Koefisien Transfer Momentum K

atmosfer stabil. Hal tersebut menunjukkan pada lapisan udara 7 hingga 10 meter pada kondisi atmosfer tidak stabil terjadi masukkan massa dan energi bahang yang cukup besar. Selain itu, Transfer bahang cenderung meningkat dengan bertambahnya ketinggian pada periode hujan, tetapi cenderung menurun pada periode kemarau. Hal tersebut karena adanya masukan massa dan energi yang berasal dari berbagai arah, sehingga transfer bahang pada lapisan udara 7 hingga 10 meter dengan periode hujan kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil tinggi. Adanya transfer bahang ke lapisan udara di atasnya akan mengurangi cekaman panas pada permukaan tanaman, sehingga suhu permukaan di sekitar tanaman akan lebih favourable untuk proses fisiologi tanaman. Hal ini menyebabkan respirasi akan berkurang dan transpirasi meningkat, sehingga zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman lebih tersedia dengan asumsi ketersediaan air mencukupi. Hal ini berarti fotosintat nettonya akan lebih tinggi serta perkembangan dan pertumbuhan tanaman akan lebih baik.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pola cuaca harian radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mengalami fluktuasi setiap harinya. Profil suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada tiga ketinggian pengukuran memiliki gradien yang kecil. Gradien sifat- sifat atmosfer dengan ketinggian bervariasi dari waktu ke waktu dan seringkali keakuratan sensor yang tidak cukup tinggi menyebabkan gradien tersebut tidak terdeteksi, terutama pada kondisi atmosfer netral. Stabilitas atmosfer yang diperoleh yaitu netral, stabil, dan tidak stabil. Stabilitas atmosfer stabil lebih banyak terjadi pada periode hujan, sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil lebih banyak terjadi pada periode kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi yang diterima oleh permukaan bumi. Parameter karakteristik kekasapan d, z , dan u dan koefisien transfer momentum K m bervariasi terhadap kecepatan angin. Secara umum, periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilai-nilai tersebut dan parameter-parameter kekasapan pada periode hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Nilai z wilayah Situ Gede berkisar pada 0.00-0.51 meter, d berkisar pada 0.38-4.00 meter, dan u berkisar pada 0.008-0.357 m s -1 . K m berubah dengan ketinggian serta periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilainya. Transfer momentum  bervariasi dengan ketinggian dan  pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau, berkisar pada 0.0029-0.0556 N m -2 pada periode hujan dan 0.0033-0.0368 N m -2 pada periode kemarau. Transfer momentum akan lebih efektif pada periode hujan dibandingkan pada periode kemarau karena perbedaan besarnya kecepatan angin pada kedua periode tersebut yang menyebabkan olakan akibat dari pengaruh parameter karakteristik kekasapan terhadap kecepatan angin, yang akan memperlancar pemindahan bahan dan sifat atmosfer yang dipertukarkan khususnya momentum, sehingga diharapkan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Transfer bahang Q H berkisar -4.1879-2.0393 MJ m -2 hari -1 pada periode hujan dan -4.0337-2.4165 MJ m -2 hari -1 pada periode kemarau. Rata-rata transfer bahang pada ketinggian 7 hingga 10 meter lebih tinggi dibandingkan pada ketinggian 4 hingga 7 meter. Selain itu, rata-rata transfer bahang pada kondisi atmosfer tidak stabil lebih tinggi dibandingkan pada kondisi atmosfer stabil. Hal tersebut berarti terjadi transfer bahang ke lapisan udara di atasnya, sehingga suhu permukaan pertanaman dapat dijaga pada tingkat optimum. Hal tersebut menyebabkan proses fisiologis tanaman dapat berlangsung secara optimum. Dari hasil observasi lapang, walaupun pada saat curah hujan lebih rendah, wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mempunyai tingkat suplai air yang tinggi.

5.2 Saran

Penelitian dan pengkajian karakteristik kekasapan permukaan wilayah pertanian ini dapat diaplikasikan untuk menghitung besarnya transferpertukaran momentum, bahang, dan massa. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan frekuensi pengamatan yang lebih tinggi per jam dan menggunakan peralatan yang mampu mendeteksi gradien sifat-sifat atmosfer seperti CO 2 , O 2 , uap air, bahang, dan momentum yang kecil sekalipun. DAFTAR PUSTAKA Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology. Ed ke-2. San Diego: Academic Pr. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Prakiraan Musim Hujan 20122013 di Indonesia. Jakarta ID: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Cataldo J, Zeballos M. 2009. Roughness terrain consideration in a wind interpolation numerical model. 11 th Americas Conference on Wind Engineering. San Juan, Puerto Rico, June 22-26, 2009. Chang J. 1986. Climate and Agriculture. Chicago, USA US: University of Wisconsin. Dong Z, Gao S, Fryrear DW. 2001. Drag coefficients, roughness length and zero-plane displacement height as disturbed by artificial standing vegetation. J Arid Environments 49: 485-505. Gardiner B. 2004. Airflow over forests and forest gaps. BWE Tree Workshop Forestry Commission. March 2004. Geiger R. 1959. The Climate Near the Ground. Cambrige: Harvard University Pr. Hatfield JL, Prueger JH, Sauer TJ, Ramirez GH. 2010. Energy balance and turbulent partitioning in a corn- soybean rotation in the Midwestern US. J Theor Apll Climatol 100: 79-92. Johnson CE, PV Biscoe, JA Clark, EJ Littleton. 1976. Turbulent transfer in a barley canopy. J Agric Meteorol 16 : 17-35. June T. 1987. Medan Angin pada Pertanaman Kacang Kedelai Glycine max L. Merr dengan Arah Baris Berbeda. [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. June T. 2012. Modul Praktikum Mikrometeorologi: Pengukuran Profil Iklim Mikro, Fluks Momentum, Fluks Bahang dan Fluks Uap Air dari Permukaan Kanopi Tanaman. [tidak dipublikasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Geofisika Meteorologi Institut Pertanian Bogor. Kimura R, Otsuki K, Kamichika M. 1999. Relationship between the zero-plane displacement and the roughness length over sorghum and alfalfa canopies. J Agric Meteorol 55 1 : 15-24. Kotani A, Sugita M. 2005. Seasonal variation of surface fluxes and scalar roughness of suburban land covers. J Agric Forest Meteorol 135: 1-21. Lettau H. 1969. Note on aerodynamic roughness-parameter estimation on the basis of roughness-element description. J Appl Met. 8: 828-228. Maharany R. 1999. Karakteristik Iklim Mikro pada Berbagai Tipe Perkarangan Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Sukaraja, Bogor. [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Martano P. 2000. Estimation of surface roughness length and displacement height from single-level sonic anemometer data. J Appl Meteorol. 39: 708-715. McInnes KJ, Heilman JL, Gesch RW. 1991. Momentum roughness and zero- plane displacement of ridge furrow tilled soil. J Agric Forest Meteorol 55: 167-179. McIntosh DH. 1972. Meteorology Glossary. London: Her Majesty’s Sattionery Office. Mohan M, Tiwari MK. 2004. Study of momentum transfer within a vegetation canopy. Proceedings of Indian Acad Science on the Earth Planet Science. March 2004. p. 67-72 Monteith JL. 1973. Principles of Environment Physics. Edward Arnold. Oke TR. 1978. Boundary Layer Climates. London: Methuen Co Ltd. Paulson CA. 1970. The mathematical representation of wind speed and temperature profiles in the unstable atmospheric surface layer. J Appl Meteorol 9: 857-861. Pereira AR, Marin FR, Angelocci LR, Nova NAV, Sentelhas PC. 2003. Difficulties with micrometeo- rological methods to estimate evapotranspiration in small citrus orchard. J Revista Brasileira de Meteorologia 181: 13-20.