Teori Pembagian Kekuasaan Dan Kaitannya Dengan Kekuasaan Kehakiman

1. Kekuasaan legislatif Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletak dalam suatu badan yang berhak khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan terentu, maka mungkinlah tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi maka peraturan perundangan harus berdasarkan kedalatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan ialah yang dinamakan legislatif. 23 Lembaga Perwakilan Rakyat memiliki empat 4 fungsi pokok yaitu sebagai berikut: a. Fungsi representasi perwakilan 1 Representasi formal 2 Representasi aspirasi b. Funfsi pengawasan kontrol 1 Pengawasan atas penentuan kebijakan control of policy making 2 Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan control of policy executing 3 Pengawasan atas penganggaran dan belanja negara control of budgeting 23 C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 12. 4 Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan belanja daerah control of budget implementation 5 Pengawasan atas kinerja pemerintahan control of goverment performances 6 Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik control of political appointment of public officials dalam bentuk pengawasan atau penolakan, ataupun dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR. c. Fungsi pengaturan atau legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu: 1 Prakarsa pembuatan undang-undang legislative initiation 2 Pembahasan rancangan undang-undang law making process 3 Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang law enactment approval 4 Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding documents. d. Fungsi deliberasi dan resolusi konflik: 1 Perdebatan publik dalam rangka rule and policy making 2 Perdebatan dalam rangka menjalankan pengawasan 3 Menyalurkan aspirasi dan kepentingan yang beranekaragam 4 Memberikan solusi saluran damai terhadap konflik sosial 24 2. Kekuasaan eksekutif Kekuasaan menjalankan undang-undang ini dipegang oleh kepala negara. Kepala negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu kekuasaan dari kepala negara dilimpahkannya didelegasikannya kepada pejabat-pejabat pemerintahannegara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang badan eksekutif. Badan inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan eksekutif. 25 Cabang kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang memegang kewenangan administrasi pemerintahan negara tertinggi. 26 3. Kekuasaan yudisial a. Kedudukan kekuasaan kehakiman Pemisahan kekuasaan juga terkait erat dengan independensi peradilan. Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman atau judiciary merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. Prinsip pemisahan kekuasaan separation of power itu menghendaki bahwa para hakim dapat 24 Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 309-310. 25 C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 12. 26 C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, h. 323. bekerja secara independen dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan legislatif. 27 Salah satu ciri yang dianggap penting dalam setiap negara hukum yang demokratis democratische rechtsstaat ataupun negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum constitutional democracy adalah adanya kekuasaan kehakiman yang independen dan tidak berpihak independent and impartial. Apa pun sistem hukum yang dipakai dan sistem pemerintahan yang dianut, pelaksanaan the principles of independence and impartiality of the judiciary harus benar-benar dijamin di setiap negara demookrasi konstitusional. 28 b. Beberapa prinsip pokok kehakiman Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang biasa dipandang sangat pokok dalam sistem peradilan, yaitu i teh principle of judicial independence, dan ii the principle judicial impartiality. Kedua prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistem di semua negara yang disebut hukum modern atau modern constitutional state. Prinsip independensi itu sendiri antara lain harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang dihadapinya. Di samping itu, independensi juga tercermin dalam berbagai pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, masa kerja, 27 Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 310. 28 Jimly Assiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 313. pengembangan karier, sistem penggajian, dan pemberhentian para hakim. Prinsip kedua yang sangat penting adalah prinsip ketidakberpihakkan the principle of impartiality. Dalam praktik, ketidakberpihakkan atau impartiality itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara imparsial to be impartial, tetapi juga terlihat bekerja secara imarsial to appear to be imparcial. Dalam the bangalore principle, tercantum adanya enam 6 prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, yaitu prinsip-prinsip independence, impartiality, integrity, propriety, equality, dan competence and diligence. 29 29 Jimly Assiddiqie, Pengantal Ilmu Hukum Tata Negara, h. 316-317. 36

BAB III PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

A. Sejarah dan Dasar Hukum Peradilan Hubungan Industrial

1. Zaman Hindia Belanda

Zaman Hindia Belanda, perselisihan perburuhan biasanya dibeda- bedakan antara perselisihan hak rechtsgeschillen dan perselisihan kepentingan belangen-geschillen. Reglement op de rechtelijke organisatie en het beleid der justitie in indonesie R.O. Stbl. 1847 nr. 23 pasal 116g menetapkan bahwa perselisihan hak diadili oleh hakim residensi residentie rechter. Perselisihan hak dianggap terjadi karena salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melanggar perjanjian kerja. Anggapan ini merupakan penjelmaan dari prinsip-prinsip umum hubungan kerja yang berkembang dalam alam liberal. Hubungan kerja dipandang sebagai perjanjian yang secara bebas diadakan para pihak yang kedudukannya sama kuar dengan tujuan tukar menukar pekerjaan dengan pembayaran upah. Jadi dianggap sebagai perjanjian biasa sebagaimana perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang hukum perdata KUHPerdata. Oleh karena itu, penyelesaian perselisihan hak merupakan yurisdiksi hakim residensi semacam peradilan negeri. 1 Adapun penyelesaian perselisihan kepentingan diproses oleh dewan pendamai verzoeningsraad. Tugas dewan pendamai adalah memberi 1 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 2003, h. 132. perantara jika diperusahaan timbul atau akan timbul perselisihan perburuhan yang akan atau telah mengakibatkan suatu pemogokan atau dapat merugikan kepentingan umum. Pada tahun 1939 ditetapkan peraturan tentang panitia penyelidik perselisihan perburuhan di perusahaan swasta di luar perusahaan kereta api dan trem Stbl. 1939 No. 407. Menurut peraturan ini, jika timbul perselisihan perburuhan diusahakan pendamaian dan anjuran oleh seorang atau beberapa orang pegawai atau suatu panitia yang ditunjuk oleh direktur justisi. 2 Meskipun pada zaman penjajahan, hubungan perburuhan baru ada pada titik awal, namun pemerintah hindi belanda telah menyiapkan institusi dan peraturan untuk melindungi tenaga kerja. Bahkan perselisihan perburuhan sudah mulai mendapat perhatian dari pemerintah dan disalurkan dengan baik.sedangkan selama pendudukan Jepang , gerakan buruh sangat tertekan. Bahkan organisasi buruh yang bebas dihapuskan dan dalam kondisi ekonomi perang, perekonomian dihadapkan pada kesulitan yang luar biasa. Industri yang ada dialihkan untuk mendukung kepentingan perang. Dengan demikian kondisi kehidupan hubungan industrial ada pada titik nadirnya. 3 2 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, h, 8. 3 Oetoyo Oesman, Perkembangan Hubungan Industrial Di Indonesia, Artikel dimuat dalam Majalah Hubungan Industrial no. 6 th, III, 2002.

2. Pasca Kemerdekaan

a. Instruksi Mentri Perburuhan No. PBU 1022-45U 4091 Tahun 19511

Sebelum pengakuan kedaulatan, perselisihan perburuhan belum meningkat pada taraf yang penting, karena pada waktu itu rakyat indonesia termasuk buruh dan organisasinya sibuk mencurahkan perhatian pada cita-cita kemerdekaan. Oleh karena itu, perjuangan buruh pada waktu itu cenderung bersifat politis. Lagipula perusahaan- perusahaan yang penting dikuasai negara sehingga perselisihan antar buruh dan majikan tidak terasa. Setelah pengakuan kedaulatan, kaum pekerja menyadari hal-hal yang sebelumnya masih bersifat perjuangan politis, sedikit demi sedikit mulai menuntut soal kesejahteraan sosial, perbaikan upah, tunjangan, jaminan kesehatan dan lain-lain. Aksi mereka tidak selalu berjalan mulus. Kadang-kadang malah mendapattantangan dari pihak majikansehingga terjadi perselisihan perburuhan yang berujung pada aksi pemogokan. Pemerintah pada priode ini sagat mendorong kehidupan demokrasi dan pertumbuhan serikat pekerja menjamin hak berorganisasi, sayangnya dalam kehidupan berorganisasi, tujuan hubungan industrial untuk mencapai ketenangan kerja mengalami kendala karena organisasi pekerjanya terfragmentasi mengikuti polarisasi ideologi politik. Posisi buruh menjadi lemah dan kesejahteraannya kurang mendapat perhatian. 4 4 Oetoyo oesman, Perkembanganhubungan Industrial di Indonesia, h. 40. Sampai pada pemulaan tahun 1951, indonesia belum mempunyai Undang-undang yang khusus untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan. Sengketa yang terjadi antara majikan dan buruh diselasaikan dan diurus oleh mereka sendiri secara sukarela dan kapan perlu di intervensi oleh pegawai kementrian perburuhan baik di daeraha maupun pusat yang berpedoman pada instruksi mentri perburuhan tanggal 20 Oktober 1950 no. Pbu 1022-45u 4091 tentang cara penyelesaian perselisihan perburuhan. Kantor-kantor perburuhan memproses penyelesaian secara aktif melalui perantara atau pendamaian dan jika dikehendaki oleh para pihak yang berselisih dapat diselesaikan melalui pemisahan. 5

b. Peraturan Kekuasaan militer No. 1 Tahun 1951

Cara penyelesaian perselisihan perburuhan yang bersifat sukarala ternyata tidak dapat mengatasi situasi kegelisahan di dunia perburuhan yang terus meningkat akibat pemogokan yang sangat banyak terjadi. Oleh karena itu, berdasarkan Undang-Undang keadaan perang dan territorium mengeluarkan peraturan yang oleh umum dikenal sebagai larangan mogok di perusahaan-perusahaan vital. Akan tetapi pemogokan terus terjadi dan sebagai upaya meredakan situasi yang tidak menentu pada waktu itu. Kekuasaan militer pusat dengan persetujuan dewan 5 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, h. 139.

Dokumen yang terkait

Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

1 45 149

ASAS NETRALITAS MEDIASI HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 4 17

Implementasi Kebijakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung

0 2 1

KEDUDUKAN HAKIM AD HOC DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 | Rumambi | LEX ET SOCIETATIS 7318 14338 1 SM

0 0 15

PENGARUH UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENCIPTAKAN KEPASTIAN HUKUM DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

0 0 13

Undang Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Peradilan Hubungan Industrial

0 0 62

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KLAS IA SAMARINDA

0 0 23

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENDUKUNG IKLIM USAHA DAN INVESTASI TESIS

0 0 14

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DI KOTA PANGKALPINANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 0 12