Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 Tentang
                                                                                adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja danatau keadaan perburuhan.
13
Undang-Undang tersebut
hanya mengatur
penyelesaian perselisihan  antara  majikan  dan  serikat  buruh.  Perselisihan  antara
majikan dan buruh perseorangan atau sekelompok buruh tidak lagi diatur. Dengan  hanya  memperkenankan  serikat  buruh  atau  gabungan  serikat
buruh  untuk  berperkara,  dikandung  maksud  agar  semua  buruh  akan masuk menjadi anggota serikat buruh. Di era Undang-Undang ini semua
jenis perselisihan
merupakan wewenang
panitia penyelesaian
perselisihan. Dengan demikian maka perselisihan hak tidak lagi menjadi wewenang pengadilan negeri.
14
Hal  terpenting  dari  Undang-Undang  Nomor  22  tahun  1957  adalah perubahan susunan panitia penyelesaian perselisihan. Di puasat tidak lagi
terdiri dari menteri-menteri dan di daerah tidak hanya terdiri dari wakil- wakil  kementrian,  tetapi  susunannya  sudah  berbentuk  dewan  tripartit
dengan  ketua  wakil  kementrian  perburuhan  dan  anggota  terdiri  dari wakil-wakil
kementrian perindustrian,
keuangan, pertanian,
perhubungan, lima wakil buruh dan lima wakil pengusaha.
15
13
Supomo Soeparman, Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial: Tata Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan , h. 15.
14
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan , h. 137.
15
Supamo Suparman, Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial: Tata Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan , h. 13.
Susunan  panitia  penyelesaian  perseisihan  dengan  demikian, perbandingan wakil pemerintah, buruh dan pengusaha pada pnitia daerah
dan  pusat  adalah  5:5:5  dengan  adanya  badan  tripartit  ini  diharapkan penyelesaian
perselisihan perburuhan
akan lebih
dapat mempertimbangkan  keentingan  buruh,  pengusaha  dan  umm  sebagai
kepentingan bersama.
16
Tahap penyelesaian perselisihan terlebih dahulu harus diselesaikan melalui  perundingan.  Jika  proses  perundingan  gagal  maka  para  pihak
dapat  memilih  penyelesaian  melalui  arbitrase.  Jika  para  pihak  tidak memilih  arbitrase  maka  penyelesaian  perselisihan  diserahkan  kepada
pegaewai  perantara.  Perselisihan  yang  tidak  selesai  di  tahap  perantara, selanjutnya  diserahkan  kepada  panitia  penyelesaian  perselisihan
perburuhan daerah P4D. P4D berhak memberikan putusan yang bersifat anjuran dalam hal-hal tertentu dan berhak pula memberikan putusan yang
bersifat  mengikat.  Terhadap  putusan  P4D  yang  bersifat  mengikat,  salah satu  pihak  dapat  melakukan  permintaan  pemeriksaan  ulang  pada  panitia
penyelesaian  perselisihan  perburuhan  pusat  P4P.  Putusan  P4P  bersifat mengikat  dan  dapat  dilaksanakan  dalam  waktu  14  hari  setelah  putusan
itu,  apabila  menteri  perburuhan  tidak  membatalkan  putusan  atau menunda putusan tersebut untuk kepentingan umum. Hal lai yang sangat
mendasar  adalah  dengan  ditetapkannya  putusan  panitia  penyelesaian perselisihan  perburuhan  pusat  P4P  sebagai  objek  sengketa  tata  usaha
16
Supamo Suparman, Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial,  h. 14.
negara, sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara. Dengan adanya ketentuan ini, maka
jalan  yang  harus  ditempuh  baik  oleh  pihak  pekerjaburuh  maupun  oleh pengusaha  untuk  mencari  keadilan  menjadi  semakin  panjang.
17
Dengan demikian  maka  putusan  P4P  tidak  lagi  mengikat  dan  final  karena  dapat
digugat  di  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara  PTTUN.  Untuk selanjutnya,  terhadap  putusan  PTTUN  yang  ditolak,  dapat  diajukan
kasasi ke mahkamah angung.
                