Apabila lesi berubah menjadi vesikuler akan terbuka karena garukan. Gejala ruam papuloeritematosa yang berkembang akan menjadi vesikel. Ini diakibatkan oleh
banyaknya larva filariform yang menembus kulit. Kejadian ini disebut ground itch. Apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis
yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut. Gejala klinik yang di sebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, ganguan
gizi, dan kehilangan darah.
II.6. Reaksi imunologi pada infeksi cacing
Respon tubuh terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks oleh karena cacing lebih besar dan tidak bisa ditelan oleh fagosit. Pertahanan terhadap
banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang produksi Ig E dan IL5
merangsang perkembangan dan aktivasi eusinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eusinofil,selanjutnya eusinofil diaktifkan dan mensekresi
granul enzim yang menghancurkan parasit cacing. Eusinofil lebih efektif dibanding leukosit lain karena eusinofil mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzim
proteolitik dan ROI yang diproduksi neutrofil dan makrofag. Cacing yang masuk kedalam lumen saluran cerna.pertama dirusak oleh IgG, IgE dan dibantu oleh ADCC.
Sitokin yang dilepas sel T yang dipacu antigen spesifik merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus yang menyelubungi cacing yang dirusak. Hal itu
memungkinkan cacing dapat dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi mediator sel mast seperti LTD4 dan diare akibat pencegahan
absorbsi natrium yang tergantung glukosa oleh histamin dan prostaglandin asal sel mast. Cacing biasanya terlalu besar untuk fagositosis. Degranulasi sel mastbasofil
yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin yang menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup. Eusinofil menempel pada cacing melalui IgGIgA dan melepas
protein kationik. MBP dan neurotoksin. PMN dan makrofag menempel melalui IgAIgG dan melepas superoksida oksida nitrit dan enzim yang membunuh cacing, Ig
E cacing diduga merupakan bagian dari peningkatan masif IgE yang diinduksi IL-4
oleh sel Th2 dan eksesnya diduga untuk memenuhi IgE pada permukaan sel mast untuk dijadikan refrakter terhadap rangsangan antigen cacing Baratawijaya, 2004.
II. 7. Status anemia gizi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin
Depkes RI, 2006. Sedangkan anemia gizi adalah kekurangan kadar hemoglobin Hb dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan kerena kekurangan zat besi Fe hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia
defisiensi besi.
Salah satu faktor penyebab yang memperberat keadaan anemia pada anak usia sekolah dasar adalah infeksi kecacingan STH. Infeksi cacing yang banyak diderita
anak-anak adalah cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing cambuk Trichuris trichuria dan cacing tambang Ancylostoma duodenale Necator americanus.
Pada infeksi cacing gelang yang berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorpsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi, efek yang serius terjadi obstruksi usus
ileus, intussuspection. Cacing cambuk dan cacing tambang menghisap darah penderita sehingga dapat menimbulkan anemia Onggowaluyo dkk, 1998.
II. 8. Status gizi berdasarkan hasil dan rekomendasi Semiloka Antropometri di Indonesia.
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Umur