34
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
kecepatan pembelahan sel nol. Walaupun kecepatan pembelahan sel nol, penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu
sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut. Bantuk pertahanan yang dilakukan Bacillus terhadap lingkungan yang sulit yaitu
membentuk endospora, kemudian dapat berkembang kembali jika kondisi memungkinkan, misalnya Bacillus subtilis Giyanto, 2009; Sulistiani, 2009.
4.4. Jumlah Sel Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik
Dari hasil analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa ketiga bakteri mampu melekat pada permukaan lempengan stainless, jumlah sel yang melekat pada
lempengan dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut: Tabel 4.4. Jumlah Bakteri Pada Stainless Steel Dalam Media Sea Water Complete
SWC Cair
Bakteri Jumlah Sel CFUml
Hari ke-1 Hari ke-3
Hari ke-6
Salmonella sp. 1,59x10
6
6,8x10
7
1,75x10
10
Staphylococcus aureus 6x10
6
8,1x10
9
5,3x10
10
Escherechia coli 4,07x10
5
1,65x10
12
4,9x10
10
Tabel 4.4. menunjukkan bahwa jumlah ketiga bakteri berbeda-beda pada setiap masa inkubasi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa jumlah sel
bertambah seiring dengan masa inkubasi. Jumlah sel bakteri Salmonella dan Staphylococcus tetap mengalami pertumbuhan hingga inkubasi hari ke-6,
sedangkan E. coli mengalami penurunan jumlah sel pada hari ke-6. Dapat dilihat pada Tabel 4.4. bahwa E. coli mengalami pertumbuhan yang tinggi pada inkubasi
hari ke-3 yaitu dari 5 Log10 CFUml hingga 12 Log10 CFUml kemudian menurun pada inkubasi hari ke-6. Meskipun demikian, jumlah sel bakteri E. coli
pada inkubasi hari ke-6 tidak jauh berbeda dengan bakteri Salmonella dan Staphylococcus yaitu 10 Log10 CFUml. Waktu generasi dari Escherechia coli
ialah setiap 20 menit, dibandingkan dengan Salmonella 80-120 menit tergantung kepada strainnya dan Staphylococcus setiap, generasi sel E. coli merupakan yang
tercepat. Waktu generasi sel E. coli yang cepat kemungkinan juga menyebabkan tingginya pertumbuhan biofilm E. coli dibandingkan dengan bakteri uji lain.
Secara berurutan dapat kita simpulkan bahwa pembentukan biofilm terbanyak
Universitas Sumatera Utara
35
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
yaitu E. coli, Staphylococcus, kemudian Salmonella, berdasarkan inkubasi hari ke-3. Tingginya pertumbuhan menyebabkan tingginya kebutuhan nutrisi, lama-
kelamaan ketersediaan nutrisi menjadi terbatas. Keterbatasan nutrisi kemungkinan membuat pertumbuhan bakteri E. coli terhenti pada inkubasi hari-6, sedangkan
bakteri uji lain masih tetap tumbuh. Stepanovic et al 2004 menyebutkan bahwa kandungan nutrisi di dalam media secara signifikan mempengaruhi kuantitas
biofilm bakteri yang diujikan. Penelitian sebelumnya oleh Wahyuni 2012 menunjukkan bahwa bakteri
uji yang diisolasi dari tambak konvensional mampu membentuk biofilm pada permukaan stainless steel, hal ini memperkuat dugaan bahwa bakteri patogen
oportunistik mungkin saja menempel pada alat-alat aliran pemrosesan makanan terutama udang sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen yang telah
dibuktikan pada penelitian Jamilah et al 2004. Bakteri dalam bentuk biofilm sulit untuk dikendalikan karena biofilm mampu bertahan dari produk-produk
sanitasi, bahan kimia dan kekurangan nutrisi bila dibandingkan dengan bakteri yang tumbuh dalam fase cair sel plantonik. Hal ini disebabkan karena senyawa
polisakarida ekstraseluler yang dihasilkan memberikan perlindungan terhadap bakteri itu sendiri. Biofilm dapat menjadi sumber kontaminasi patogen, dapat
membahayakan manusia melalui infeksi maupun toksin yang dihasilkan jika terdapat pada makanan Kusumawardani, 2002, sehingga penting untuk
menghambatnya dengan senyawa antimikroba Bacillus.
4.5. Uji Penghambatan Senyawa Antimikroba Ekstrak Kasar Terhadap Bakteri Patogen Oportunistik dengan Metode Cawan Sebar
Kertas cakram yang telah ditetesi senyawa antimikroba ekstrak kasar kemudian diujikan terhadap bakteri uji patogen opotunistik. Luas zona bening yang
dihasilkan senyawa antimikroba Bacillus sp. B9 dan B12 dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut:
Universitas Sumatera Utara
36
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
Tabel 4.5. Uji Penghambatan Senyawa Antimikroba Terhadap Bakteri Patogen Oportunistik dengan Metode Cawan Sebar
Bakteri Zona Bening mm
B9 B12
Salmonella sp. 1
1 Staphylococcus aureus
1 1
Escherechia coli 1
- Data Tabel 4.5. memperlihatkan luas zona bening antimikroba Bacillus sp.
B9 dan B12 terhadap bakteri uji. Zona bening senyawa antimikroba terhadap bakteri patogen oportunistik mempunyai luas yang seragam yaitu 1 mm, kecuali
terhadap E. coli yang tidak diujikan, karena uji tantang sel Bacillus sp. B12 tidak menunjukkan penghambatan terhadap bakteri E. coli Tabel 4.3.. Luas zona
bening senyawa antimikroba ekstrak kasar yang diujikan terhadap bakteri uji yang dihasilkan lebih kecil daripada uji tantang sel Bacillus sp. terhadap sel bakteri uji
dibandingkan dengan hasil Tabel 4.3.. Hal ini kemungkinan disebabkan karena konsentrasi senyawa antimikroba ekstrak kasar kadarnya tetap, sehingga ketika
diujikan terhadap sel hidup tidak memberikan hasil yang besar. Aktivitas senyawa antimikroba ekstrak kasar hanya efektif beberapa waktu sedangkan pada sel hidup
dapat diproduksi selama masa inkubasi. Pada Tabel 4.3. dilakukan uji tantang sel hidup Bacillus sp. dengan sel bakteri patogen oportunis, dimana karena kompetisi,
maka senyawa antimikroba yang dihasilkan terus diproduksi sehingga zona hambat cukup luas. Bakteri mengeluarkan metabolit sekunder dalam hal ini
senyawa antimikroba jika bakteri dalam keadaan stress, kompetisi, atau kekurangan nutrisi Nofiani, 2008. Kecilnya daya hambat kemungkinan belum
dioptimasinya senyawa antimikroba misalnya suhu, pH, dan selinitas. Menurut Rachmaniar 1997 faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat
senyawa antimikroba antara lain aktivitas zat antimikroba, gugus fungsi dari substansi, resistensi bakteri uji terhadap substansi senyawa antimikroba, kadar
substansi aktif serta jumlah inokulum bakteri atau kepadatan bakteri uji.
Universitas Sumatera Utara
37
DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU
4.6. Pengontrolan Sel Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik dengan Senyawa Antimikroba