Pemilihan Baku Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Baku

Tujuan penelitian ini adalah memvalidasi metode penetapan kadar senyawa dalam sediaan krim sehingga dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar flavonoid dalam sediaan krim yang berisi ekstrak teh hijau. Baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuersetin. Pemilihan baku kuersetin didasarkan karena kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terdapat dalam ekstrak teh hijau. Kuersetin juga merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dipercaya dapat mencegah efek buruk dari sinar UV. Selain kuersetin senyawa yang banyak terdapat pada ekstrak teh hijau adalah katekin. Kuersetin dan katekin dapat menangkap reactive oxygen species ROS yang dihasilkan akibat paparan sinar UV. Mekanisme senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan adalah dengan menangkap ROS dan kemudian senyawa tersebut akan menstabilkan dirinya dengan adanya resonansi. Struktur katekin dan kuersetin gambar 9 memiliki struktur benzen yang sama sehingga kemungkinan terjadinya resonansi adalah sama. Kuersetin dapat digunakan sebagai baku meskipun senyawa mayor yang terdapat dalam teh hijau adalah katekin . Pada penetapan kadar flavonoid teh hijau senyawa yang dapat bereaksi dengan AlCl 3 bukan hanya kuersetin saja, senyawa flavonoid lain yang memiliki gugus ortohidroksi juga dapat bereaksi dengan AlCl 3 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 dan dapat ditetapkan kadarnya. Berdasarkan alasan tersebut maka kuersetin dapat digunakan sebagai baku dalam penelitian ini. Gambar 8. Struktur katekin A dan struktur kuersetin B serta gugus- gugus yang dapat bereaksi dengan AlCl 3

B. Optimasi Metode 1. Penetapan operating time

Penetapan operating time bertujuan untuk menentukan waktu pengukuran suatu senyawa yang memberikan absorbansi paling stabil. Penetapan operating time perlu dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pengukuran. Hal ini disebabkan karena senyawa yang akan diukur absorbansinya dalam penelitian ini merupakan suatu senyawa kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 . Senyawa kompleks ini membutuhkan waktu agar reaksi yang terbentuk stabil. Bila pengukuran dilakukan sebelum operating time, maka terdapat kemungkinan reaksi yang terbentuk belum sempurna. Pada gambar 9 ditunjukkan bahwa ikatan yang terbentuk antara AlCl 3 dengan gugus –OH posisi orto pada kuersetin bersifat tidak stabil dengan adanya asam. Oleh sebab itu, diperlukan penentuan operating time sehingga diperoleh rentang waktu pada saat absobansi kompleks kuersetin dengan AlCl 3 yang telah stabil. Bila pengukuran dilakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 setelah operating time, terdapat kemungkinan bahwa senyawa kompleks antara kuersetin dan AlCl 3 menjadi rusak. O O HO OH OH OH + AlCl 3 O O HO O Al Cl Cl OH OH O O HO O Al O Cl O Al Cl Cl OH OH OH A C B A C B A C B Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 H + Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 Pengukuran operating time kompleks kuersetin dengan AlCl 3 dilakukan menggunakan larutan baku kuersetin dengan kadar 4 ppm pada panjang gelombang maksimum teoritis yaitu 428 nm. Absorbansi kompleks yang terbentuk diukur selama 60 menit. Kestabilan pembentukan warna ditandai dengan stabilnya nilai absorbansi dari senyawa tersebut. Dari spektrum pengukuran operating time gambar 10, terlihat bahwa absorbansi yang dihasilkan kompleks kuersetin dengan AlCl 3 telah stabil sejak menit ke-25 hingga menit ke-60. Hal ini ditunjukkan dengan spektrum yang membentuk garis hampir lurus pada menit ke-25 hingga menit ke-60, artinya pada rentang waktu tersebut, absorbansi senyawa yang terukur relatif stabil. Kestabilan absorbansi ini menandakan reaksi pembentukan kompleks sudah optimum. Dari percobaan ditetapkan operating time antara menit ke-25 sampai menit ke-60. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 Gambar 10. Spektrum pengukuran operating time kompleks antara

2. Penetapan panjang gelombang maksimum

Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk menentukan panjang gelombang pengukuran dimana kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 memberikan absorbansi optimum. Penetapan panjang gelombang maksimum merupakan faktor penting dalam analisis kimia dengan metode spektrofotometri. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan perubahan absorbansi paling besar untuk setiap satuan kadar. Selain itu, kurva absorbansi pada sekitar panjang gelombang maksimum relatif datar sehingga jika akan dilakukan pengukuran ulang dan replikasi akan meminimalkan terjadinya kesalahan pengukuran. Menurut Mabry 1970, panjang gelombang maksimum kompleks yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl 3 adalah 428 nm. Pada penelitian ini dilakukan verifikasi penetapan panjang gelombang maksimum teoritis karena kuersetin dengan AlCl 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 penelitian dilakukan pada kondisi, alat, bahan, waktu dan individu yang berbeda sehingga dapat dihasilkan panjang gelombang maksimum yang berbeda. Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan terhadap tiga seri kadar lar 3 Penetapan panja kukan pada larutan baku kuersetin utan baku kuersetin untuk memastikan bahwa pada panjang gelombang tersebut benar-benar terjadi absorbansi yang maksimum dan untuk mengetahui reprodusibilitas metode yang digunakan. Pembacaan absorbansi dilakukan pada rentang panjang gelombang antara 400-500 nm karena kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 akan menghasilkan warna yang memiliki panjang gelombang maksimum pada rentang tersebut. Gambar 11. Spektrum pengukuran panjang gelombang maksimum kompleks antara kuersetin dengan AlCl ng gelombang maksimum dila dengan kadar 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 11. Dari ketiga seri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 larutan baku kuersetin didapat panjang gelombang maksimum untuk kadar 8 ppm yaitu 427,4 nm dan untuk kadar 6 ppm 427,1 nm. Sedangkan untuk kadar 4 ppm, spektrofotometer yang digunakan tidak dapat mendeteksi panjang gelombang maksimum. Hal ini terjadi karena pada kadar tersebut didapatkan puncak kurva yang relatif datar. Kurva dengan puncak yang relatif datar menunjukkan bahwa absorbansi maksimum senyawa tersebut tidak terbaca pada satu titik panjang gelombang sehingga spektrofotometer tidak dapat memberikan informasi secara pasti berapa panjang gelombang pada saat absorbansinya maksimum. Tabel IV. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum maksimum yang diperoleh Kadar larutan kuersetin Panjang gelombang 4 ppm Tidak terdeteksi 6 ppm 427,1 nm 8 ppm 427,4 nm Panjang gelo maksimum yang dipilih untuk penetapan kadar kuersetin mbang dalam krim adalah 427,4 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena lebih mendekati panjang gelombang maksimum teoritisnya, yaitu 428 nm. Dalam Farmakope Indonesia edisi IV 1995 disebutkan bahwa pengujian panjang gelombang maksimum mempunyai makna jika absorbansi maksimum tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 427,4 nm, artinya absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 terbaca secara maksimum pada panjang gelombang tersebut. Panjang gelombang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 ini memiliki selisih kurang dari 2 nm dari panjang gelombang teoritisnya sehingga panjang gelombang ini masih dapat diterima.

3. Penetapan kurva baku kuersetin

Nilai koefisien korelasi r menunjukkan hubungan linearitas antara dua variabel. Nilai r 0,99 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linearitas yang baik antar variabel tersebut Christian 2004. Pada penetapan kurva baku kuersetin ini, kadar kuersetin merupakan variabel bebas dan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 merupakan variabel tergantung. Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks kuersetin dengan AlCl 3 Replikasi I Replikasi II Replikasi III kadar mg100ml absorban si kadar mg100ml absorban si kadar mg100ml absorban si 0,3194 0,181 0,3134 0,162 0,3065 0,172 0,4260 0,268 0,4179 0,236 0,4086 0,243 0,5324 0,314 0,5224 0,279 0,5108 0,290 0,6389 0,388 0,6269 0,324 0,6130 0,349 0,7454 0,444 0,7314 0,402 0,7151 0,404 0,8518 0,475 0,8358 0,486 0,8173 0,486 a = 0.002 a = -0,025 a = -0,008 b = 0.5560 b = 0,5914 b = 0,5906 r = 0.9919 r = 0,9926 r = 0,9971 α = 30.03° α = 30,45° α = 30,24º Nilai r dari ketiga replikasi di atas lebih besar dari nilai r yang tertera pada r tabel derajat bebas 5, taraf kepercayaan 95 yaitu 0,775. Pemilihan taraf kepercayaan 95 didasarkan atas hal-hal berikut di bawah ini: 1. Prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim yang dilakukan relatif panjang dan melibatkan beberapa tahap pengenceran sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan semakin besar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 2. Toleransi kesalahan alat-alat gelas analitik yang digunakan pada penelitian ini paling besar adalah ±0,05 sehingga taraf kepercayaan yang dipilih adalah 95. Dengan membandingkan nilai r yang didapat dari data dan dari r tabel, dapat dikatakan bahwa ketiga replikasi tersebut memenuhi standard nilai r tabel. Dari ketiga replikasi tersebut, dipilih salah satu persamaan kurva baku yang akan digunakan untuk perhitungan kadar kuersetin selanjutnya. Pemilihan kurva baku dilakukan berdasarkan replikasi yang memiliki nilai r yang paling mendekati satu. Nilai r yang mendekati satu menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang baik antara kadar kuersetin dan absorbansi. Kadar kuersetin meningkat akan diikuti dengan peningkatan absorbansi secara proporsional. Berdasarkan data yang diperoleh, maka persamaan kurva baku yang dipilih adalah replikasi III, yaitu y=0,5906x-0,008 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.2 0.4 0.6 0.8 1 kadar kuersetin mg100ml absorbansi komleks antara kuersetin denga n aluminium klorida Gambar 12. Grafik hubungan antara kadar kuersetin vs absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31

C. Ekstraksi Kuersetin dari Sediaan Krim

Sebelum menetapkan kadar kuersetin dalam sediaan krim, perlu dilakukan ekstraksi senyawa dari dalam sediaan. Hal ini bertujuan untuk menemukan langkah kerja yang tepat dalam menarik analit dari sampel krim. Ekstraksi merupakan bagian dari preparasi sampel untuk memperoleh selektivitas Christian 2004, sehingga didapatkan senyawa yang diinginkan seoptimal mungkin. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair dengan menggunakan 2 jenis cairan yang tidak saling campur. Teknik ini dipilih karena dapat memisahkan senyawa dengan cepat. Krim dalam penelitian ini merupakan bentuk sediaan yang diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air. Krim terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase minyak yang dengan bantuan emulgator akan membentuk sistem emulsi. Di alam, flavonoid biasanya terikat pada gula yang menyebabkan glikosida flavonoid tersebut bersifat relatif polar dan dapat larut dalam air. Analit dalam percobaan adalah kuersetin yang merupakan golongan flavonoid. Kuersetin merupakan aglikon flavonoid dan tidak terikat pada gulanya. Bentuk glikosida flavonoid akan larut dalam air Bruneton, 1999, sedangkan kuersetin tidak larut dalam air Budavari, 1989. Berdasarkan kelarutannya, maka kuersetin akan berada dalam fase minyak pada sediaan krim. Kuersetin yang akan ditetapkan kadarnya pada penelitian ini adalah baku kuersetin dengan kadar 200 ppm yang ditambahkan ke dalam basis krim. Penambahan baku kuersetin dilakukan pada basis krim yang sudah diformulasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 agar jumlah kuersetin yang akan diekstraksi diketahui secara tepat. Basis krim dan larutan baku kuersetin ini kemudian akan diproses dan ditetapkan kadarnya secara kolorimetri menggunakan pereaksi AlCl 3 . Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim diawali dengan menambahkan aseton sebanyak 25 ml ke dalam basis krim yang telah diberi larutan baku kuersetin 200 ppm. Penambahan aseton berguna untuk menambah volume sampel sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya

1. Tahap pemecahan sediaan krim

Larutan HCl 25 berfungsi untuk memecah bentuk sediaan krim. Gambar 13 menunjukkan sabun organik trietanolamin stearat yang terbentuk dari asam stearat dan trietanolamin. Ion H + dari HCl akan ditangkap oleh gugus R-COO - menjadi R-COOH, sehingga trietanolaminstearat kembali menjadi trietanolamin dan asam stearat. Rusaknya struktur trietanolaminstearat sebagai emulgator akan mengakibatkan sistem emulsi terpecah menjadi fase air dan fase minyak. C 1 7 H 3 5 -C O O - O H C H 2 C H 2 H N C H 2 C H 2 O H C H 2 C H 2 O H Gambar 13. Struktur trietanolaminstearat, penyabunan dari asam stearat dan trietanolamin PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid

Pada penelitian ini hidrolisis glikosida flavonoid dilakukan menggunakan asam HCl 25 untuk memecah glikosida flavonoid menjadi aglikon flavonoid dan gulanya. Dalam penelitian ini, kuersetin sesungguhnya tidak perlu dihidrolisis karena kuersetin sudah berada dalam bentuk aglikonnya. Proses hidrolisis pada penelitian ini hanya dilakukan sebagai model jika akan dilakukan penetapan kadar flavonoid. Flavonoid di alam terdapat dalam bentuk glikosida flavonoid sehingga proses hidrolisis perlu dilakukan. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid oleh asam dapat dilihat pada gambar 14. Heksamin 0,5 berguna untuk menangkap kelebihan ion H + dari HCl agar tidak terjadi oksidasi flavonoid oleh HCl. HO OH O O OH OH O HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO H + HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO H 2 O HO OH O O OH OH OH H + O O HO OH OH OH OH OH OH + H + Glikosida Flavonoid rutin Gula rhamnosa Kuersetin Gambar 14. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid menjadi gula dan aglikon menggunakan asam PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 Proses hidrolisis pada penelitian ini dilakukan selama 30 menit pada suhu 70°C. Pada penelitian ini tidak dilakukan optimasi proses hidrolisis waktu dan suhu hidrolisis glikosida flavonoid. Markham 1988 menyebutkan bahwa untuk glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 3-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-8 hingga menit ke-30. Sedangkan glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 4’-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-2 hingga menit ke-8. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diasumsikan hidrolisis glikosida flavonoid selama 30 menit sudah cukup mewakili proses hidrolisis ekstrak teh hijau. Prosedur hidrolisis pada penelitian ini mengacu pada prosedur hidrolisis flavonoid yang tertera pada Anonim 2000. Selama proses hidrolisis, di atas labu alas bulat diberi pendingin balik untuk mengembunkan kembali pelarut sehingga campuran antara aseton dan air tidak menguap.

3. Ekstraksi cair-cair

Tahap pemurnian dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Pada penelitian ini digunakan pelarut organik etil asetat yang bertujuan untuk mengekstraksi aglikon kuersetin. Etil asetat adalah pelarut yang baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan dalam proses pemurnian Robinson 1995. Bentuk gula dari flavonoid akan larut dalam air sehingga hanya aglikonnya saja yang terekstraksi ke dalam fase etil asetat. Aseton merupakan pelarut yang dapat bercampur dengan air maupun etil asetat. Namun, karena indeks polaritas aseton 5,1 lebih mirip dengan indeks polaritas etil asetat 4,4 dari pada air 9,0, maka dengan prinsip “like dissolves like ”, aseton cenderung lebih tertarik pada fase etil asetat daripada air. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Fase campuran antara etil asetat dan aseton akan berada di bagian atas, sedangkan fase air akan berada di bagian bawah corong pisah. Hal ini disebabkan karena berat jenis etil asetat 0,989 gcm 3 lebih kecil daripada air 1,000 gcm 3 . Etil asetat dan aseton merupakan pelarut yang lebih nonpolar dibanding air, maka kuersetin akan lebih tertarik pada fase etil asetat dan aseton daripada fase air karena kuersetin merupakan aglikon flavonoid yang bersifat relatif nonpolar. Selain kuersetin, terdapat senyawa penyusun formula krim yang ikut terekstraksi pada fase etil asetat. Senyawa tersebut antara lain asam stearat, cetyl alcohol , metil paraben, dan virgin coconut oil VCO. Meskipun senyawa tersebut ikut terekstraksi dalam etil asetat, namun tidak mempengaruhi penetapan kadar kuersetin menggunakan pereaksi AlCl 3 karena senyawa tersebut tidak memiliki 2 gugus hidroksi pada posisi orto maupun gugus karbonil dan –OH yang berdekatan sehingga tidak dapat bereaksi dengan AlCl 3 . Senyawa penyusun formula yang larut dalam fase air adalah asam sitrat dan trietanolamin. Ekstraksi dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali bertujuan untuk mengefektifkan ekstraksi sehingga analit yang didapat lebih banyak dibanding ekstraksi tunggal. Fase etil asetat hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring untuk menyaring zat-zat pengotor atau partikel yang mungkin terdapat dalam sediaan krim. Larutan perlu disaring untuk memenuhi syarat pengukuran menggunakan spektrofotometer, yaitu larutan yang hendak diukur harus jernih. Fase etil asetat hasil penyaringan kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi AlCl 3 . PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36

D. Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dilakukan secara kolorimetri, yaitu pembentukan kompleks antara AlCl 3 dengan kuersetin sehingga terjadi pergeseran pita absorbsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang batokromik. Senyawa lain penyusun formula basis krim selain kuersetin metil paraben dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena metil paraben juga memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat dilihat pada gambar 15. Metil paraben dan kuersetin dapat menyerap radiasi pada daerah UV 200nm-300 nm sehingga penetapan kadar kuersetin lebih mudah dilakukan secara kolorimetri yang memiliki selektivitas yang lebih baik daripada spektrofotometri ultraviolet. Gambar 15. Struktur metil paraben A dan struktur kuersetin B Penggunaan AlCl 3 sebagai senyawa pengompleks karena dapat membentuk kompleks dengan kuersetin yang mempunyai gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil dan 2 gugus –OH pada posisi orto. Kompleks yang terbentuk pada gugus ini bersifat stabil dengan adanya asam. Sedangkan kompleks yang terbentuk antara AlCl 3 dengan 2 gugus hidroksi pada posisi orto PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 bersifat tidak stabil dengan adanya asam Markham, 1988. Senyawa yang diukur absorbansinya adalah kompleks AlCl 3 dengan kuersetin yang berikatan pada gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil. O O HO OH OH OH + AlCl 3 O O HO O Al Cl Cl OH OH O O HO O Al O Cl O Al Cl Cl OH OH OH A C B A C B A C B Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 H + Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl 3 dengan kuersetin Kompleks yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl 3 dapat menyerap radiasi pada daerah visibel karena adanya transisi dari eksitasi ion logam, ekstitasi ligan, dan transfer muatan antara ion logam dan ligan Christian, 2004. Transisi yang menghasilkan molar absorptivitas paling besar adalah transfer muatan. Kompleks yang diukur absorbansinya pada penelitian ini merupakan kompleks yang stabil dengan penambahan asam. Asam yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pelarut asam asetat 5 dalam metanol. Natrium sitrat pada percobaan ini berfungsi sebagai larutan buffer untuk menjaga keasaman larutan. Pelarut yang digunakan dalam penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim tidak mempengaruhi pengukuran absorbansi karena pelarut-pelarut tersebut memiliki cutoff point yang lebih rendah dari pada panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran. Cutoff point adalah panjang gelombang terkecil dimana senyawa tersebut tidak memberikan absorbansi. Cutoff point dari etil asetat yaitu 260 nm, asam asetat 230 nm, dan metanol 205 nm. Pengukuran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl 3 dilakukan pada panjang gelombang 428 nm sehingga pelarut-pelarut tersebut tidak mempengaruhi absorbansi pengukuran.

E. Analisis Validitas Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim