29 pendidihan yang dilakukan. Hal tersebut dikarenakan metode kit komersial memiliki prinsip
metode dengan perlakuan proteinase K yang diikuti dengan pengikatan DNA pada membran gel silikafilter sehingga kontaminan akan turunterpisah ke dalam spin columncollection tube
Dauphin et al. 2009. Hasil isolasiekstraksi DNA pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Amagliani et al. 2006 yang membandingkan metode isolasiekstraksi DNA dengan cara pendidihan dan dengan kit komersial DNeasy Tissue Kit Qiagen. Penelitian Amagliani et al.
2006 tersebut menunjukkan bahwa nilai rasio pada isolat DNA yang dihasilkan dengan DNeasy Tissue Kit Qiagen dimana memiliki tingkat kemurnian yang kurang baik bahkan lebih jelek
dibanding dengan metode pendidihan, namun tidak pada penelitian yang dilakukan dimana isolattemplate DNA yang dihasilkan dengan kit komersial QIAamp
®
DNA Blood Mini Kit Qiagen menghasilkan isolattemplate DNA yang lebih murni dibanding dengan metode
pendidihan. Hal tersebut dapat dikarenakan pengaruh modifikasi metode kit komersial yang dilakukan pada penelitian ini dari metode sesungguhnya yang berdasarkan petunjuk produser kit
terkait. Penelitian Amagliani et al. 2006 juga menunjukkan konsentrasiyield DNA yang dihasilkan
dengan metode pendidihan lebih besar dibandingkan dengan metode kit komersial. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian ini dimana konsentrasi DNA kultur murni Salmonella Typhimurium
dan kultur murni Shigella sonnei yang diperoleh dengan metode pendidihan lebih besar dibandingkan dengan metode kit komersial, namun tidak terjadi pada sampel susu UHT spike
dimana konsentrasiyield DNA yang dihasilkan lebih besar dengan metode kit komersial dibandingkan dengan metode pendidihan. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa DNA
Salmonella Typhimurium lebih mudah diisolasidiekstraksi dari sampel susu UHT dengan
menggunakan metode kit komersial yang dimodifikasi. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Dauphin et al. 2009 dimana
membandingkan kemurnian isolattemplate DNA yang dihasilkan dengan berbagai macam kit salah satunya adalah QIAamp
®
DNA Blood Mini Kit Qiagen dimana kit tersebut juga digunakan pada penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Dauphin et al. 2009 menunjukkan
bahwa isolattemplate DNA yang dihasilkan dengan kit QIAamp
®
DNA Blood Mini Kit Qiagen memiliki kemurnian yang kurang baik dimana nilai rasio A260A280 lebih kecil dari 1,8 sehingga
menandakan bahwa isolat DNA tersebut masih mengandung inhibitorpengotor. Hal tersebut tidak sesuai dengan kemurnian yang dihasilkan dari penelitian ini dimana menghasilkan
isolattemplate DNA dengan kemurnian yang baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa modifikasi dengan penambahan CTAB terhadap metode yang berasal dari produsen berkait memperbaiki
hasil kemurnian isolat DNA menjadi lebih baik.
D. Hasil Penentuan Konsentrasi Primer
Pertama kali yang perlu dilakukan dalam pengujian real-time PCR adalah mengevaluasi dan mengkaji penggunaan konsentrasi primer yang tepat Pestana et al. 2010. Pemilihan konsentrasi
primer yang tepat dari sejumlah konsentrasi primer yang diujikan, dilakukan berdasarkan nilai Ct yang paling rendah dan fluoresen yang cukup memenuhi syarat terhadap konsentrasi primer target sehingga
menghasilkan primer-dimer seminimal mungkin atau bahkan tanpa menghasilkan primer-dimer Pestana et al., 2010. Hasil penentuan konsentrasi primer yang telah dilakukan pada berbagai macam
templateisolat DNA dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini. Kurva amplifikasi yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 7. sampai dengan Lampiran 12.
30
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi primer terhadap nilai Threshold Cycle Ct Template DNA
[Primer] awal µM
[Primer] akhir µM
Nilai Ct
Kultur Murni S.
Typhimurium 0,5 0,0125
19,17 1 0,0250 14,15
5 0,1250 11,39 S.
Typhimurium 10
3
selml 1 0,0250
tidak teramplifikasi
5 0,1250 31,35 Sampel susu UHT spike 1 0,0250
27,79 S.
Typhimurium 5 0,1250 24,29
Konsentrasi primer akhir yang dimaksud adalah konsentrasi primer awal yang telah dicampurkan ke dalam master mix sehingga diperoleh master mix yang mengandung primer dengan konsentrasi
yang lebih rendah konsentrasi primer akhir karena terjadi pengenceran dengan bahan-bahan lainnya seperti EvaGreen, isolattemplate DNA, dan buffer TE pada master mix. Penentuan konsentrasi
primer untuk sampel kultur murni Salmonella Typhimurium yang diambil dari media HIB menghasilkan nilai threshold cycle Ct yang berbeda pula jika diuji dengan menggunakan konsentrasi
primer yang berbeda. Begitu juga pada sampel Salmonella Typhimurium 10
3
selml dan sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium.
Berdasarkan Tabel 4. di atas, konsentrasi primer yang tepat untuk pengujian kultur murni Salmonella
Typhimurium adalah 0,125 µM dibandingkan jika menggunakan konsentrasi primer 0,025 dan 0,0125 µM. Hal tersebut dikarenakan nilai Ct yang dihasilkan pada konsentrasi primer 0,125 µM
paling rendah jika dibandingkan dengan nilai Ct pada konsentrasi primer lainnya. Kemudian penentuan konsentrasi primer juga dilakukan pada suspensi kultur murni yang telah
diencerkan sehingga jumlahnya menjadi lebih rendah yaitu mengandung 10
3
selml Salmonella Typhimurium yang dihitung dengan hitungan mikroskopi pada petroff-hausser. Pengujian ini
berfungsi untuk mengetahui sensitifitas metode dengan menggunakan konsentrasi primer yang berbeda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi primer 0,025 µM gen target
InvA pada Salmonella Typhimurium tidak dapat teramplifikasi sedangkan konsentrasi primer
0,125 µM masih dapat mengamplifikasi Salmonella Typhimurium sejumlah 10
3
selml. Penentuan konsentrasi primer ini juga dilakukan pada sampel susu UHT spike. Hasil pengujian
tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi primer 0,125 µM menghasilkan nilai Ct yang lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi primer 0,025 µM. Dari pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
penggunaan konsentrasi primer 0,125 µM cukup sesuai untuk pengujian Salmonella Typhimurium sampai konsentrasi 10
3
selml baik berupa suspensi dari kultur murni maupun yang berada pada sampel pangan susu UHT.
Selain itu juga, indikator dalam penentuan konsentrasi primer yang tepat adalah berdasarkan melt peak curve
yang dihasilkan dimana harus mengandung satu puncak saja dan tidak menghasilkan mispriming.
Gambar melt peak curve dari pengujian kultur murni Salmonella Typhimurium, suspensi 10
3
selml Salmonella Typhimurium, dan sampel susu UHT spike Salmonella Typhimurium dengan menggunakan konsentrasi primer 0,125 µM adalah sebagai berikut ini Gambar 12..
31 a
b
c Gambar 12. Kurva puncak pelelehanmelt peak curve dengan konsentrasi primer 0,125 µM.
a Sampel kultur murni Salmonella Typhimurium, b sampel 10
3
selml Salmonella
Typhimurium, c Sampel susu UHT spike 10
5
selml Salmonella Typhimurium
Ketiga kurva tersebut menghasilkan hanya satu puncak yang tinggi dan satu suhu pelelehan Tm yaitu sebesar 84,50 yang dapat dilihat pada tabel di Lampiran 8, 10, 12. Terbentuknya satu puncak dan
satu suhu pelelehan menandakan bahwa konsentrasi primer 0,125 µM cukup tepat untuk pengujian ini, yang artinya tidak terlalu besar dimana dapat menyebabkan misprimingprimer-dimer terbentuk lebih
dari satu puncak yang tinggi dan tidak pula terlalu rendah dimana dapat menyebabkan false-negative, namun pada kurva puncak pelelehan yang ditunjukkan pada Gambar 12c. untuk sampel susu UHT
spike terdapatterbentuk satu puncak kecil di sebelah kiri puncak pelelehan utama yang memiliki nilai
Tm yang lebih rendah, hal tersebut menandakan adanya primer-dimer sesama primer yang saling berikatan, dimana terbentuk suatu DNA untai ganda yang sangat pendek. Terbentuknya primer-dimer
tersebut sangat minimal dimana penentuan konsentrasi 0,125 µM sebagai primer yang sesuai masih memenuhi syarat dari Pestana et al. 2010.
Penelitian yang dilakukan Ahmed et al. 2010 yang melakukan optimasi konsentrasi primer mulai dari konsentrasi 0,1 hingga 0,5 µM dengan menghasilkan konsentrasi optimum sebesar 0,3 µM.
Perbedaan hasil konsentrasi primer optimum yang diperoleh ini dikarenakan perbedaan label fluoresen yang digunakan. Jika menggunakan SYBR
®
green I sebagai label fluoresen, maka konsentrasi primer yang digunakan berada pada selang 0,05-0,3 µM sedangkan jika menggunakan TaqMan atau
Molecular Beacon sebagai label fluoresen maka konsentrasi primer yang digunakan berada pada selang 0,05 hingga 0,6 µM Pestana et al. 2010. Penelitian yang dilakukan Ahmed et al. 2010
menggunakan SYBR
®
Green I sebagai label fluoresen sedangkan penelitian ini menggunakan EvaGreen dye. Sehingga penggunaan konsentrasi primer yang tepat pada suatu penelitian bergantung
pada bahan lain yang digunakan salah satunya adalah label fluoresen, namun berdasarkan protokol dalam kemasan EvaGreen, evagreen dye yang digunakan cara kerjanya sama dengan SYBR
®
Green I
32 dan konsentrasi primer yang tepat pada penelitian ini yaitu sebesar 0,125 µM dimana telah masuk
pada selang konsentrasi primer yang sesuai jika pengujian dengan real-time PCR menggunakan SYBR
®
green I sebagai bahan pendar yaitu antara 0,05 hingga 0,3 µM Pestana et al. 2010. Penelitian Shanmugasundaram et al. 2009 dimana menggunakan reverse dan forward primer
dengan urutan nukleotida yang sama, menggunakan sebanyak 0,15 µM primer pada pengujian dengan real-time
PCR. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan konsentrasi primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 0,125 µM.
E. Hasil Penentuan Spesifisitas Primer