31
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Staphylococcus kemudian E. coli dengan zona hambat yang berbeda-beda. 8 dari 12 isolat Bacillus mampu melakukan perhambatan untuk Salmonella yaitu
Salmonella typhi dengan luas zona bening 7-29 mm. Penghambatan untuk Stapylococcus yaitu Staphylococcus aureus dengan luas zona bening 5-19 mm
yang mampu dilakukan 5 dari 12 isolat Bacillus dan penghambatan yang mampu dilakukan 3 dari 12 isolat Bacillus untuk Escherechia coli dengan luas zona
bening 7-11 mm. Menurut Rachmaniar, 1997, faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat senyawa antimikroba antara lain aktivitas senyawa
antimikroba, gugus fungsi dari substansi senyawa antimikroba, resistensi bakteri uji terhadap substansi senyawa antimikroba, kadar substansi aktif serta jumlah
inoculum bakteri dan kepadatan bakteri uji. Bacillus sp. B9 merupakan isolat yang mampu menghambat ketiga bakteri
patogen oportunistik meskipun dengan diameter holozone yang kecil. Bacillus sp. B12 merupakan isolat yang mampu menghambat 2 jenis bakteri patogen
oportunistik yaitu Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus. Sehingga isolat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Bacillus sp. B9 dan Bacillus sp. B12
Gambar 4.1..
Gambar 4.1. Deteksi senyawa antimikroba Bacillus sp. B9 terhadap a Escherechia coli; b Salmonella sp.. Deteksi senyawa antimikroba Bacillus sp.
B12 terhadap c Salmonella sp.; d Staphylococcus aureus.; e kertas cakram 6 mm; f zona bening.
4.3. Kurva Pertumbuhan Bacillus sp.
Isolat Bacillus sp. B9 dan Bacillus sp. B12 yang telah diuji penghambatannya, diinkubasi selama 24 jam dalam media Sea Water Complete cair pada suhu 28°C,
kemudian setiap 3 jam dilakukan pengukuran absorbansi
e
f Coli-B9
e
f Salmo-B12
Salmo-B9 e
f Staph-B12
e
f
a b
c d
Universitas Sumatera Utara
32
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm untuk melihat kepadatan sel. Pertumbuhan bakteri Bacillus sp. B9 dan B12 disajikan dalam
bentuk kurva pertumbuhan berikut:
Gambar 4.2. Pertumbuhan Bacillus sp. B9 dan B12 pada media SWC cair
Gambar 4.2. menunjukkan kurva pertumbuhan dari Bacillus sp. B9 dan B12, fase lag dimana bakteri mulai tumbuh dan beradaptasi yaitu pada masa
inkubasi 0-3, fase log dimana bakteri menggunakan nutrisi untuk pertumbuhan pada masa inkubasi 3-15 jam, fase stationer dimulai pada jam ke-15, kemudian
bakteri tumbuh lagi pada jam ke-18 hingga jam ke-21, dan fase kematian dimulai pada inkubasi 21 jam. Dapat dilihat pada Gambar 4.2. bahwa Bacillus sp. B9
memiliki kerapatan sel lebih tinggi dibandingkan dengan B12, hal ini kemungkinan disebabkan kemampuan bakteri yang berbeda dalam menggunakan
nutrisi pada media. Fase lag merupakan periode penyesuaian yang sangat penting, dimana
setelah diinokulasikan ke dalam media, bakteri mengalami peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit mengalami pembelahan. Dari kurva
pertumbuhan Bacillus sp. B9 dan B12 melakukan adaptasi pada fase lag ± 3 jam. Waktu adaptasi ini dapat dikatakan cukup singkat jika dibandingkan dengan
penelitian Kosim Putra 2010 dan Kurniawan 2011. Penelitian Kurniawan 2011 memperlihatkan kurva pertumbuhan Bacillus sp. dengan fase lag yang
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4 1,6
1,8
3 6
9 12
15 18
21
Abso rb
an si
λ=620 n
m
Waktu Inkubasi Jam
B12 B9
Universitas Sumatera Utara
33
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
singkat yaitu ± 5 jam. Menurut Volk Wheeler 1993 bahwa pada fase lag ini berlangsung selama satu jam hingga beberapa hari bergantung pada jenis bakteri,
umur biakan , dan nutrient yang terdapat dalam medium. Bakteri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat selama fase log dan
dapat dikatakan pada fase ini bakteri mengalami pertumbuhan eksponensial. Pada fase ini kebutuhan energi bagi bakteri lebih tinggi dibandingkan pada fase lainnya.
Oleh karena itu, pada fase ini bakteri banyak memproduksi zat-zat metabolit yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya Kosim Putra, 2010. Pada
penelitian ini fase log dimulai dari inkubasi 3-15 jam. Bacillus sp. B9 dan B12 menghabiskan selama 12 jam untuk bertumbuh, waktu ini cukup lama jika
dibandingkan dengan Bacillus sp. penelitian Kosim Putra 2010 yang membutuhkan waktu selama 8 jam jam ke-5 hingga jam ke-13 dan penelitian
Kurniawan 2011 yang membutuhkan waktu selama 6 jam jam ke-6 hingga jam ke-12 pada medium basal, dengan pH awal 8,0 dan suhu 50°C untuk melihat
aktivitas spesifik protease. Perumbuhan eksponensial tidak bisa berlanjut selamanya di dalam suatu
kultur media. Pertumbuhan populasi bakteri terbatas oleh salah satu dari tiga faktor yaitu tersedianya nutrient, akumulasi dari metabolit penghambat atau hasil
akhir dan ketersediaan ruang. Sepanjang fase statis, jika sel hidup dihitung, tidak bisa ditentukan apakah beberapa sel mengalami kematian dan beberapa sel sedang
membelah atau populasi sel telah berhenti tumbuh dan membelah kurva pertumbuhan jam ke-18 hingga ke-21. Fase statis, seperti fase lag, tidak selalu
berarti masa pasif. Bakteri yang menghasilkan metabolit sekunder, seperti antibiotika, melakukan aktivitas sepanjang fase statis dari siklus pertumbuhan.
Metabolit sekunder diketahui sebagai metabolit yang diproduksi setelah tahap aktif pertumbuhan. Senyawa antimikroba Bacillus merupakan metabolit sekunder
yang diproduksi secara optimal pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner Valestine, 2009.
Setelah populasi mencapai fase statis, fase kematian kemudian terjadi yaitu populasi sel hidup menurun. Hal ini disebabkan ketersediaan nutrisi yang
semakin berkurang dan terjadi penumpukan produk samping yang menghambat pertumbuhan. Sepanjang fase kematian, jumlah sel hidup terus berkurang hingga
Universitas Sumatera Utara
34
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
kecepatan pembelahan sel nol. Walaupun kecepatan pembelahan sel nol, penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu
sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut. Bantuk pertahanan yang dilakukan Bacillus terhadap lingkungan yang sulit yaitu
membentuk endospora, kemudian dapat berkembang kembali jika kondisi memungkinkan, misalnya Bacillus subtilis Giyanto, 2009; Sulistiani, 2009.
4.4. Jumlah Sel Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik