Pendekatan Semiotik dalam Film

2. Indeks Adalah suatu tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataannya. Contoh paling jelas ketika melihat asap yang mengepul, maka kita akan membayangkan api, karena asap yang mengepul disebut indeks dari api. 3. Simbol Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbiter atau semena, hubungan berdasarkan konvensi perjanjian di masyarakat. Contohnya, simbol palang merah adalah merupakan hasil konsesnsus para anggota organisasi. Sobur, 2004 : 115

2.1.8. Pendekatan Semiotik dalam Film

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and Communication Studies , disebutkan bahwa terdapat dua perspektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif yang pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Sedangkan perspektif yang kedua, melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Metode studinya yang utama adalah semiotika ilmu tentang tanda dan makna. Fiske, 2006:9 Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan Zoest, 1993:109 dalam Alex Sobur, 2004:128, film dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu temasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu, menurut Van Zoest, bersamaan dengan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu Zoest, 1993:109 dalam Alex Sobur, 2004:128. Memang ciri gambar-gambar film adalah dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar-gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikan. Film umumnya dibangun banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencari efek yang digunakan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang diucapkan ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis, yakni tanda- tanda yang menggambarkan sesuatu Sobur, 2004:128. Menurut Fiske, dalam bukunya yang berjudul Television Cultural, analisis semiotic pada sinema atau film layar lebar wide screen disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televise. Fiske mengkategorikan sign pada film ke dalam tiga kategori, yakni kode-kode sosial social codes, kode-kode teknis technical codes, dan kode-kode representasi representasional codes. Kode-kode tersebut bekerja dalam struktur hierarki yang kompleks Fiske, 1990:40 dalam Mawardhani, 2006:39. Analisis yang dilakukan pada film “Ku Tunggu Jandamu” ini dapat terbagi menjadi beberapa level, yakni : 1. Level Realitas Reality Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan make up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis. Kode-kode sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa : a. Penampilan, kostum dan make up yang digunakan oleh para pemain di film ”Ku Tunggu Jandamu”. Dalam penelitian ini, tokoh yang menjadi obyek penelitian adalah Persik. Bagaimana pakaian dan tata rias yang digunakan, serta apakah kostum dan make up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan cultural. b. Lingkungan atau setting, yang ditampilkan dari cerita tokoh Persik tersebut, bagaimana simbol-simbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya. c. Dialog, berupa apa makna dari kalimat-kalimat yang diucapkan dalam dialog. 2. Level Representasi representation Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, musik, dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi : a. Teknik kamera, ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu : 1. Long Shot LS, yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia dapat diukur antara lutut, kaki hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot ELS , mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu diatas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh termasuk pada body language, ekspresi tubuh, gerak, cara berjalan, dan sebagainya, dari berbagai karakter serta situasi dan kondisi yang terjadi pada adegan itu. 2. Medium Shot MS, yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas kapala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot WMS , gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibanding long shot. 3. Close Up CU, menggambarkan secara details ekspresi pemain dari suatu peristiwa lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir, tangan dan sebagainya. b. Pencahayaan Cahaya menjadi salah satu unsur media visual, karena dengan cahayalah informasi bisa dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga, disebut dengan “Painting with light”, melukis dengan cahaya. Namun, dalam perkembangannya bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak, yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatik adegan Biran, 2006:43 c. Penataan Suara 1. Sound Effect, untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu kejadian. 2. Music, untuk mempertahankan kesan pada suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosioanl pada musik turut mendukung keadaan emosional suatu adegan. d. Teknik Editing 1. Cut : Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau membentuk kesan terhadap image atau ide. 2. Jump Cut : untuk membuat suatu adegan yang dramatis. 3. Motived Cut : bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya. 3. Level Idiologi Idiology Meliputi suatu kejadian dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarkahi, gender, feminisme, maskulinisme, kapitalis, dan sebagainya. Menurut Fiske, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan idiologi tersebut. Sedangkan dalam penelitian ini, pemaknaan atas simbol-simbol dalam film dihubungkan dengan nilai- nilai feminisme. Penggunaan semiotika dalam film telah menjadi bagian penting dalam masyarakat modern. Analisa film dengan pendekatan semiotika dapat dilakukan mengingat film merupakan fenomena semiotika advertisement semiotic activity . Masyarakat sekarang lebih berorientasi pada apa yang dilihatnya dan telah banyak menggunakan sistem tanda lain diluar sistem tanda verbal Panut, 1992:56.

2.2. Respon Psikologi Warna

Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu hal. Warna juga boleh dianggap sebagai satu fenomena psikologi. Respon psikologi dari masing-masing warna :