga menyebabkan kapasitas uap air menurun. Penurunan kapasitas uap air udara menyebabkan rendahnya tekanan uap air, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih tinggi. Gambar 14 Profil kelembaban relatif bulanan rataan 4-10 meter berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011. Kelembaban relatif berdasarkan tiga waktu pengamatan menunjukkan kelembaban relatif pada pukul 07.00 WS lebih tinggi dibandingkan pada pukul 18.00 WS dan pukul 14.00 WS Gambar 14. Hal tersebut berarti kelembaban relatif pada pukul 07.00 WS merupakan kelembaban relatif tertinggi dari tiga waktu pengamatan pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Pada pukul 07.00 WS, kondisi permukaan bumi belum menerima radiasi matahari, sehingga suhu udara cenderung lebih rendah dan mengakibatkan parsel udara menyusut. Hal tersebut menyebabkan kapasitas uap air menurun. Penurunan kapasitas uap air udara menyebabkan rendahnya tekanan uap air, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih tinggi. Namun pada pukul 18.00 WS, kelembaban relatif lebih dipengaruhi oleh berkurangnya intensitas radiasi matahari yang menyebabkan suhu udara semakin menurun dan hanya mendapatkan pancaran radiasi bumi saja. Kemampuan radiasi bumi untuk memanaskan udara di atmosfer kurang efektif dibandingkan pemanasan dari radiasi matahari, sehingga suhu udara menurun menjelang sore hari. Oleh karena itu, kelembaban relatif menjadi tinggi. Pada siang hari tepatnya pukul 14.00 WS merupakan kondisi permukaan bumi mencapai suhu udara maksimum akibat pancaran radiasi matahari yang intensif. Hal tersebut mengakibatkan parsel udara mudah mengembang dan naik ke lapisan udara paling tinggi yang memiliki tekanan udara paling rendah, sehingga menyebabkan kapasitas uap air meningkat. Peningkatan kapasitas uap air udara ini menyebabkan tekanan uap air menjadi rendah, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih rendah. Distribusi kelembaban relatif bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor Gambar 13. Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada periode hujan, yaitu antara bulan Januari hingga Januari dasarian 2, kemudian April hingga Juli dasarian 2, dan berlanjut bulan Oktober dasarian 2 hingga Desember, sedangkan kelembaban relatif terendah pada periode kemarau, yaitu antara bulan Januari dasarian 3 hingga Maret dan berlanjut bulan Juli dasarian 3 hingga hingga Oktober dasarian 1. Pada periode hujan, kelembaban relatif lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif pada periode kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Pada periode hujan lebih banyak terjadi hari hujan dibandingkan pada periode kemarau. Hujan tersebut akan menyebabkan suhu udara dan radiasi matahari menurun. Hal tersebut dipengaruhi adanya penutupan oleh awan, sehingga radiasi matahari tidak dapat masuk ke permukaan bumi secara maksimum. Hal tersebut menyebabkan kelembaban relatif tinggi terjadi pada periode hujan. Pada periode kemarau terjadi RH terendah karena pada periode tersebut permukaan bumi akan lebih banyak menerima radiasi matahari. Radiasi yang intensif tersebut akan menyebabkan suhu udara lebih tinggi, sehingga udara akan mengembang. Kapasitas uap air akan meningkat dan menyebabkan tekanan uap air jenuh juga meningkat. Hal tersebut menyebabkan kelembaban relatif menjadi lebih rendah.

4.2.5 Kecepatan dan Arah Angin

Pengamatan angin yang diamati di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor berupa arah dan kecepatan angin. Penentuan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor digunakan untuk menentukan arah angin dominan di wilayah tersebut. Perubahan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor, yaitu 51 61 71 81 91 J F M A M J J A S O N D R H Bulan Pukul 07.00 Pukul 14.00 Pukul 18.00