Pengertian dan Prinsip Independensi

kedamaian yang berdampingan dengan harmonisasi. Manusia pada hakekatnya mengikuti gerak sukarela yang menunjuk pada suatu makna, tanpa ada paksaan, tanpa ada tekanan, yang mengandung pengertian logis harus tersedianya ruang gerak secara bebas. 8 2 Konsep Kebijaksanaan Selain terciptanya konsep kebebasaan, independensi juga melahirkan konsep kebijaksanaan yaitu, Koentjontro Purbopranoto mengemukakan bahwa kebijaksanaan dengan pengertian freis emerssen 9 karena pada hakikatnya memberikan kebebasaan bertindak pada pemerintah dalam menghadapi situasi yang kongkrit, sedang kebijaksanaan merupakan suatu pandangan jauh kedepan dari pemerintahan. Asas kebijaksanaan yang mengendaki bahwa terjalinnya kerjasama antara pemerintah yang menghubungkan segala tindakannya dengan gejala- gejala masyarakat dengan dukungan dari warga negara, agar suatu kebijakan yang ditetapkan dari tindakan pemerintah tersebut mempunyai orientasi ke masa depan, oleh sebab itu segala tindakan pemerintah perlu mempunyai otoritas dan wibawa. 10 8 Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, h. 12. 9 Freies Emerssen terinspirasi dari asas diskresi discretie, yaitu pejabat diber kekuasaan untuk mengambila keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas yiridiktas dan asas legalitas tersebut. Pejabat bertindak guna kepentingan umum. s. prajudi atmosudirjo, hukum administrasi Negara. Jakarta : ghalia Indonesia, 1994, Cet. Kesepulu, hal. 89. 10 SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta: liberty, 2003, cet. Kedua, h. 158 b. Prinsip-Prinsip Independensi Adapun prinsip-prinsip independensi yang berkenaan dengan system peradilan dan ketatanegaraan, yaitu: 1 Peradilan Bebas Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip keadilan dan persamaan. Dalam nomokrasi islam seorang hakim memiliki kewenangan yang bebas dalam makna setiap putusan yang ia ambil bebas dari pengaruh siapapun. Seorang yuris islam terkenal Abu Hanifah berpendapat bahwa “kekuasaan kehakiman harus memiliki kebebasan dari segala macam bentuk tekanan dan campur tangan kekuasaan eksekutif, bahkan kebebasaan tersebut mencakup pula wewenang hakim untuk menjatuhkan putusannya pada seorang pengusaha apabila ia melanggar hak- haknya.” Peradilan bebas serta tidak adanya intervensi dari pihak manapun merupakan persyaratan bagi tegaknya dan efektifnya prinsip keadilan dan persamaan hukum. Dalam nomokrasi islam hal ini merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para hakim guna menunjukkan suatu ciri negara. Bahkan ia memiliki suatu kewenangan untuk melakukan ijtihat dalam menegakkan hukum. 11 11 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum :Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Impelementasinya pada Priode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta : kencana prenada media group, 2007, Cet. Ketiga, h. 144. Pengadilan diberikan wewenang oleh tatanan hukum untuk memutuskan peraka berdasrkan kebijaksanaannya sendiri, untuk menghukum atau membebaskan terdakwa, untuk mengabulkan atau menolak gugatan penggugat, untuk menjatuhkan ata menolak menjatuhkan sanksi kepada terdakwa atau tergugat. Dalam mejatuhkan sanksi , pengadilan selalu bertindak sebagai organ pembuat undang-undang. Hal ini berarti bahwa pengadilan diberi wewenang untuk membuat norma hokum substantif yang dianggapnya memuaskan, patut atau adil bagi kasus konkret. 12 Hakim juga wajib memperhatikan pula prinsip amanah, karena kekuasaan kehakiman yang berada ditangannya adalah suatu amanah dari rakyat kepadanya yang wajib ia pelihara dengan sebaik-baiknya. Sebelum, menetapkan putusan, hakim wajib bermusyawarah dengan para koleganya di dalam pengadilan agar tercapai suatu putusan yang seadil-adilnya. Putusan yang adil merupakan tujuan utama dari kekuasaan kehakiman yang bebas. 13 2 Kemandirian Hakim Hakim adalah salah satu elemen dasar dalam sistem peradilan, sebagai subjek yang melakukan tindakan putusan atas suatu perkara didalam suatu pengadilan. Hakim yang merupakan personifikasi atas 12 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, h. 209. 13 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum :Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Impelementasinya pada Priode Negara Madinah dan Masa Kini. h. 146. hukum harus menjamin rasa keadilan bagi setiap orang yang mencari keadilan melalui proses hukum legal. Untuk menjamin rasa keadilan itu maka seorang hakim dibatasi oleh rambu-rambu, sperti : integritas, moral dan etika, transparansi, dan pengawasan. Franken, ahli hukum belanda, menyatakan bahwa independensi kekuasaan kehakiman dapat dibedakan ke dalam 4 empat bentuk, yaitu: 1. Independensi konstitusional contitutionele onafhankelijkheid adalah independensi yang dihubungkan dengan doktrin trias poltica kekuasaan kehakiman harus independen dalam arti kedudukan lembaganya harus bebas dari pengaruh politik. 2. Independensi fungsional zakellijke of functionele onafhankelijkheid, independensi hakim berarti bahwa setiap hakim boleh menjalankan kebebasaannya untuk menafsirkan undang-undang apabila undang-undang tidak memberikan pengertian yang jelas. Independensi fungsional dapat dipandang sebagai pembatasan, dimana seorang hakim tidak boleh memtuskan suatu perkara tanpa dasar hukum, dan juga dpat dipandang dalam kondisi tertentu, hakim atau lembaga kekuasaan kehakiman data mencabut suatu ketentuan perundang-undangan yang bertentangan dengan keadilan dan konstitusi. Hal ini berkaitan dengan suatu sengketa dan hakim harus memberikan suatu putusan. 3. Independensi personal hakim persoonlijke of rechtsposionele onafhankelijkheid adalah mengenai kebebasan hakim secara individu ketika berhadapan dengan suatu sengketa. Independensi fungsional harus dilihat sebagai hasil dari independensi personal hakim. Independensi personal memiiki hubungan langsung dengan tugas-tugas yang ditetapkan oleh konstitusi. 4. Independensi praktis praktische of fitelijke onafhankelikheid adalah independensi hakim untuk tidak berpihak imprsial. Hakim harus mengikuti perkembangan masyarakat yang dapat dibaca dan disaksikan dari media, tetapi tidak boleh mengambil begitu saja kata-kata dari media dan desakan-desakan dari masyarakat tanpa mempertimbangkan dan harus diuji secara kritis dengan ketentuan hukum yang sudah ada. Hakim harus mengetahui sampai sejauhmana dapat menerapkan norma-norma sosial ke dalam kehidupan masyaraka.

B. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Kekuasaan kehakiman yang merdeka diartikan sebagai pelaksanaan peradilan yang bebas dan tidak memihak yang dilakukan oleh hakim untuk menyelesaikan berbagai masalah hukum yang diajukan ke pengadilan. Kekuasaan kehakiman yag merdeka ini merupakan element mutlak yang harus ada di dalam sebuah negara yang berpredikat negara hukum. Menururt C.S.T. Kansil dan Christine ST Kansil, 14 kekuasaan kehakiman ini mengandung pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan negara lainnya, bebas dari paksaan, dan 14 C.s.t. Kansil dan Christine st Kansil, Hukum Tata Negara RI Jilid I, jakarta: rineka cipta, 19884, h. 191-192. rekomendasi yang datang dari ekstra yudisial dalam hal-hal yang diizinkan undang-undang. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial tidaklah mutlak sifatnya karena tugas hukim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdaasarkan pancasila dengan menafsirkan hukum dan mencari dasar- dasar, asas-asas yang menjadi landasannya. Pentingnya kekuasaan yudikatif yang merdeka dari segala bentuk intervensi dari beberapa kekuasaan lainnya juga dibahas dalam studi hukum kelembagaan negara. Montesquieu mengemukakan 15 pentingnya kekuasaan yudikatif karena kekuasaan kehakiman yang independen menjamin kebebasaan individu dan hak asasi manusia. prinsip persamaan di muka hukum merupakan elemen yang penting dalam konsep rule of law. Selanjutnya Montesquieu mengatakan 16 kebebasan pun tidak ada jika kekuasaan kehakiman tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif. Jika kekuasaan kehakiman disatukan dengan kekuasaan legislatif, kekuasaan atas kehidupan dan kebebasaan warga negara akan dijalankan sewenang-wenang karena hakim akan menjadi pembual hukum. Jika kekuasaan kehakiman disatukan dengan kekuasaan eksekutif, hakim bisa jadi penindas. Kemandirian kekuasaan kehakiman perlu kita garis bawahi bahwa tidak saja mandiri secara kelembagaan, tetapi juga harus menjaga kemandirian dalam 15 Andi. M. Nasrun, Krisis Peradilan Mahkamah Agung Dibawah Soeharto, jakarta: elsam, 2004, h. 32. 16 Andi. M. Nasrun, Krisis Peradilan Mahkamah Agung Dibawah Soeharto, h. 48 proses peradilan yang dapat diindikasikan dari proses pemeriksaan perkara, pembuktian , hingga pada vonis yang dijatuhkan. Parameter mandiri atau tidaknya proses peradilan ditandai oleh ada atau tidaknya intervensi dari pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakiman seperti kekuasaan legislatif maupun kekuasaan eksekutif. Kemandirian hakim sangat penting adanya karena hakim secara fungsional merupakan inti dalam proses penyelenggaraan peradilan. Indikator mandiri atau tidaknya hakim dalam memeriksa perkara dapat dilihat dari kemampuan hakim dalam menjaga integritas moral dan komitmen kebebasan profesinya dalam menjalankan amanat dari adanya campur pihak lain dalam proses peradilan. Namun yang perlu juga dipahami bahwa jaminan independensi kekuasaan kehakiman bukan berarti tidak boleh ada pihak selain dari lembaga peradilan untuk mengurusi sesuatu yang berhubungan dengan hakim dan peradilan. 17 Rumusan tentang kekuasaan kehakiman diatur dalam bab IX pasal 24 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selengkapnya berbunyi: “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. 18 apabila 17 Sirajuddin, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik I, Bandung, pt. Citra aditya bakti, 2006, h. 34. 18 Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Mahkamah Agung, jakarta: MARI, 2003, h. 8. sesuatu telah diatur langsung di dalam konstitusi sebuah negara maka hal itu menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan dari negara tersebut. Mengenai hal ini secara eksplisit telah diamanatkan dalam konsideran huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan Undang-Undnag Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah lagi dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, telah menentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri dan terlepas dari kekuasaan pemerintah, sehingga dipandang perlu melaksanakan pemisahan tegas antara fungsi-fungsi yudikatif dan eksekutif.

C. Teori Pembagian Kekuasaan Dan Kaitannya Dengan Kekuasaan Kehakiman

Di Indonesia Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut legal state atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Meskipun kedua istilah rechtsstaat dan rule of law itu memiliki latar belakang sejarah dan pengertian yan berbeda, tetapi sama-sama mengandung ide pembatasan kekuasaan. pembatasaan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagai negara konstitusional atau

Dokumen yang terkait

Penyelesaian Perselisihan Antara Pekerja dengan Pengusaha di Luar Pengadilan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

1 45 149

ASAS NETRALITAS MEDIASI HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 4 17

Implementasi Kebijakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung

0 2 1

KEDUDUKAN HAKIM AD HOC DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 | Rumambi | LEX ET SOCIETATIS 7318 14338 1 SM

0 0 15

PENGARUH UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENCIPTAKAN KEPASTIAN HUKUM DI BIDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

0 0 13

Undang Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Peradilan Hubungan Industrial

0 0 62

MEKANISME PENYELESAIAN PERKARA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI KLAS IA SAMARINDA

0 0 23

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Hubunga

0 2 16

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM MENDUKUNG IKLIM USAHA DAN INVESTASI TESIS

0 0 14

ANALISIS HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN DI KOTA PANGKALPINANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

0 0 12