negara, sebagaiamana diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara. Dengan adanya ketentuan ini, maka
jalan  yang  harus  ditempuh  baik  oleh  pihak  pekerjaburuh  maupun  oleh pengusaha  untuk  mencari  keadilan  menjadi  semakin  panjang.
17
Dengan demikian  maka  putusan  P4P  tidak  lagi  mengikat  dan  final  karena  dapat
digugat  di  pengadilan  tinggi  tata  usaha  negara  PTTUN.  Untuk selanjutnya,  terhadap  putusan  PTTUN  yang  ditolak,  dapat  diajukan
kasasi ke mahkamah angung.
e. Undang-Undang  Nomor  2  Tahun  2004  Tentang  Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
Puluhan  tahun  lamanya  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  1957 dan  Undang-Undang  Nomor  12  Tahun  1964  ini  berlaku,  sampai
akhirnya  dicabut  setelah  pemerintah  mengesahkan  Undang-Undang Nomor  2  Tahun  2004  tentang  penyelesaian  perselisihan  hubungan
industrial UU PPHI pada tanggal 14 januari 2004. Dalam  konsiderannya  antara  lain  dinyatakan  bahwa  dalam  era
industrialisasi,  masalah  perselisihan  hubungan  industrial  menjadi semakin  meningkat  dan  kompleks,  sehingga  diperlukan  institusi  dan
mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tetap adil dan murah.
17
Zaeni Asyhadie, Peradilan Hubungan Industrial, h. 92.
Penjelasan umum menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun  1957  tidak  dapat  lagi  mengakomodasi  perkembangan  yang
terjadi karena
hak-hak pekerjaburuh
perseorangan belum
terakomodasi  untuk  menjadi  pihak  dalam  perselisihan  hubungan industrial.  Undang-Undang  Nomor  22  Tahun  1957  hanya  mengatur
penyelesaian  perselisihan  hak  dan  perselisihan  kepentingan  secara kolektif.
18
Lahirnya  UU  PPHI  ini  membawa  perubahan  fundamental, utamanya  mengenai  mekanisme  yang  harus  ditempuh  dalam  setiap
perselisihan.  Karena  atas  dasar  UU  PPHI  inilah  didirikannya pengadilan  hubungan  industrial  dalam  lingkungan  peradilan  umum
dalam hal ini pengadilan negeri.
19
Hal ini juga membawa perubahan baik dari segi kelembagaan, mekanisme maupun mengenai jenis-jenis
perselisihan hubungan industrial. Dengan demikian, maka mulai tahun 2006 komunitas perburuhan di indonesia memasuki babak baru dalam
tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
B. Penyelesaian Sengketa Di Lingkungan Peradilan Hubungan Industrial
1. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Luar Pengadilan
Penyelesaian Sengketa  Hubungan  Industrial  sebelum dilangsungkan di  pengadilan  negeri  selalu  diupayakan  dilaksanakan    penyelesaian
18
Gunawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia Jakarta: Dradhika Binangkit Press, 2006, h. 102-103.
19
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Dinamika dan Kajian Teori,Bogor: Ghalia Indonesia, 2010, h. 160.
sengketa hubungan industrial di luar pengadilan,  dengan  maksud  agar  ada upaya  damai  antaran  ke  duabelah  pihak,  namun  apabila  antara  mereka
tidak  bisa  di  damaikan  barulah  penyelesaian  sengketa  di  lakukan melalui  pengadilan  negeri  atau  litigasi.  Jenis  perselisihan  hubungan
industrial  sebagaimana  diatur  dalam  ketentuan  Pasal  2  UU  22004 meliputi:  a  Perselisihan  hak,  b  Perselisihan  kepentingan,  c
Perselisihan pemutusan  hubungan  kerja;  dan  d Perselisihan  antarserikat pekerjaserikat  buruh hanya dalam satu perusahaan.
Adapun  tata  cara  penyelesaian  perselisihan hubungan  industrial  di luar  pengadilan  non litigasi, terdiri atas:
a. Penyelesaian Melalui Bipartit
Penyelesaian  perselisihan  yang  terbaik  adalah  penyelesaian  oleh para  pihak  yang  berselisih  secara  musyawarah  mufakat  tanpa  ikut
campur  pihak  lain,  sehingga  dapat  memperoleh    hasil  yang menguntungkan  kedua  belah  pihak.
20
Perundingan  Bipartit  adalah perundingan  antara  pekerja  buruh  atau  serikat  pekerjaserikat  buruh
dengan  pengusaha  untuk  menyelesaikan  perselisihan  hubungan industrial.  Pasal  3  ayat  1  UU  22004  mengatur  secara  substansial
bahwa: Perselisihan
hubungan industrial
wajib diupayakan
penyelesaiannya  terlebih  dahulu  melalui  perundingan  bipartit  secara musyawarah  untuk mencapai mufakat.  Selanjutnya, Pasal 136  ayat 1
UU  132003,  juga  mengatur  bahwa:  Penyelesaian  perselisihan
20
Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan di Luar Pengadilan jakarta: pt raja grafindo persada, 2004, h. 53.
hubungan  industrial  wajib  dilaksanakan  oleh  pengusaha  dan pekerjaburuh  atau  serikat  pekerjaserikat  buruh  secara  musyawarah
untuk  mufakat.  Perundingan  bipartit,  merupakan:
21
Perundingan antara  pengusaha  atau  gabungan  pengusaha  dan  pekerja  atau  serikat
pekerjaserikat  buruh  atau  antara  serikat  pekerjaserikat  buruh  dan serikat  pekerjaserikat  buruh  yang  lain  dalam  satu  perusahaan  yang
berselisih. Dari  ketentuan  tersebut  pada  gilirannya  diperoleh  pemahaman
bahwa  setiap  perselisihan  hubungan  industrial,  apa  pun  jenis perselisihannya,
wajib untuk
terlebih dahulu
diupayakan penyelesaiannya  secara  bipartit.  Dengan  pengungkapan  kata  yang  lain,
prosedur dan  mekanisme  penyelesaian  perselisihan  hubungan  industrial secara  bipartit  adalah  bersifat  imperatif.  Sekiranya  para  pihak  yang
berselisih  berkeinginan  untuk  menyelesaikan  perselisihannya  dengan mekanisme  lain,  seperti  halnya  mediasi,  konsiliasi,  arbitrase,  ataupun
melalui  PHI,  mekanisme  tersebut  baru  bisa ditempuh  jika  sebelumnya telah ditempuh cara penyelesaian secara bipartit.
b. Penyelesaian Melalui Mediasi
Penyelesaian  melalui  mediasi  mediation  ini  dilakukan  melalui seorang  penengah  yang  disebut  mediator.  Mediasi  adalah  intervensi
terhadap  suatu  sengketa  oleh  pihak  ketiga  yang  dapat  diterima,  tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang berselisih mencapai
21
Penjelasan Pasal 3 ayat 1 UU 22004