Stabilitas Atmosfer HASIL DAN PEMBAHASAN

b Roughness Length c Friction Velocity Gambar 18 Hubungan antara parameter karakteristik kekasapan d, z , dan u dan kecepatan angin u pada periode hujan atas dan periode kemarau bawah. 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 z m u m s -1 zo periode kemarau 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 u m s -1 u m s -1 uperiode hujan 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 u m s -1 u m s -1 uperiode kemarau

4.4 Karakteristik Kekasapan

Permukaan d, z , dan u Analisis profil angin digunakan untuk menentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan berupa parameter zero- plane displacement d, roughness length z , dan friction velocity u. Penentuan parameter-parameter tersebut dilakukan pada stabilitas atmosfer netral. Menurut Tani 1960, Penman and Long 1960, Takeda 1965, Udagawa 1966, Maki et al. 1968, Kotoda 1979, Hayashi 1979, Kotoda and Hayashi 1980, Azevedo and Verma 1986 dalam Kimura et al. 1999, kecepatan angin dan kecepatan kasap mempengaruhi parameter aerodinamik d dan z . Nilai d dugaan diperoleh sebesar 1.5 meter. Nilai d ini digunakan untuk menentukan nilai d terukur pada wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor. Kisaran nilai d terukur dan z yang diperoleh berturut-turut sebesar 0.38-4.00 meter dan 0.00-0.51 meter. Namun menurut Sutton 1953, Szeicz et al. 1969, dan Kraus 1972 dalam Oke 1978, kisaran nilai d dan z untuk tanaman pertanian berturut-turut sebesar ≤ 3.0 meter dan 0.04-0.20 meter. Parameter d dan z bervariasi karena karakteristik permukaan di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor beragam. Jenis tanamannya, yaitu padi, jagung, kacang- kacangan, dan beberapa pepohonan tinggi. Namun, tanaman yang paling dominan adalah padi. Parameter karakteristik kekasapan permukaan d, z , dan u bervariasi terhadap kecepatan angin Gambar 18. Parameter d cenderung menurun dengan bertambahnya kecepatan angin Gambar 18a. Hasil tersebut serupa dengan hasil dari Penman and Long 1960, Udagawa 1966, Maki et al. 1968, Hayashi 1979, dan Azevedo and Verma 1986 dalam Kimura et al. 1999. Hal tersebut disebabkan oleh tinggi tanaman yang minimum LAI minimum dan jarak antar tanaman yang maksimum kerapatan tanaman rendah. Pada periode hujan, aktivitas bertanam cukup tinggi. Hal tersebut berarti awal penanaman tanaman pertanian, khususnya padi, sehingga tinggi tanaman masih rendah LAI masih minimum dan jarak antar tanamannya maksimum kerapatan tanaman rendah karena tanamannya masih muda. Berdasarkan hal tersebut, sering kali angin yang melewati permukaan pertanian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor sangat kuat pada periode hujan, maka menyebabkan merunduknya kanopi tanaman, sehingga menyebabkan parameter d rendah. Selain itu, kanopi tanaman, khususnya padi merunduk disebabkan oleh bulir padi yang telah berisi menyebabkan parameter d menjadi semakin rendah, jika disertai juga oleh hembusan angin yang kuat. Namun, parameter d pada periode kemarau lebih tinggi dibandingkan pada periode hujan. Hal ini dapat disebabkan oleh kerapatan tanaman yang tinggi mengakibatkan hembusan angin yang kuat hanya sedikit mempengaruhi perubahan parameter d. Kerapatan tanaman yang tinggi dan tinggi tanaman yang maksimum, tetapi bulir padi belum berisi menyebabkan angin sulit menembus ke dalam kanopi tanaman tersebut, sehingga parameter d rendah, terutama terjadi pada periode kemarau. Selain itu, dapat dipengaruhi juga oleh angin yang berasal dari berbagai arah yang menyebabkan parameter d tidak berubah. Paramater z cenderung meningkat pada periode hujan dan cenderung menurun pada periode kemarau Gambar 18b. Parameter z tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi kanopi tanaman, tetapi juga dipengaruhi oleh bentuk dan kerapatan tanaman Lettau 1969 dalam Kimura et al. 1999. Perubahan parameter z bervariasi dengan bertambahnya kecepatan angin. Hasil tersebut serupa dengan hasil Penman and Long 1960, Udagawa 1966, dan Maki et al. 1968 dalam Kimura et al. 1999. Hasill tersebut menunjukkan angin dapat menembus kanopi tanaman ketika anginnya kuat dengan z dipengaruhi oleh kompleksitas batang atau struktur daun dalam kanopi. Namun pada periode kemarau terjadi penurunan z . Hasil tersebut serupa dengan hasil Azevedo and Verma 1989 dalam Kimura et al. 1999. Penurunan z akibat dari gerakan daun-daun yang membentuk posisi streamlined ketika anginnya kuat dan juga terjadi penurunan pindahan momentum. Peningkatan z akan memungkinkan transfer momentum dari permukaan kanopi ke lapisan lebih dalam akibat lamabaian tangkai dan batang tanaman dengan bertambahnya kecepatan angin. Parameter u cenderung meningkat dengan bertambahnya kecepatan angin Gambar 18c. Nilai u berkisar pada 0.008-0.357 m s -1 . Hal ini dipengaruhi oleh kekasaran permukaan yang dilewati oleh angin. Permukaan yang dilewati angin semakin kasar menyebabkan kecepatan angin semakin berkurang. Hal ini berkaitan dengan pengaruh gaya gesek permukaan yang ditimbulkan, sehingga semakin meningkatnya ketinggian, maka kecepatan angin akan Tabel 2 Rata-rata kecepatan angin, friction velocity u, koefisien transfer momentum K m , dan transfer momentum τ di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau. Periode Stabilitas Atmosfer Pukul WS u m s -1 u m s -1 K m1 m 2 s -1 K m2 m 2 s -1 K m3 m 2 s -1 τ 1 N m -2 τ 2 N m -2 τ 3 N m -2 Periode Hujan Netral 07.00 0.1167 0.0417 0.0667 0.1167 0.1668 0.0029 0.0051 0.0073 14.00 0.1927 0.0688 0.1101 0.1927 0.2753 0.0139 0.0243 0.0347 18.00 0.3714 0.1327 0.2122 0.3714 0.5306 0.0223 0.0389 0.0556 Periode Kemarau Netral 07.00 0.1148 0.0410 0.0656 0.1148 0.1641 0.0033 0.0059 0.0084 14.00 0.1822 0.0651 0.1041 0.1822 0.2603 0.0107 0.0188 0.0268 18.00 0.2777 0.0992 0.1587 0.2777 0.3967 0.0147 0.0257 0.0368 K m1 dan  1 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 4 meter, K m2 dan  2 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 7 meter, K m3 dan  3 : koefisien transfer momentum dan transfer momentum pada ketinggian 10 meter semakin meningkat. Ini disebabkan oleh pengaruh gesekan permukaan berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Sebaliknya, pada ketinggian dekat dengan permukaan tanah atau rumput kecepatan anginnya lambat akibat gesekan yang ditimbulkan oleh interaksi angin yang bergerak di atas permukaan yang tidak rata. Gesekan cenderung memperlambat gerakan udara karena gaya gesekan bekerja berlawanan arah dengan arah gerak udara.

4.5 Koefisien Transfer Momentum K

m Tingkah laku perubahan nilai d dan z dapat diterangkan oleh transfer momentum dari permukaan kanopi menuju ruang-ruang di antara tanaman ketika batang-batang dan daun-daun tanaman mulai bergoyang karena tiupan angin. Koefisien transfer momentum K m menggambarkan jumlah massa dan sifat atmosfer yang dipindahkan setiap detiknya dari dan ke tanaman. Nilai koefisien transfer momentum K m ini ditentukan pada kondisi atmosfer netral. Koefisien transfer momentum semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian Gambar 19. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin pada tiga ketinggian tersebut. Ketinggian pengukuran semakin jauh dari permukaan, maka kecepatan angin semakin tinggi karena pengaruh gaya gesek dengan permukaan yang semakin kecil. Peningkatan kecepatan angin ini akan meningkatkan kecepatan kasap, sehingga akan meningkatkan koefisien transfer momentum terhadap ketinggian. Peningkatan koefisien transfer momentum pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau Gambar 19. Perbedaan ini disebabkan oleh kecepatan angin pada kedua periode tersebut. Kecepatan angin pada periode hujan lebih besar dibandingkan pada periode kemarau. Hal ini berarti kecepatan angin rata-rata pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. a b Gambar 19 Hubungan antara koefisien transfer momentum K m dan kecepatan angin u pada a periode hujan dan b periode kemarau. Kecepatan angin ini akan mempengaruhi tingkah laku dari parameter-parameter kekasapan, seperti zero-plane displacement d, roughness length z , dan friction velocity u. Hal ini berkaitan dengan lambaian tanaman dan karakteristik permukaan yang dilewati angin kekasapan permukaan. Oleh karena itu, lambaian tanaman dan kekasapan permukaan berperan 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 K m m 2 s -1 u m s -1 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 K m m 2 s -1 u m s -1 Tabel 3 Rata-rata transfer bahang Q H dalam satuan MJ m -2 hari -1 di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan stabilitas atmosfer stabil dan tidak stabil pada periode hujan dan periode kemarau. Periode Stabilitas Atmosfer dTdz 4-7 m Q H 4-7 m dTdz 7-10 m Q H 7-10 m Periode Hujan Stabil 0.0780 1.9337 0.0385 2.0393 Tidak Stabil -0.0606 -2.6785 -0.1102 -4.1879 Periode Kemarau Stabil 0.0594 2.4165 0.0278 1.8241 Tidak Stabil -0.0491 -4.0337 -0.0424 -3.4813 membentuk olakan di atas permukaan kanopi, sehingga dengan adanya olakan tersebut akan memperlancar bahan dan sifat atmosfer yang dipertukarkan CO 2 , O 2 , uap air, bahang, dan momentum dari dan ke permukaan daun tanaman. Adanya olakan tersebut akan meningkatkan proses fotosintesis pada tanaman karena adanya masukan CO 2 . Laju fotosintesis naik dengan adanya masukan CO 2 yang dalam peredarannya lebih banyak diatur oleh olakan Chang 1986.

4.6 Transfer Momentum τ

Transfer momentum τ ditentukan pada stabilitas atmosfer netral. Penentuan transfer momentum dengan menggunakan metode aerodinamik. Transfer momentum mengalami peningkatan terhadap ketinggian dan terhadap waktu Tabel 2. Transfer momentum semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, transfer momentum juga semakin meningkat dari pagi hari hingga menjelang sore hari. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin. Kecepatan angin akan semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian akibat dari semakin berkurangnya gaya gesek antara permukaan dengan lapisan udara. Selain itu, kecepatan angin semakin meningkat dari pagi hari hingga menjelang sore hari karena radiasi matahari dan juga radiasi bumi yang mempengaruhi suhu permukaan, yang kemudian akan mempengaruhi kecepatan angin di permukaan. Hal tersebut akan memunculkan olakan di permukaan. Dengan adanya olakan tersebut akan memperlancar transfer momentum ke lapisan udara di atasnya. Transfer momentum  berkisar 0.0029-0.0556 N m -2 pada periode hujan dan 0.0033-0.0368 N m -2 pada periode kemarau. Hal tersebut menunjukkan transfer momentum pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh gradien angin pada kedua periode tersebut. Gradien angin pada periode hujan lebih besar dibandingkan pada periode kemarau. Hal ini berarti kecepatan angin rata- rata pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau, sehingga akan mempengaruhi besarnya koefisien transfer momentum, yang kemudian juga akan mempengaruhi besarnya transfer momentum setiap ketinggian. Besarnya kecepatan angin ini akan mempengaruhi parameter-parameter karakteristik kekasapan d, z , dan u. Hal ini berkaitan dengan tingkah laku parameter- parameter kekasapan dalam pemindahan bahan dan sifat atmosfer dari dan ke permukaan daun tanaman akibat adanya olakan yang terjadi di permukaan tanaman. Dengan adanya olakan tersebut akan memperlancar pemindahan bahan dan sifat atmosfer yang dipertukarkan khususnya momentum, sehingga diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, transfer momentum akan lebih efektif pada periode hujan dibandingkan pada periode kemarau.

4.7 Transfer Bahang Q

H Transfer bahang Q H ditentukan pada stabilitas atmosfer tidak stabil dan stabil. Gradien suhu bernilai positif berarti terjadi lapse rate, sedangkan gradien suhu bernilai negatif berarti terjadi inverse Tabel 3. Nilai Q H berkisar -4.1879-2.0393 MJ m -2 hari -1 pada periode hujan dan -4.0337-2.4165 MJ m -2 hari -1 pada periode kemarau. Wohlfahrt et al. 2010 menyatakan bahwa pada metode aerodinamik nilai negatif menunjukkan transfer bahang ke luar dari permukaan, sedangkan nilai positif menunjukkan transfer bahang masuk ke permukaan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, transfer bahang ke luar dari permukaan pada stabilitas atmosfer tidak stabil, sedangkan transfer bahang masuk ke dalam permukaan pada stabilitas atmosfer stabil. Rata-rata transfer bahang pada ketinggian 7 hingga 10 meter lebih tinggi dibandingkan pada ketinggian 4 hingga 7 meter. Transfer bahang pada kondisi atmosfer tidak stabil lebih besar dibandingkan pada kondisi