86
Diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2,077 dengan taraf signifikan sebesar 0,040, yang artinya Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak X
2
berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y. Oleh karena
tingkat probabilitas yang dimiliki lebih kecil dari yang ditentukan 0,0400,05 maka dapat disimpulkan variabel Kesadaran Perpajakan
Wajib Pajak X
2
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y.
3. Variabel Kepatuhan Wajib Pajak X
3
Terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y
Diperoleh nilai t
hitung
sebesar 1,647 dengan taraf signifikan sebesar 0,103, yang artinya Kepatuhan Wajib Pajak X
3
tidak berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y. Oleh karena tingkat probabilitas
yang dimiliki lebih besar dari yang ditentukan 0,1030,05 maka dapat disimpulkan variabel Kepatuhan Wajib Pajak X
3
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y
4.4. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap pengaruh dari variabel Pemahaman Wajib Pajak atas PBB X
1
, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak X
2
dan Kepatuhan Wajib Pajak X
3
terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB Y diperoleh hasil bahwa nilai koefisien korelasi berganda R sebesar
0,332 atau sebesar 33,2 berarti variabel Pemahaman Wajib Pajak atas PBB X
1
, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak X
2
dan Kepatuhan Wajib Pajak
87
X
3
mempunyai hubungan yang lemah terhadap Keberhasilan penerimaan PBB Y. Sedangkan dilihat nilai koefisien determinasi R
2
kesemua variabel tersebut berpengaruh hanya sebesar 11,1 atau mempunyai
pengaruh yang lemah terhadap Keberhasilan penerimaan PBB Y. Variabel Pemahaman Wajib Pajak atas PBB X
1
diketahui memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Kesadaran perpajakan
adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif, yang berinteraksi dalam memahami,
merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Komponen Kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa
yang benar bagi objek sikap. Komponen Afektif menyangkut emosional subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Sedangkan komponen
Konatif menunjukkan perilaku, kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Guna
menumbuhkan toleransi masyarakat dalam menggugah kesadaran tentang arti penting pajak bagi pemerintah untuk pembiayaan pembangunan, perlu
dilakukan sosialisasi dan pendidikan dilapisan masyarakat. Upaya ini dapat ditempuh antara lain dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan
secara intensif sehingga dapat menumbuhkan kesadaran masyarkat untuk membayar pajak. Kesadaran untuk membayar pajak baru akan timbul
apabila masyarakat dapat merasakan hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan manfaat yang diterima, sehingga merekapun
88
akan terdorong untuk patuh membayar pajak. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak, terutama tergantung pada tingkat pendidikan dan
pengetahuan masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat, akan semakin mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan mereka, bahwa
didunia ini tak satupun yang dapat diperoleh tanpa membayar, atau tanpa mengorbankan sesuatu, oleh karena itu pemerintah harus menyadarkan
masyarakat mengenai hubungan antara manfaat dan biaya dari setiap aktivitas. Dengan tingginya kesadaran yang dimiliki oleh wajib pajak atas
PBB senantiasa keberhasilan penerimaan PBB juga akan dapat tercapai. Hal tersebut dapat mendukung pendapat yang dikemukakan oleh
Suhardito,Sudibyo, 1999 : 5 yang menyatakan bahwa kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka rela
memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah
Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap Keberhasilan Penerimaan PBB. kepatuhan memiliki kata dasar patuh,
patuh berarti suka menurut perintah ; taat kepada perintah dan aturan berdisiplin, setia dan bersedia melakukan sesuatu yang sudah disepakati dan
ditentukan, kepatuhan menurut arti katanya berarti sifat patuh, keadaan patuh. Jadi, kepatuhan dalam hal perpajakan berarti merupakan suatu ketaatan
melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan, diharuskan, menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemberian
89
sanksi akan dikenakan kepada pelanggar ketentuan perpajakan, yang dimaksudkan untuk mencegah tingkah laku yang tidak dikehendaki, sehingga
akan tercipta kepatuhan yang lebih baik. Untuk memotivasi para Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya serta meningkatkan jumlah Wajib Pajak patuh,
pemerintah memberikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi Wajib Pajak patuh. Dasar hukum penetapan kriteria
Wajib Pajak
patuh ini adalah UU No. 16 Tahun 2000 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan KMK No. 944KMK.042000 j.o KMK No. 235
KMK.032003 tentang penentuan Wajib Pajak Patuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gardina dan Haryanto, 2006 : 18
yang menyatakan bahwa Para praktisi pajak mengatakan bahwa minimnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak ini dapat dikarenakan oleh kurangnya
pengetahuan pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak, cara petugas pajak memberikan pelayanan, dan beratnya kriteria Wajib Pajak. Selain itu adanya
faktor kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pemikiran bahwa mereka dapat melakukan negoisasi dengan aparat untuk mengecilkan
pajak mereka. Variabel kepatuhan wajib pajak berpengaruh tidak signifikan
terhadap keberhasilan penerimaan PBB, hal tersebut dapat disebabkan karena dewasa ini sudah banyak masyarakat yang menjadi warga negara
atau bagian dari suatu daerah telah mengetahui dan mengerti akan segala kewajibannya yang berkenaan dengan pajak, akan tetapi mereka cenderung
90
untuk tidak mengindahkan segala peraturan dan ketetapan yang ada tentang perpajakan hanya karena permasalahan pribadi, hal ini yang menyebabkan
keberhasilan penerimaan PBB menjadi terkendala. Selain itu masyarakat sudah tidak percaya dengan dirjen pajak terkait adanya mafia pajak yang
sudah menghabiskan uang pajak rakyat, saat inipun disinyalir masih ada aparat di Ditjen Pajak yang melakukan modus seperti yang dilakukan Gayus
yaitu menggelapkan uang pajak, indikasi keterlibatan atasan Gayus dan pejabat tinggi di Ditjen Pajak, hal inilah yang mencederai kepercayaan
masyarkat dan rendahnya tingkat pemahaman masyarakat tentang pajak mengakibatkan sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang
akhirnya berpengaruh terhadap perilaku atau praktek masyarakat dalam hal kedisplinan membayar pajak. Pemahaman masyarakat tentang pajak bisa
diperoleh melalui pendidikan formal maupun penyuluhan dari parat perpajakan yang terkait. Pendidikan formal dalam jangka panjang sangat
diperlukan, karena beberapa jenis pajak memerlukan pemahaman tertentu agar formulir pajak dapat diisi dengan baik. Hasil ini tidak sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Gardina dan Haryanto, 2006 :19 yang menyatakan bahwa Pemerintah telah melakukan sosialisasi perpajakan baik
melalui spanduk-spanduk, seminar, penyuluhan, media massa dan elektronik. Tujuannya adalah agar Wajib Pajak lebih muda mengerti
mengenai perpajakan, lebih cepat mendapat informasi perpajakan.
91
4.4.1. Implikasi Hasil Penelitian