13
2. Probe-Based Chemistry
Penggunaan berbasiskan probe merupakan pendeteksian yang lebih spesifik karena jenis fluoresen tersebut menggunakan pemeriksaanpenyelidikan internal disamping penggunaan
sepasang primer yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah tertentu. Penggunaan probe lebih mahal dan perlu dilakukannya perancangan sekuen nukleotida agar sekuen pada probe tersebut
sesuai dengan sekuen pada gen target. Oleh karena itu deteksi dengan menggunakan probe nantinya dibutuhkan proses validasi dan optimasi yang terpisah khusus untuk probe, namun dapat
menghasilkan spesifisitas yang lebih tinggi jika menggunakan Molecular Beacon Pestana et al. 2010.
Real-time PCR melakukan amplifikasi dan deteksi dalam satu tahapan sebab akumulasi produk
spesifik dicatat secara kontinyu selama siklus. Hal ini tidak dapat dilakukan pada PCR standar yang masih mengandalkan elektroforesis gel agarosa untuk mengkuantitasi amplikon. Selain itu, hasil dari
elektroforesis gel agarosa dapat memperpanjang waktu deteksi dan timbulnya kontaminasi. Pendeteksian produk real-time PCR secara kuantitatif berbeda dengan PCR standar yang
mengkuantitasi amplikon di akhir fase amplifikasi fase plato dan juga berdasarkan panjang basa atau bobot molekul padahal molekul yang berbeda mungkin saja memiliki ukuran yang sama atau hampir
sama. Kuantitasi produk real-time PCR terdeteksi pertama kali di setiap siklus fase eksponensial dan dihitung berdasarkan threshold cycle Ct yaitu waktu dimana intensitas fluoresen lebih besar dari
pada fluoresen yang ditimbulkan oleh noise background fluorescence. Noise dapat disebabkan oleh penempelan larutan isolat DNA beserta pereaksi-pereaksi PCR pada dinding tabung microwell.
Keunggulan real-time PCR lainnya ialah analisis dapat dilakukan tanpa membuka tabung sehingga mengurangi resiko kontaminasi amplikon PCR atau molekul target lainnya. Menurut Edward
et al . 2004, aplikasi teknologi real-time PCR mengurangi waktu penanganan atau pengujian dan
meningkatkan keakuratan kuantifikasi metode PCR. Sebelum tahap amplifikasi dengan real-time PCR, diperlukan tahap persisapanpra-amplifikasi,
kemudian setelah tahap amplifikasi diperlukan evaluasi produk real-time PCR. Tahap pra-amplifikasi PCR standard dan real-time PCR tidak berbeda, meliputi persiapan sampel bakteri dan isolasi DNA
untuk memperoleh isolat DNA sebagai DNA target amplifikasi. Protokol yang baik dalam mempersiapkan isolat DNA adalah fokus pada tahap pengumpulanpemanenan patogen, penghilangan
inhibitor yang terdapat pada pangan atau pada media kultur, dan pengisolasian DNA Lee et al. 2006. Prinsip dasar isolasi DNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen-
komponen sel lainnya. Hasil ekstraksi merupakan tahapan penting untuk langkah berikutnya. Oleh sebab itu, tahapan ini harus dilakukan dengan baik dan bebas kontaminasi. Terdapat enam tahap
dalam mengisolasi DNA, yaitu 1 preparasi sampel, 2 pelisisan sampel yang umumnya menggunakan buffer yang mengandung Tris.HCl pH8,0; EDTA pH 8,0; CTAB, proteinase K, dan
SDS sodium dodecylsulphate, 3 proteksi dan stabilisasi DNA dengan menggunakan buffer TE yang mengandung Tris.HCl dan EDTA pH 8,0 dan juga ditambahkan NaCl, 4 pemisahan DNA dari
debris sel dilakukan dengan cara sentrifugasi dan juga ditambahkan dengan fenol, kloroform, dan isoamil alkohol dengan perbandingan tertentu atau dengan dididihkan pada air suhu 100
o
C, 5 presipitasi DNA dengan menambahkan etanol 96 atau isopropanol, sedangkan 6 pemekatan DNA
dilakukan dengan pencucian menggunakan etanol 70 dan ditambahkan dengan buffer TE Tris.HCl dan EDTA. Berdasarkan prinsip tersebut, banyak metode untuk mengisolasimengekstraksi DNA dari
sel mikroba salah satunya adalah metode pendidihan, dan dari berbagai metode tersebut, banyak industri yang mengembangkan suatu kit untuk memudahkan pengisolasianpengekstraksian DNA.
Metode pendidihan boiling method merupakan salah satu metode untuk mengisolasi mengekstraksi DNA dari sel mikroba. DNA yang berasal dari bakteri Gram negatif contohnya:
14 Salmonella
dapat dengan mudah diisolasidiekstraksi dengan menggunakan metode pendidihan mendidihkan sel bakteri di dalam air Lee et al. 2006.
Tahap isolasi DNA dengan metode pendidihan dilakukan setelah tahap enrichment pada kultur murni maupun pada sampel pangan. Tahap enrichment ini berfungsi untuk menyembuhkan sel
mikroba yang rusak maupun memperbanyak mikroba agar memberi keyakinan bahwa mikroba yang diisolasi adalah mikroba hidup. Selain itu juga untuk mengencerkan komponen inhibitor PCR yang
terdapat pada matriks sampel Rådström et al. 2004. Bahan yang pertama kali digunakan pada metode pendidihan adalah buffer TE dimana
mengandung Tris HCl 1 M pH 8,0 dan EDTA 0,5 M yang dicampur dengan pelet yang dihasilkan setelah sentrifugasi sampel. Proses sentrifugasi dan resuspensi pelet yang dihasilkan dengan buffer TE
secara berulang berfungsi untuk mencuci sampel kultur murnisampel spike dari inhibitor-inhibitor yang terkandung di dalamnya yang dapat mengganggu tahap amplifikasi DNA nantinya Lee at al.
2006. Selain itu buffer TE juga berfungsi untuk menjaga kestabilan DNA agar tidak terdegradasi ketika pelisisan sel terjadi.
Kemudian bahan berikutnya adalah penambahan lisozim ke dalam pelet bersamaan dengan ditambahkannya buffer TE. Lisozim berfungsi untuk melisiskan dinding sel bakteri dimana lisozim
dapat merusak membran luar sel bakteri. Aktivitas lisozim efektif pada suhu ruang. Kemudian pada metode pendidihan juga ditambahkan proteinase K. Proteinase K merupakan enzim proteolitik yang
digunakan untuk menghilangkan protein. Protein merupakan salah satu inhibitor dalam proses amplifikasi DNA. Suhu optimum aktivitas enzim proteinase K adalah 55-60
o
C selama 1 jam. Semakin lama inkubasi, maka daya recovery DNA semakin baik Sambrook et al. 1989.
Pendidihan di dalam air yang bersuhu 100
o
C berfungsi untuk menginaktivasi enzim proteinase K dan enzim nuklease atau DNAse dimana dapat mencerna asam nukleat dan menyebabkan penurunan
kualitas maupun kuantitas DNA selama penyimpanan. Pendidihan dengan pemanasan 100
o
C juga dapat mempercepat lisis dinding sel bakteri sehingga DNA dapat diekstraksi sekaligus mempermudah
proses denaturasi rantai DNA ketika dilakukan amplifikasi dengan PCR. Selain itu pendidihan juga dapat berfungsi mendenaturasi protein-protein inhibitor. Proses pendidihan tidak dapat mendenaturasi
DNA plasmid karena secara topologi intertwined Sambrook et al. 1989, namun dapat mendenaturasi DNA kromosomal.
Pendinginan segera dilakukan di dalam freezer setelah dilakukannya pendidihan agar DNA kromosomal dapat terenaturasi. Proses pendinginan ini juga menyebabkan debris sel, protein-protein
inhibitor dan DNA plasmid mengendap. DNA kromosomal akan larut dalam supernatan sedangkan debris sel, protein inhibitor, dan DNA plasmid akan terendapkan pada pelet setelah proses sentrifugasi
dimana dilakukan setelah proses pendinginan tadi. Dan supernatan yang dihasilkan tersebut diambil sebagai isolat DNA yang akan digunakan pada tahap amplifikasi selanjutnya.
Setelah persiapan isolat DNA selesai, maka dilakukan tahap amplifikasi yang dijalankan dalam thermal cycler
dan dihasilkanditampilkan dalam bentuk grafik pada layar komputer dengan software yang aplikabel terhadap thermal cycler, contohnya adalah software IQ-5 Bio-Rad. Grafik-grafik
yang diperoleh berupa grafik amplifikasi, kurva standar, kurva pelelehan melt curve dan kurva puncak pelelehan melt peak curve. Grafik tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja
amplifikasi real-time PCR.
1. Kurva Amplifikasi