intoksikasi sistemik dan diikuti anemia. Anemia yang di timbulkan cacing T.trichiura, pernah dilapokan kadar hemoglobin penderita mencapai 3grdl. Dalam
penelitian ini kejadian anemia terbanyak disebabkan oleh infeksi tunggal cacing A lumbricoides sebanyak 23 orang 37,1, sedangkan infeksi tunggal T trichiura
hanya 2 orang 1,6 dan infeksi campuran A lumbricoides dan T trichiura sebanyak 4 orang 6,5. Ini mungkin disebabkan karena derajat infeksi cacing jenis T
trichiura yang diderita anak adalah derajat infeksi ringan dan kepadatan telur kurang sehingga infeksi T trichiura yang diderita anak tidak berhubungan dengan kejadian
anemia. Hasil yang sama diperoleh dalam penelitian Yudo 2008 yang melakukan
penelitian untuk
mengetahui prevalensi infeksi cacing Trichuris trichiura dan prevalensi anemia serta mengetahui hubungan anemia dengan infestasi parasit Trichuris trichiura
pada murid SDN 2 Pasung dan SD Kadibolo di Kecamatan Wedi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari 287 murid yang diperiksa, ditemukan 184 murid 64 mengalami
anemia dan 58 murid 20 terinfeksi T trichiura. Tidak ada hubungan antara anemia dengan infeksi T trichiura p = 0,058.
IV.2.3 Hubungan Derajat Infeksi Kecacingan STH dengan Status Gizi
Pengukuran status gizi pada penelitian ini berdasarkan Indeks Antropometri, yang menggunakan berat badan menurut tinggi badan BBTB dengan alasan indeks
ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Dari uji
hipotesis terhadap hubungan antara derajat infeksi kecacingan STH dengan status gizi diperoleh hasil yang bermakna p = 0,001. Ini berarti ada perbedaan yang
bermakna dari derajat infeksi berdasarkan status gizi, seperti terlihat pada Tabel 16. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hazwan dan Ariffin
2012 yang menganalisis hubungan infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi pada siswa-siswi SD Negeri No.101837 Suka Makmur, Kecamatan Sibolangit,
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Dari penelitian ini diperoleh bahwa prevalensi infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 76,6 dengan derajat infeksi ringan paling
banyak. Terdapat hubungan antara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status gizi. Hal ini dimungkinkan karena pada anak usia sekolah infeksi kecacingan dapat
menyebabkan anoreksia dan juga dapat menghambat penyerapan zat makanan di saluran cerna. Sesuai dengan Maharani,2005 bahwa cacing A.lumbricoides yang
hidup dalam rongga usus manusia dan mengambil makanan terutama karbohidrat dan protein. Seekor cacing akan mengambil karbohidrat 0,14 gramhari dan protein 0,035
gramhari dari usus penderita untuk kelangsungan hidupnya.
IV.2.4 Hubungan Kejadian Anemia dengan Tingkat Kecerdasan
Dari penelitian ini diperoleh bahwa uji hipotesis terhadap hubungan antara kejadian anemia dengan tingkat kecerdasan adalah bermakna p = 0,001. Ini berarti
ada perbedaan yang bermakna dari tingkat kecerdasan berdasarkan kejadian anemia. Dalam Ananthakrishnan 2001 dijelaskan bahwa infeksi kecacingan dapat
menyebabkan malnutrisi, anemia, kekurangan vitamin A dan penurunan tingkat kecerdasan. Pollitt 1997 menduga bahwa iron deficiency anemia IDA adalah salah
satu faktor yang menyebabkan buruknya performan kecerdasan anak sekolah. Dugaan ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian di beberapa tempat di dunia, termasuk di
Indonesia. Oemijati, dkk 1996 dijelaskan bahwa infeksi cacing pada seorang anak dapat ditemukan secara tunggal maupun campuran, dan dapat menyebabkan
malnutrisi, anemia, menurunnya kesehatan jasmani dan menurunkan selera makan sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan dapat menyebabkan
penurunan kemampuan tingkat kecerdasan. Awasthi, dkk 2005 dijelaskan bahwa ada hubungan antara derajat infeksi yang diderita anak dengan tingkat kecerdasan.
Diduga hubungan ini terjadi karena adanya kejadian anemia atau malnutrisi akibat infeksi cacing yang diderita anak.
Dalam Al-Agha, dkk 2000 dijelaskan bahwa anemia pada anak dapat berakibat rendahnya kekebalan terhadap penyakit, terhambatnya kemampuan
motorik, tumbuh kembang, dan terganggunya kecerdasan. Sebab zat besi diperlukan untuk memperbanyak jumlah dan meningkatkan ukuran sel tubuh. Kekurangan zat
besi mengakibatkan pertambahan jumlah sel terhambat dan ukuran sel juga terhambat, termasuk sel otak. Jika pertambahan sel otak terganggu maka akan terjadi
gangguan pada tingkat kecerdasan anak, sehingga anak anemia umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih rendah.
IV.2.5 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kecerdasan