Tinjauan Umum Kurikulum KAJIAN TEORITIK
Arifin 2011:82-94 mengembangkan komponen kurikulum menjadi komponen tujuan, komponen isi materi, komponen proses, dan komponen
evaluasi. Tujuan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis, karena
akan mengarahkan dan memengaruhi komponen-komponen kurikulum lainnya. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan
terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran
dari tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara. Tujuan pendidikan nasional dirumuskan
langsung oleh pemerintah sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan- tujuan pendidikan yang lebih khusus. Tujuan institusional adalah tujuan
yang ingin dicapai oleh setiap lembaga pendidikan, baik pendidikan formal TKRA, SDMI, SMPMTs, SMAMA maupun pendidikan nonformal
lembaga kursus, pesantren. Tujuan kurikuler adalah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran, seperti bidang studi
Pendidikan Agama Islam, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Tujuan pembelajaran umum adalah tujuan yang ingin dicapai
pada setiap pokok bahasan, sedangkan tujuan pembelajaran khusus instructional objective adalah tujuan dari setiap subpokok bahasan.
Isimateri kurikulum pada hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu: a logika, yaitu pengetahuan tentang benar- salah, berdasarkan prosedur keilmuan, b etika, yaitu pengetahuan tentang
baik-buruk, nilai, dan moral, dan c estetika, yaitu pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni. Berdasarkan pengelompokan isi kurikulum
tersebut, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a mengandung bahan kajian atau topik-
topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses pembelajaran, dan b berorientasi pada standar kompetensi lulusan, standar kompetensi mata
pelajaran, dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: a
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, b sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, c bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat,
dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan d sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan
pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui
kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media
pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum SKKD, karakteristik materi
pelajaran, dan tingkat perkembangan yang dapat digunakan guru dalam
menyampaikan isi kurikulum, antara lain: a startegi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah diolah
sendiri, sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi, b strategi pembelajaran heuristik discovery dan inquiry, c strategi
pembelajaran kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok, dan d strategi pembelajaran individual.
3. Perkembangan Kurikulum Di Indonesia Hidayat 2013:1-18 menjabarkan bahwa semenjak Indonesia merdeka
sejak tahun 1945 telah mengalami perubahan kurikulum, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006.
Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia merdeka adalah merupakan rencana pelajaran atau dalam bahasa Belanda disebut leer plan.
Zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan dan pendidikan lebih menekankan pada pembentukan
karakter. Rencana Pelajaran 1947 merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi pendidikan kecerdasan intelektual.
Kurikulum 1947 dilandasi semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa dengan spirit merebut kemerdekaan maka pendidikan lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain, kesadaran bernegara dan
masyarakat. Setelah Rencana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di
Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini, pemerintah
Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata
pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di Sekolah
Dasar. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang menjadi ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran sehari-hari, silabus mata pelajarannya jelas, seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
Menjelang tahun 1964 pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan
1964 atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana yaitu; daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral. Kurikulum 1964 masih mengalami perubahan yaitu menjadi kurikulum
1968, hal ini dipengaruhi oleh perubahan sistem politik dari pemerintahan rezim Orde Lama ke rezim pemerintahan Orde Baru. Kurikulum ini
menjadi citra sebagai produk Orde Lama. Kurikulum 1968 menekankan pada pendekatan organisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan
jiwa Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik berat kurikulum ini terletak pada
materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Pembaruan kelima terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum 19751976. Kurikulum 1975 untuk SD SMP dan SMA sedangkan Kurikulum 1976
untuk Sekolah Keguruan yaitu SPG dan Sekolah Menengah Kejuruan STM, SMEA. Komponen yang terkandung dalam Kurikulum 1975
memuat: a tujuan institusional baik SD, SMP, dan SMA SPG SMEA STM, yaitu tujuan yang hendak dicapai lembaga pendidikan dalam
melaksanakan program pendidikannya, b struktur program kurikulum, yaitu kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan pada tiap
sekolah, c garis-garis besar program pengajaran, yang didalamnya terdapat hal-hal yang berhubungan dengan program pengajaran.
Dalam perkembangannya Kurikulum 1975 dianggap sudah tidak relevan lagi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kurikulum 1984 lahir sebagai perbaikan atau revisi terhadap Kurikulum 1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri sebagai
berikut: 1 berorientasi kepada tujuan pembelajaran instruksional, 2 pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif CBSA, 3 materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, 4 menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum
diberikan latihan, 5 materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa, 6 menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 1984, proses
pembelajaran menekankan pada pola pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan isi pelajaran.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan Kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dalam Kurikulum 1994, antara lain sebagai berikut: 1 pembagian tahapan
pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan, 2 pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat berorientasi kepada
materi pelajaran isi, 3 Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh
Indonesia, 4 dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik
secara mental, fisik, dan sosial, 5 dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, 6 pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang
sederhana ke hal yang kompleks, dan 7 pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Usaha pihak pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa
dalam berbagai mata pelajaran terus-menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran.
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi Kurikulum 2002 sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari
sentralistik menjadi
desentralistik sebagai
konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 23 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kurikulum saat ini diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan
kompetensi tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan. Kurikulum Berbasi Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: 1 menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, 2 berorientasi pada hasil belajar learning
outcomes dan keberagaman, 3 penyampaian dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, 4 sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif, dan 5 penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005, pemerintah telah mendorong penyelenggara pendidikan
untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di setiap satuan pendidikan. Esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi. 4. Peranan Kurikulum
Prof. Dr. Soedijarto, M.A. mengatakan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial yang keberadaannya merupakan bagian dari sistem sosial
negara bangsa. Ia bertujuan untuk mencetak manusia susila yang cakap, demokratis, bertanggung jawab, beriman, bertakwa, sehat jasmani dan
rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian yang mantap dan mandiri. Soedijarto lebih jauh mengatakan bahwa pencapaian
itu akan bisa diraih ketika ada suatu proses yang terencana dengan efisien, efektif, dan relevan. Agar tujuan tersebut tercapai maka dibutuhkan
kurikulum yang kuat, baik secara infrastruktur maupun superstruktur Yamin, 2012:36.
Menurut Hamalik 2007:11-13 terdapat tiga peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yakni peranan konservatif, peranan kritis dan
evaluatif, dan peranan kreatif. Peranan konservatif dalam kurikulum memiliki suatu tanggung jawab yaitu mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial pada generasi muda. Peranan kritis dan evaluatif, memiliki peranan dalam kebudayan yang senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah
tidak hanya mewariskan kebudayaan yang ada, melainkan juga menilai dan
memilih berbagai unsur kebudayaan yang akan diwariskan. Dalam kurikulum peranan kreatif dinilai berperan dalam melakukan berbagai
kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan menyusun suatu hal yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang
dan masa mendatang. 5. Fungsi Kurikulum
Dilihat dari sisi pengembang kurikulum guru, kurikulum mempunyai fungsi sebagai berikut: a fungsi preventif, yaitu mencegah kesalahan para
pengembang kurikulum terutama dalam melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana kurikulum, b fungsi korektif, yaitu mengoreksi dan
membetulkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pengembang kurikulum dalam melaksanakan kurikulum, dan c fungsi konstruktif, yaitu
memberikan arah yang jelas bagi para pelaksana dan pengembang kurikulum untuk membangun kurikulum yang lebih baik lagi pada masa
yang akan datang. Sementara, Hilda Taba 1962 mengemukakan terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu a sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-
nilai kebudayaan, b sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekonstruksi sosial, dan c sebagai pengembangan individu Arifin,
2011:12. Arifin 2011:13-16 mengatakan bahwa fungsi kurikulum dapat juga
ditinjau dalam berbagai perspektif, antara lain sebagai berikut: a fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan pendidikan, b fungsi kurikulum bagi
kepala sekolah, c fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan, d
fungsi kurikulum bagi guru, e fungsi kurikulum bagi pengawas, f fungsi kurikulum bagi masyarakat, g fungsi kurikulum bagi pemakai lulusan.
Fungsi kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan visi, misi
dan tujuan pendidikan nasional, termasuk berbagai tingkatan tujuan pendidikan yang ada dibawahnya. Kurikulum sebagai alat dapat
diwujudkan dalam bentuk program, yaitu kegiatan dan pengalaman belajar yang harus dilaksanakan oleh guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Fungsi kurikulum merupakan pedoman untuk mengatur dan
membimbing kegiatan sehari-hari disekolah, baik kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler maupun kokurikuler. Pengaturan kegiatan ini penting agar
tidak terjadi tunpang tindih, seperti jenis program pendidikan apa yang sedang dan akan dilaksanakan.
Fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan meliputi: a fungsi kesinambungan, yaitu sekolah pada tingkat yang lebih atas harus
mengetahui dan memahami kurikulum sekolah yang dibawahnya, sehingga dapat dilakukan penyesuaian kurikulum, b fungsi penyiapan tenaga, yaitu
bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga-tenaga terampil, maka sekolah tersebut perlu mempelajari apa yang diperlukan
oleh tenaga terampil, baik mengenai kemampuan akademik, kecakapan atau keterampilan, kepribadian maupun hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan sosial.
Dalam praktik, guru merupakan ujung tombak pengembangan kurikulum sekaligus sebagai pelaksana kurikulum di lapangan. Guru juga
sebagai faktor kunci key factor dalam keberhasilan suatu kurikulum. Efektivitas suatu kurikulum tidak akan tercapai, jika guru tidak dapat
memahami dan melaksanakan kurikulum dengan baik sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Artinya, guru tidak hanya berfungsi sebagai
pengembang kurikulum, tetapi juga sebagai pelaksana kurikulum. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya sesuai dengan
perkembangan kurikulum itu sendiri, perkembangan IPTEK, perkembangan masyarakat, perkembangan psikologi belajar, dan perkembangan ilmu
pendidikan. Bagi pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman,
patokan, atau ukuran dalam membimbing kegiatan guru di sekolah. Kurikulum dapat digunakan pengawas untuk menetapkan hal-hal apa saja
yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha pengembangan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan. Pengawas
juga perlu mencari data dan informasi mengenai faktor pendukung dan penghambat implementasi kurikulum dalam hubungannya dengan
peningkatan mutu guru, kelengkapan sarana pendidikan, pemantapan sistem administrasi, bimbingan dan konseling, keefektifan penggunaan
perpustakaan, dan lain-lain. Implikasinya pengawas harus menguasai kurikulum yang berlaku.
Melalui kurikulum, masyarakat dapat mengetahui apakah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang dibutuhkannya relevan atau tidak
dengan kurikulum suatu sekolah. Masyarakat yang cerdas dan humanis akan selalu a memberikan bantuan, baik moril maupun materil dalam
pelaksanaan kurikulum, b memberikan saran-saran dan pendapat sesuai dengan keperluan c berperan secara aktif, baik langsung maupun tidak
langsung.