7
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
pencemaran perairan pantai, penyakit udang, dan rendahnya kelangsungan hidup survival rate.
Semakin tinggi padat penebaran makin lambat pertumbuhan udang. Pada padat penebaran sampai 40.000 ekorha belum memerlukan kincir air, padat
penebaran sampai dengan 75.000 ekorha cukup 1 kincir air, sedangkan untuk padat penebaran di atas 30.000 ekorha perlu 8-10 unit kincir airha. Padat
penebaran rendah umumnya udang tetap sehat dan jarang terserang penyakit. Sebaliknya pada padat penebaran di atas 300.000ha, kasus gangguan fisik dan
penyakit sangat tinggi.
2.1.4. Sistem Super Intensif
Sistem super intensif merupakan sistem budi daya yang menerapkan padat penebaran sangat tinggi. Pada sistem ini udang windu dapat ditebar 50-80
ekorm
2
, sedangkan udang vanname antara 100-150 ekorm
2
. Hasil panen yang diharapkan adalah 6-10 ton untuk udang windu dan 12-16 ton untuk udang
vanname. Namun dengan pengelolaan yang optimal, pada udang vanname padat penebarannya dapat ditingkatkan hingga mencapai 500 ekorm
2
. Budi daya udang super intensif membutuhkan pengelolaan yang super dan penggunaan teknologi
yang memadai. Kontrol kualitas air dilakukan super ketat dengan menggunakan peralatan-peralatan laboratorium yang maju. Perkerjaan tersebut harus dilakukan
oleh tenaga-tenaga terlatih dan berpengalaman.
2.2. Perkembangan Ekspor Udang Indonesia
Meningkatnya daya beli masyarakat di negara-negara maju mengubah pola konsumsi bahan pangan ke arah bahan pangan yang lebih bermutu dan bergengsi.
Jika pada awalnya udang tergolong bahan panga n „mewah‟ pada akhirnya dapat
terjangkau oleh masyarakat negara maju. Sehingga kecenderungan peningkatan permintaan udang di pasaran internasional sudah tampak nyata. Bagi kebanyakan
negara berkembang yang memiliki sumber daya udang, menguatnya harga udang di pasaran internasional secara langsung mempengaruhi pula jumlah pendapatan
ekspornya. Akrabnya konsumen di negara maju terhadap udang tidak terlepas pula dari mutu udang itu sendiri Murty, 1991.
Universitas Sumatera Utara
8
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam budi daya udang pada tahun 1994-an. Tahun 1994, produksi udang windu budi daya mencapai 250.000
tontahun. Produksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen udang windu terbesar di dunia. Namun dengan cepat produksi udang windu Indonesia
mengalami penurunan dan menuju pada titik kehancuran Kordi, 2010. Jepang dan Amerika Serikat adalah negara pangsa pasar udang terbesar di
dunia. Pemerintah Amerika Serikat memiliki satu badan yaitu FDA Food and Drug Administration, dalam upaya melindungi kepentingan konsumen di
negaranya. Peraturan dan pemeriksaan khususnya terhadap produk pangan terbilang ketat dan tidak pandang bulu. Indonesia pun tak luput dari penahanan
FDA. Pada tanggal 18 Maret 1983, 09 Juni 1983, dan 06 Agustus 1984 Jepang melakukan penahanan terhadap udang beku karena ditemukannya Vibrio cholera
Murty, 1991. Udang yang telah terkontaminasi bakteri patogen jelas tidak memenuhi
persyaratan untuk dikonsumsi. Menurut Murti 1991, apabila kita mengkaji titik pangkal terjadinya penahanan produk udang yang diproduksi di negara-negara
berkembang, kemungkinan disebabkan oleh: -
penggunaan prasarana dan sarana pengolahan udang yang kurang memenuhi persyaratan higenis pengolahan;
- penggunaan bahan baku atau bahan oleh udang yang kurang terjamin
kesegarannya; -
faktor lingkungan kerja yang kumuh; -
kurangnya disiplin kerja, seperti sering diabaikannya penggunaan sarung tangan dan penutup mulut serta hidung.
Untuk mencapai mutu produk hasil perikanan yang dapat diterima secara internasional, FAOWHO telah menetapkan syarat-syarat penanganan dan
pengolahan hasil perikanan yang dituangkan dalam Codex Alimentarius. Tujuan yang sama agar produk perikanan Indonesia dapat diterima di pasaran
internasional, Direktorat Jenderal Perikanan-Departemen Partanian R.I., mengeluarkan pula panduan yang disebut Syarat-syarat Teknik dan Higiene
dalam Unit Pengolahan Hasil Perikanan Murty, 1991.
Universitas Sumatera Utara
9
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Tabel 2.1. Perkembangan volume ekspor udang Indonesia tahun 2000-2006 dalam ton
Negara Tujuan
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 Jepang
54.064 59.559 59.618 60.235 48.623 46.051 50.581 USA
16.216 16.153 16.837 21.901 49.966 50.698 61.235
Uni Eropa 17.833 20.056 16.140 23.689 26.317 27.179 35.232
Sumber: Murty, 1991 Dalam beberapa tahun terakhir ini, nilai ekspor udang di pasar dunia
cenderung mengalami penurunan, karena muncul berbagai hambatan perdagangan seperti isu dumping, isu lingkungan, serta persyaratan mutu yang dikemas dalam
berbagai macam aturan seperti zero tolerance terhadap residu antibiotik, Bioterrorism Act, dan Traceability Putro, 2008.
2.3 Penyebab Penurunan Ekspor Udang Indonesia 2.3.1 Penurunan Kualitas Air