Metode Identifikasi Salmonella Typhimurium Secara Konvensional

7 enterica subsp. arizonae IIIa, 4 Salmonella enterica subsp. diarizonae IIIb, 5 Salmonella enterica subsp. houtenae IV, dan 6 Salmonella enterica subsp. indica VI. Salmonella enterica subsp. enterica terdiri dari 1.454 serotypeserovar dan salah satunya adalah serovar Typhimurium. Oleh karena itu, kata “Typhimurium” pada Salmonella Typhimurium atau biasa disingkat dengan S. Typhimurim ditulis tidak dengan huruf miring dan juga ditulis dengan huruf kapital diawal katanya Brenner et al. 2000. Salmonella Typhimurium merupakan bakteri Gram negatif, fakultatif anaerob, berbentuk batang, tidak membentuk spora dan Salmonella Typhimurium juga memiliki flagella peritrikus sehingga bersifat motil. Salmonella Typhimurium berdiameter 0,7 hingga 1,5 µm dan dengan panjang 2 hingga 5 µm. Suhu minimum untuk pertumbuhan Salmonella Typhimurium adalah 45 o C, sedangkan suhu pertumbuhan optimumnya adalah 35-37 o C D’Aoust 2000. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan masuk dan berkembang biak di dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonellosis. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella dibagi menjadi dua grup besar yaitu nontyphoid salmonellosis gastroenteritis dan typhoid salmonellosis demam typhoid. Gastroenteritis disebabkan karena infeksi Salmonella Typhimurium yang terbatas pada epithelium usus sedangkan demam typhoid disebabkan karena infeksi yang terjadi pada keseluruhan sistem. Typhoid salmonellosis demam typhoid memiliki gejala awal yang agak berbeda dan jauh lebih lambat 24-48 jam setelah konsumsi daripada nontyphoid salmonellosis 12 jam setelah konsumsi. Demam typhoid akan mengalami peningkatan secara bertahap setiap harinya dan sering kali muncul bintik merah pada kulit. Gejala yang timbul pada demam typhoid adalah demam dengan suhu 39-40 o C, kejang perut, sakit kepala, hilang nafsu makan, dan konstipasi. Penderita mungkin mengalami perforsi dan pendarahan usus dan koma. Penderita yang telah sembuh seringkali menjadi asymptomic carriers dimana organisme ini tetap berada dalam kantong empedu dan usus. Sedangkan gastroenteritis digejalai dengan mual, muntah, kejang perut, dan diare Ziprin dan Hume 2001. Pangan yang sering terkontaminasi Salmonella Typhimurium adalah telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, susu dan hasil olahannya. Keracunan pangan oleh Salmonella disebabkan karena pangan mengandung Salmonella dalam jumlah yang signifikan yaitu 10 7 sel Jay et al. 2005.

C. Metode Identifikasi Salmonella Typhimurium Secara Konvensional

Analisis pangan terhadap kemungkinan adanya bakteri patogen atau bakteri pembusuk merupakan standar yang diharuskan untuk mengetahui kualitas pangan dan menjamin keamanan pangan de Boer dan Baumer 1999. Analisis tersebut biasanya menggunakan metode konvensional yang telah distandarkan sehingga setiap negara di dunia memiliki standar yang sama dalam menilai kualitas pangan. Metode deteksi konvensional yang dimaksud ialah metode pengkulturan mikroba pada media spesifik dan menghitung sel mikroba yang hidup dalam pangan. Prinsipnya ialah mikroba bermultiplikasi pada media pertumbuhan sehingga dapat dideteksi. Metode ini sensitif, dapat memberi hasil uji kualitatif maupun kuantitatif, dan dapat menjadi standar bagi uji mikrobiologi terhadap produk pangan secara internasional. Analisis Salmonella terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya adalah pra-pengayaan, pengayaan selektif, isolasi dengan agar selektif, tes biokimia, identifikasi dan uji serologi. Salmonella tidak dapat berkompetisi secara baik dengan bakteri-bakteri yang umum pada pangan Ray 2001. Oleh karena itu tahap pra-pengayaan dengan media Lactose Broth LB dibutuhkan untuk membantu memperbaiki sel yang rusak, melarutkan zat toksik atau zat penghambat, dan juga menyediakan keuntungan nutrisi khususnya bagi Salmonella Vanderzant dan Splittoesser 1992. 8 Pada media Lactose Broth LB, laktosa akan difermentasi oleh sebagian besar bakteri non- Salmonella sehingga menyebabkan penurunan pH media. Penurunan pH media akan menghambat pertumbuhan bakteri non-Salmonella, sementara bakteri Salmonella dapat tetap tumbuh. Pada tahap ini inkubasi dilakukan pada suhu 37 o C dan dianggap positif jika terjadi kekeruhan di media LB. Metode pengayaan selektif Rappaport-Vassiliadis medium RV yang mengandung senyawa selektif seperti malachite green dan magnesium klorida yang dikombinasikan pada pH rendah 5,2 ± 2 akan menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari saluran pencernaan selain Salmonella. Media yang digunakan pada tahap isolasi terdiri dari tiga jenis agar selektif yaitu Hektoen Enteric Agar HEA, Xylose Lysine Deoxycholate Agar XLDA, dan Bismuth Sulfite Agar BSA. Dari ketiga media yang berbeda ini akan ditemukan koloni spesifik yang diindikasikan Salmonella. Pada media HEA dan XLDA yaitu ditandai dengan koloni dengan bintik hitam di tengah yang menghasilkan H 2 S, sedangkan pada media BSA koloni Salmonella akan menghasilkan warna coklat hingga hitam dengan kilau metalik Difco dan BBL manual 2003. Tahap akhir pada metode konvensional adalah tes biokimia, identifikasi, dan uji serologi. Salah satu langkahnya adalah dengan melihat pertumbuhan Salmonella pada media TSIA Triple Sugar Iron Agar dan LIA Lysine Iron Agar. Pada media TSIA, jika hasil positif maka media akan berwarna kuning dengan adanya indikator pH fenol merah karena terfermentasinya laktosa oleh Salmonella. Sedangkan pada media LIA akan terbentuk warna gelap pada agar miring yang menunjukkan terjadinya deaminasi lisin dan ammonia yang terbentuk akan bereaksi dengan ferric ammonium citrate serta endapan hitam pada dasar tabung yang menunjukkan adanya produksi H 2 S Difco dan BBL manual 2003. Saat ini telah banyak teknik yang dikembangkan untuk mempermudah pelaksanaan metode konvensional, misalnya: gravimetric diluter, pulsifier dan stomacher yang mempermudah homogenisasi; spiral plater, dipslide, dan petrifilm untuk enumerisasi dan deteksi; colony counter dan kit uji untuk konfirmasi atau identifikasi de Boer dan Beumer 1999. Meskipun demikian waktu pendeteksian tidak berkurang secara signifikan.

D. Metode Isolasi dan Identifikasi Salmonella Typhimurium Secara Cepat

Dokumen yang terkait

Perbandingan Metode Kit Komersial dan SDS untuk Isolasi DNA Babi dan DNA Sapi dari Simulasi Cangkang Kapsul Keras untuk Deteksi Kehalalan Menggunakan Real-Time PCR (Polymerase Chain reaction)

2 12 82

Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR)

1 64 90

Deteksi DNA Gelatin Sapi Dan Gelatin Babi Pada Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real -Time PCR Untuk Analisis Kehalalan

1 11 70

Analisis Cemaran Daging Babi pada Produk Bakso Sapi yang Beredar di Wilayah Ciputat Menggunakan Real- Time Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan Metode Hydrolysis Probe.

1 51 86

Perbandingan antara metode SYBR green dan metode hydrolysis probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan menggunakan real time PCR

1 33 90

Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

0 13 80

Metode Analisis Isolasi dan Identifikasi Salmonella Typhimurium pada Susu dengan Metode Real-Time PCR (Polymerase Chain Reaction)

1 11 148

Pengembangan Analisis Listeria Monocytogenes Untuk Jajanan Pempek Dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)

1 12 39

Perbandingan metode KIT komersial dan SDS untuk isolasi DNA babi dan DNA sapi pada simulasi cangkang kapsul keras untuk deteksi kehalalan menggunakan real-time PCR (polymerase chain reaction)

0 12 82

hjsdhfsfh

0 7 2