Validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolometri dengan pereaksi AiCi3.

(1)

INTISARI

Khasiat teh untuk kesehatan telah diketahui sejak lama. Salah satu kandungan dari teh yaitu flavonoid memliki aktivitas antioksidan serta memiliki gugus kromofor sehingga dapat dijadikan zat aktif dalam krim sunscreen.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada manipulasi terhadap subjek penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi dan presisi dari penetapan kadar kuersetin dalam krim dengan basis krim yang telah dioptimasi oleh Prasetya (2008). Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol yang digunakan sebagai baku atau standar dalam penetapan kadar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menetapkan kadar flavonoid dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif. Kompleks antara AlCl3 dan kuersetin dapat diukur pada

panjang gelombang visibel (427,4 nm).

Parameter validitas metode analisis yang digunakan adalah akurasi dan presisi. Parameter tersebut diperoleh dengan perhitungan recovery dan koefisien variasi (CV). Dari percobaan didapatkan nilai recovery sebesar 89,49 - 96,85 %, koefisien variasi sebesar 3,14%. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan metode kolorimetri memiliki nilai validitas yang baik.

Kata kunci : validasi, penetapan kadar, kuersetin, krim, akurasi, presisi


(2)

ABSTRACT

Tea effects for health have been known for a long time. Tea contain flavonoid which have antioxidant activity and chromophore so it can be used as active compound in sunscreen cream.

It is non experimental research, because there was no manipulation to the research subject. The aim for this study is to know the accuracy and precision of determination method of quercetin in cream using base cream created by Prasetya (2008). Quercetin is one of flavonoid group that can be used as standard in this experiment. This research is useful as first phase experiment which can be applicated to determine flavonoid concentration in cream that contains tea flavonoid as active compound. The complex between AlCl3 and quercetin can be

measured at visible wavelength (427,4 nm).

Accuracy and precision was used to measure the validity of analysis method. The measurements were obtained from analyzing recovery and Coefficient variance (CV). The result of the recovery was 89,49 - 96,85 %, and the result of coefficient varians was 3.14%. It could be concluded that the determination of quercetin in cream using colometric method has good accuracy and precision

Keyword : validity, determination concentration, quercetin, cream, precision, accuracy


(3)

VALIDASI PENETAPAN KADAR KUERSETIN DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KOLORIMETRI DENGAN PEREAKSI AlCl3

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Selvi Indrayani NIM : 048114099

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008 i


(4)

(5)

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jika

kita

melakukan

suatu

hal

1-2

kali

itu

baru

mencoba

,

Lebih

dari

2

kali

itu

baru

disebut

berjuang

Karya ini kupersembahkan kepada

Papa & mama yang kucintai

Pipin & W

2

,ooh-oohku yang

kusayangi

Almamaterku


(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Selvi Indrayani

Nomor Mahasiswa : 048114099

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Validasi Penetapan Kadar Kuersetin Dalam Sediaan Krim secara Kolorimetri dengan Pereaksi AlCl3

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memerikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 25 Mei 2008 Yang menyatakan

(Selvi Indrayani)


(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas semua berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah membantu penulis selama mengerjakan penelitian ini,

3. Rini Dwi Astuti, S. Farm, Apt., selaku dosen pengampu proyek yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk bergabung dalam proyek ini,

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberi masukkan yang membangun,

5. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku kepala program studi dan dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberi masukkan dan diskusi,

6. Segenap dosen fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis,

7. Keluarga besar: Gyu-gyu, Gyumei, Yiyi, Hijong, Devi, dan Kevin yang selalu mendukung,


(9)

vii

8. Teman-teman proyek “Teh” : Dian ‘Sapi’, Agung, Rinta, Yoyo, Dona, Tere, Resti, Ika, dan Feri untuk kerja sama dalam tim,

9. Teman-teman kos “Dewi”: Cie Ratih ‘pigem’, Cie Nike, Cie Indah, Cie Lanny, Cie Lia ‘KKT’, Chika, Novi, Cie Aning, Cie Yohana, Cie Melissa dan teman-teman 1 kos lainnya, terima kasih untuk kebersamaannya hingga sekarang,

10.Teman-teman kecilku: Nita, Linda, Happy, Angel, Wina, Novi, Susan A., Nana, Belina, Tasia, Bobby yang telah memberikan warna tersendiri dalam kehidupan penulis,

11.Adi Krisnawan, S.T., yang telah memberi dukungan, nasihat, dan menunjukkan hal-hal yang baik kepada penulis,

12.Teman-teman kuliah seluruh mahasiswa farmasi USD angkatan 2004 khususnya minat FST yang memberikan keceriaan selama kuliah,

13.Mas Parlan, Pak Prapto, Mas Kunto, Mas Sarwanto, Mas Otok dan segenap laboran yang telah banyak membantu penulis selama bekerja di laboratoium, 14.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu penulis

mengucapkan terima kasih. Tanpa kalian semua penulis bukanlah siapa-siapa. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan skripsi ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis terbuka menerima masukkan, saran, dan kritik dari pembaca. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.


(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Februari 2008

Penulis,

Selvi Indrayani


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI...….... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ...1

A. Latar belakang ...1

B. Perumusan masalah ...3

C. Keaslian karya ...3

D. Manfaat penelitian ... 4

E. Tujuan penelitian ... 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5


(12)

A. Krim ... 5

B. Analisis Sediaan Krim ... 6

C. Flavonoid ...7

1. Struktur dan kegunaan flavonoid ... 7

2. Isolasi flavonoid ... 8

3. Kuersetin ... 8

4. Metode kuantifikasi flavonoid ... 9

D. Ekstraksi Cair-cair ... 10

E. Spektrofotometri Visibel ... 11

1. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik...11

2. Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri visibel ... 11

3. Kolorimetri ... 12

F. Validasi Metode Analisis ... 12

G. Landasan teori ... 14

H. Hipotesis ... 15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

A. Jenis dan rancangan penelitian ...16

B. Definisi operasional ...16

C. Variabel penelitian...16

D. Alat dan bahan penelitian ... 17

E. Tata cara penelitian ...17

1. Pembuatan pereaksi ... 17

2. Pembuatan larutan baku ... 18


(13)

3. Pembuatan blangko ... 19

4. Optimasi metode ... 19

5. Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim ... 20

F. Analisis hasil ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Pamilihan baku ... 23

B. Optimasi metode ... 24

1. Penetapan operating time ... 24

2. Penetapan panjang gelombang maksimum ... 26

3. Penetapan kurva baku kuersetin ... 29

C. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim ... 31

1. Tahap pemecahan sediaan krim ... 32

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid ... 33

3. Ekstraksi cair-cair ... 34

D. Penetapan kadar sampel kuersetin dalam sediaan krim ... 36

E. Analisis validitas penetapan kadar sampel kuersetin dalam sediaan krim.38 1. Akurasi ... 38

2. Presisi ... 39

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 41

C. Keterbatasan ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(14)

xii

LAMPIRAN ... 45 BIOGRAFI PENULIS ... 57


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria akurasi metode analisis ... 13

Tabel II. Kriteria presisi metode analisis ... 13

Tabel III. Formula basis krim ... 20

Tabel IV. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum ... ... 28

Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 29

Tabel VI. Data recovery sampel kuersetin dalam sediaan krim ... 38

Tabel VII. Data koefisien variasi sampel kuersetin hasil ekstraksi dari sediaan krim ……… 40


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem emulsi tipe O/W dan W/O ... 5

Gambar 2. Kerangka dasar flavonoid ... 7

Gambar 3. Sistem penomoran flavonoid ... 7

Gambar 4. Struktur golongan flavonol ... 8

Gambar 5. Struktur kuersetin ... 8

Gambar 6. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavonol ... 9

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavon ... 10

Gambar 8. Struktur katekin (A) dan struktur kuersetin (B) serta gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan AlCl3 ... 24

Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 25

Gambar 10. Spektrum pengukuran operating time kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 26

Gambar 11. Spektrum pengukuran panjang gelombang maksimum dari kompleks kuersetin dengan AlCl3 ... 27

Gambar 12. Grafik hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 ... 30

Gambar 13. Struktur trietanolaminstearat, penyabunan dari asam stearat dan trietanolamin ... 32

Gambar 14. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid menjadi gula dan aglikon menggunakan asam ... 33

Gambar 15. Struktur metil paraben (A) dan struktur kuersetin (B) ... 36

Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin ... 37


(17)

xv

Gambar 17. Gambar struktur setil alkohol ... 56

Gambar 18. Gambar struktur asam stearat ... 56

Gambar 19. Gambar struktur metil paraben ... 56

Gambar 20. Gambar struktur asam sitrat ... 20


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan kurva baku kuersetin ... 45 Lampiran 2. Perhitungan kadar kuersetin terhitung yang ditambahkan ke dalam

sediaan krim ... 48 Lampiran 3. Perhitungan kadar kuersetin terukur dalam sediaan krim ... 50 Lampiran 4. Perhitungan recovery dan koefisien variasi kadar kuersetin dalam

sediaan krim ... 51 Lampiran 5. Dokumentasi ... 52 Lampiran 6. Tabel toleransi alat-alat gelas ... 54 Lampiran 7. Struktur dan kelarutan komponen penyusun formula basis krim .... 55


(19)

INTISARI

Khasiat teh untuk kesehatan telah diketahui sejak lama. Salah satu kandungan dari teh yaitu flavonoid memliki aktivitas antioksidan serta memiliki gugus kromofor sehingga dapat dijadikan zat aktif dalam krim sunscreen.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada manipulasi terhadap subjek penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui akurasi dan presisi dari penetapan kadar kuersetin dalam krim dengan basis krim yang telah dioptimasi oleh Prasetya (2008). Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol yang digunakan sebagai baku atau standar dalam penetapan kadar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menetapkan kadar flavonoid dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif. Kompleks antara AlCl3 dan kuersetin dapat diukur pada

panjang gelombang visibel (427,4 nm).

Parameter validitas metode analisis yang digunakan adalah akurasi dan presisi. Parameter tersebut diperoleh dengan perhitungan recovery dan koefisien variasi (CV). Dari percobaan didapatkan nilai recovery sebesar 89,49 - 96,85 %, koefisien variasi sebesar 3,14%. Dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan metode kolorimetri memiliki nilai validitas yang baik.

Kata kunci : validasi, penetapan kadar, kuersetin, krim, akurasi, presisi


(20)

ABSTRACT

Tea effects for health have been known for a long time. Tea contain flavonoid which have antioxidant activity and chromophore so it can be used as active compound in sunscreen cream.

It is non experimental research, because there was no manipulation to the research subject. The aim for this study is to know the accuracy and precision of determination method of quercetin in cream using base cream created by Prasetya (2008). Quercetin is one of flavonoid group that can be used as standard in this experiment. This research is useful as first phase experiment which can be applicated to determine flavonoid concentration in cream that contains tea flavonoid as active compound. The complex between AlCl3 and quercetin can be

measured at visible wavelength (427,4 nm).

Accuracy and precision was used to measure the validity of analysis method. The measurements were obtained from analyzing recovery and Coefficient variance (CV). The result of the recovery was 89,49 - 96,85 %, and the result of coefficient varians was 3.14%. It could be concluded that the determination of quercetin in cream using colometric method has good accuracy and precision

Keyword : validity, determination concentration, quercetin, cream, precision, accuracy


(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Krim merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak digunakan untuk penyakit topikal. Di dunia industri, perlu dilakukan pengujian terhadap produk akhir, terlebih jika digunakan senyawa yang berasal dari bahan alam (Lund, 1994). Analisis kuantitatif senyawa aktif dalam sediaan krim diperlukan sebagai kontrol kualitas untuk menjamin bahwa proses produksi telah dilakukan dengan benar dan dapat dipercaya. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa efek yang dihasilkan dalam suatu sediaan disebabkan karena kandungan senyawa aktifnya.

Salah satu jenis senyawa yang digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan krim adalah flavonoid teh. Tokusoglu dkk., (2003) mengemukakan kegunaan flavonoid antara lain sebagai agen antiinflamasi, antioksidan dan antialergi. Aktivitas flavonoid teh sebagai antioksidan dapat digunakan untuk melindungi kulit dari pengaruh buruk sinar UV yang berasal dari paparan sinar matahari (Svobodova dkk, 2003). Selain itu, flavonoid teh memiliki gugus kromofor yang mengabsorpsi sinar UV sehingga dapat digunakan sebagai zat aktif dalam krim

sunscreen.

Kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid golongan flavonol (Bruneton 1999). Kuersetin digunakan sebagai baku untuk penetapan kadar dalam sediaan krim dengan metode kolorimetri. Penelitian ini bermanfaat sebagai


(22)

penelitian awal yang dapat dikembangkan untuk menetapkan kadar flavonoid dalam sediaan krim dengan kandungan flavonoid teh sebagai senyawa aktif.

Penelitian mengenai penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim belum pernah dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan suatu metode penetapan kadar yang tervalidasi. Suatu metode perlu divalidasi agar ketika digunakan dengan benar dapat memberikan hasil yang sesuai untuk tujuan analisis (Anonim, 2004). Penelitian ini berguna untuk menemukan langkah kerja yang tepat dan untuk mengetahui apakah prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim memenuhi parameter metode analisis yang ditentukan. Suatu prosedur analitik mencakup informasi mengenai preparasi sampel, termasuk metode ekstraksi zat aktif dari produk (Anonim, 2004). Prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim pada penelitian ini merupakan modifikasi prosedur ekstraksi aglikon flavonoid dalam tanaman yang dilakukan oleh Janeska dkk. (2007).

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Prasetya (2008) yang telah mengoptimasi formula sediaan krim sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Camelia sinensis) dengan asam stearat dan VCO sebagai fase minyak. Sediaan krim yang telah dioptimasi dalam penelitian tersebut digunakan sebagai basis krim untuk penetapan kadar kuersetin pada penelitian ini.

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim pada penelitian ini dilakukan dengan metode kolorimetri dengan pereaksi aluminium klorida (AlCl3).

Metode ini dipilih karena reaksi warna dapat meningkatkan kepekaan dan selektifitas metode (Fell, 1986). Flavonoid dapat membentuk kompleks warna dengan AlCl3 sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan metode kolorimetri.


(23)

3

Menurut Mursyidi (1990), dengan adanya pereaksi AlCl3, terjadi kompleks tahan

asam pada gugus hidroksi dan keton yang bertetangga. Sedangkan dengan gugus hidroksi pada kedudukan orto, kompleks yang terjadi tidak tahan asam.

Metode kolorimetri yang sama juga pernah digunakan oleh Pertiwi (2006) untuk penetapan kadar flavonoid dalam fraksi air dan fraksi etil asetat ekstrak etanol teh hijau dan teh hitam..Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode tersebut dapat diaplikasikan untuk menetapkan kadar flavonoid total dalam teh hijau dan teh hitam dan memiliki tingkat validitas yang baik. Berdasarkan penelitian tersebut, maka kuersetin dalam sediaan krim pada penelitian ini dapat ditetapkan kadarnya menggunakan metode kolorimetri dengan pereaksi AlCl3.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti adalah apakah penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 memenuhi

parameter validasi metode analisis yang baik?

C. Keaslian Karya

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3


(24)

D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat:

1. Menambah wawasan di bidang ilmu pengetahuan mengenai penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 yang tervalidasi

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan jika hendak dilakukan penelitian sejenis maupun penelitian pengembangan dari penelitian ini.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah mengetahui validitas penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3.


(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini produksi lebih diarahkan untuk emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci dengan air dan ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Anonim, 1995).

Gambar 1. Sistem emulsi tipe O/W dan W/O

Emulsi adalah sistem heterogen yang mengandung minimal satu cairan yang tidak campur, didispersikan pada cairan lainnya dalam bentuk droplet. Emulsi terdiri dari fase dispers (fase internal), medium dispers (fase eksternal), dan agen pengemulsi. Diameter droplet umumnya 0,1 sampai 10 µm. Krim ditujukan untuk penggunaan eksternal.


(26)

Istilah krim biasanya ditujukan untuk emulsi tipe minyak dalam air sehingga lebih sesuai untuk penggunaan eksternal. Emulsi air dalam minyak bersifat tidak larut air, tidak mudah tercuci, dan terasa berminyak, sedangkan emulsi minyak dalam air akan bercampur dengan air, tercuci oleh air, dan tidak terasa berminyak (Allen, 2002). Salah satu aplikasi bentuk sediaan krim yaitu sebagai sediaan sunscreen.

Sunscreen merupakan bahan yang menyerap atau memantulkan radiasi sehingga melemahkan energi ultraviolet sebelum terpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003).

B. Analisis Sediaan Krim

Analisis senyawa dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan cara merusak bentuk sediaan kemudian mengekstraksi senyawa dalam sediaan tersebut dengan pelarut yang sesuai. Krim pada dasarnya merupakan sistem emulsi yang berisi fase minyak, fase air, dan emulgator. Emulgator berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak sehingga terbentuk sistem emulsi. Sifat khas dari emulgator adalah memiliki gugus polar dan nonpolar pada strukturnya. Jika emulgator dalam sediaan krim dirusak, maka sistem emulsi akan terpecah dan terjadi pemisahan fase air dan fase minyak (Voigt, 1994). Selanjutnya, untuk memisahkan analit dari senyawa-senyawa lain dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut organik.

Emulgator menurut jenisnya terbagi menjadi emulgaor ionik (anionik dan kationik), emulgator nonionik, dan emulgator amfoter. Contoh emulgator amfoterik adalah N-alkil asam amino, contoh emulgator nonionik adalah eter alkil/aril polioksietilen, contoh emulgator kationik yaitu alkoksialkilamin. Salah


(27)

7

satu emulgator anionik adalah trietanolaminstearat, yang disebut juga dengan sabun organik. Emulgator anionik dapat dirusak strukturnya menggunakan asam. Ion H+ dari asam akan ditangkap oleh gugus R-COO- menjadi R-COOH, sehingga trietanolaminstearat akan kembali menjadi bentuk trietanolamin dan asam stearat (Cunniff, 1995; Senzel, 1977).

C. Flavonoid 1. Struktur dan kegunaan flavonoid

Tokusoglu dkk. (2003) mengemukakan flavonoid mempunyai aktivitas antara lain sebagai agen antiinflamasi, antioksidan dan antialergi. Selain itu, flavonoid juga memiliki aktivitas sebagai antivirus dan antikarsinogenik (Harborne, 1994). Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik dan banyak menghambat reaksi oksidasi dan bertindak sebagai penangkap radikal yang baik dari radikal hidroksi dan superoksida (Robinson,1995). Aktivitas sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika bereaksi dengan radikal bebas, flavonoid membentuk radikal baru yang distabilkan oleh efek resonansi benzen.

Gambar 2. Kerangka dasar flavonoid Gambar 3. Sistem penomoran flavonoid

O O A C B 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1' 2' 3' 4' 5' 6' 1 C H2 C H2 C H2


(28)

2.Isolasi flavonoid

Flavonoid berupa senyawa polifenol, sehingga mempunyai sifat kimia seperti fenol. Adanya gula yang terikat pada aglikon akan menaikkan kepolaritasan dari flavonoid. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, oleh karena itu glikosida flavonoid larut dalam pelarut polar (Mursyidi, 1990). Secara umum, glikosida larut dalam air dan alkohol. Bentuk gula dari flavonoid bersifat larut air, sedangkan aglikon flavonoid bersifat lipofilik (Bruneton, 1999).

Hidrolisis glikosida flavonoid akan menghasilkan aglikon flavonoid dan gula yang selanjutnya dapat dipisahkan dan diidentifikasi. Untuk tujuan ini digunakan cara hidrolisis, yaitu dengan asam, enzim, dan basa (Mursyidi, 1990). 3.Kuersetin

Kuersetin adalah senyawa flavonoid golongan aglikon flavonol. Dalam tumbuhan, flavonoid biasanya terikat dalam bentuk glikosida flavonoid (Robinson, 1995). Budavari (1989) menyebutkan bahwa aglikon kuersetin tidak larut dalam air. Menurut Chebil dkk. (2007) aseton merupakan pelarut yang paling baik untuk melarutkan flavonoid. Kuersetin mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiplatelet, antineoplastik, antiviral, dan antihistamin (Susan, 2003).

O

O OH HO

OH

OH OH

O

O HO

OH OH

OH


(29)

9

4. Metode kuantifikasi flavonoid

Metode kuantifikasi flavonoid klasik yang paling banyak digunakan adalah kolorimetri atau spektrofotometri, dengan menggunakan pereaksi AlCl3

(Bruneton, 1999).

Aluminium klorida digunakan sebagai pereaksi pengompleks dengan gugus orto-dihidroksi dan menimbulkan pergeseran khas menuju pita panjang gelombang tinggi yang berguna pada analisis beberapa golongan flavonoid (Robinson, 1995).

Pereaksi AlCl3 dan flavonoid akan membentuk kompleks tahan asam

antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga. Sedangkan dengan gugus hidroksi pada kedudukan orto, kompleks yang terjadi tidak tahan asam (Mursyidi, 1990).

Tipe kompleks yang dihasilkan antara AlCl3 dengan beberapa flavon dan

flavonol dengan ada atau tidaknya asam digambarkan sebagai berikut:

O O HO OH OH OH AlCl3 O O HO O Al Cl Cl OH OH O O HO O Al O Cl O Al Cl Cl Flavonol H+


(30)

O O HO OH OH AlCl3 O O HO OH OH O HO O Al O Cl Flavon OH O O Al Cl Cl O Al Cl Cl H+

Gambar 7. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan flavon

D. Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi adalah suatu metode pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Metode ini paling sering digunakan untuk proses pemisahan. Alat yang digunakan tidak khusus dan sederhana, jika tidak dinyatakan lain, maka alat yang digunakan untuk pemisahan adalah corong pisah (Khopkar,1990).

Ekstraksi pelarut dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat tersebut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar,1990).

Pada kesetimbangan akan terjadi:

[

X1

[

X

]

]

adalah kadar zat terlarut pada pase pertama (fase organik), sedangkan adalah kadar zat terlarut pada fase kedua (fase air). Semakin besar nilai koefisien distribusi (KD), maka semakin besar kadar zat yang terlarut

2

[ ]

[ ]

2 1

X X KD=


(31)

11

pada fase organik. Sedangkan nilai KD yang kecil menunjukkan bahwa kadar zat yang terlarut dalam fase organik kecil (Khopkar,1990).

E. Spektrofotometri Visibel 1. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik

Suatu senyawa organik memiliki tiga macam elektron, antara lain elektron pi (π), sigma (σ), dan elektron pasangan bebas (n). Jika suatu molekul terpancar radiasi elektromagnetik, maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat yang lebih tinggi (Mulya dan Suharman, 1995). Metode spektroskopik analisis tergantung pada pengukuran radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit (Skoog, 1994).

Eksitasi elektron σ ke σ* terjadi pada ikatan tunggal, eksitasi elektron π ke π* terjadi pada ikatan rangkap dua dan tiga. Sedangkan eksitasi elektron n ke σ* atau n ke π* terjadi pada atom yang memiliki pasangan elektron bebas (Mulya dan Suharman, 1995).

2. Analisis kuantitatif menggunakan spektrofotometri visibel

Analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri visibel dilakukan dengan mengukur harga absorbansi (A) pada panjang gelombang maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang tersebut adalah: perubahan absorban untuk setiap satuan kadar adalah paling besar pada panjang gelombang maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Selain itu, pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimal adalah


(32)

datar dan pengukuran ulang memberikan kesalahan yang kecil sehingga akan memenuhi hukum Lambert-Beer (Mulya dan Suharman, 1995).

3. Kolorimetri

Metode kolorimetri dapat digunakan untuk penetapan kadar flavonoid yaitu dengan menggunakan pereaksi AlCl3. Terjadi kompleks tahan asam antara

gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dengan pereaksi AlCl3 dan

membentuk kompleks tidak tahan asam dengan gugus ortohidroksi pada flavonoid. Oleh karena itu, pereaksi AlCl3 digunakan untuk mendeteksi kedua

gugus tersebut (Mursyidi, 1990).

Penetapan kadar secara kolorimetri harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Vogel, 1994):

1. Selektivitas reaksi warna

2. Kesebandingan antara warna dan kadar 3. Kestabilan warna

4. Reprodusibilitas 5. Kejernihan larutan 6. Sensitivitas

F. Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan suatu dasar untuk memastikan kualitas dan reliabilitas hasil analisis (Ermer and Miller, 2005). Parameter-parameter validasi metode analisis antara lain :


(33)

13

1. Akurasi, menunjukkan kedekatan hasil analisis yang diperoleh menggunakan metode analisis tertentu dengan nilai yang sebenarmya. Penentuan akurasi metode analisis dapat dilakukan dengan cara membandingkan kadar terukur dari suatu senyawa standar yang sengaja ditambahkan ke dalam sampel pada jumlah yang tertentu pula. Harga perbandingan tersebut dikenal sebagai persen perolehan kembali (recovery) (Anonim, 2003). Tabel berikut ini ialah kriteria penerimaan akurasi yang baik

Tabel I. Kriteria akurasi metode analisis

Kadar zat aktif /

impurities yang diukur (%)

Rata-rata recovery

yang diterima (%) ≥ 10 98 – 102

≥1 90 - 110 0,1 – 1 80 - 120 < 0,1 75 - 125

(Anonim,2004)

2. Presisi, merupakan kedekatan suatu hasil analisis dengan hasil analisis yang lain pada beberapa penentuan kuantitatif pada sampel yang sama dan homogen dengan menggunakan metode analisis yang sama. Presisi biasanya dinyatakan dengan persen koefisien variansi (CV). Tabel berikut ini ialah kriteria penerimaan presisi yang baik

Tabel II. Kriteria presisi metode analisis

Kadar analit dalam sampel yang diukur (%)

Kriteria presisi yang diterima (CV) dalam % ≥ 10,0 ≤ 2 1,0 – 10,0 ≤ 5

0,1 – 1,0 ≤ 10 < 0,1 ≤ 20


(34)

3. Spesifisitas (selektivitas), menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur suatu analit dalam campuran yang kompleks tanpa adanya pengaruh dari komponen lain dalam campuran (Christian, 2004).

4. Limit of detection (LOD) merupakan jumlah analit terkecil yang masih dapat terdeteksi.

5. Limit of quantitation (LOQ) merupakan jumlah analit terkecil yang masih dapat terukur dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima.

6. Linearitas, merupakan kemampuan metode analisis untuk menghasilkan nilai yang proporsional terhadap kadar analit dalam sampel pada rentang kadar tertentu (Christian, 2004).

7. Range, merupakan rentang kadar terendah sampai kadar tertinggi analit yang dapat diukur secara kuantitatif menggunakan metode analisis tertentu dan menghasilkan akurasi, presisi, dan linearitas yang memadai (Anonim, 2003).

G. Landasan teori

Penetapan kadar senyawa dalam sediaan krim dapat dilakukan dengan cara merusak sediaan dan menarik analit dengan pelarut yang sesuai. Pemilihan pelarut didasarkan pada sifat kelarutan analit.

Krim terdiri atas minyak dan air yang membentuk emulsi dengan bantuan emulgator. Pada sediaan krim yang mengandung emulgator anionik, struktur emulgator tersebut dapat dirusak dengan menggunakan asam sehingga krim kembali menjadi bentuk minyak dan air yang terpisah. Kuersetin sebagai


(35)

15

analit dalam sediaan krim memiliki kelarutan yang baik dalam etil asetat sehingga kuersetin dalam krim dapat diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat.

Kuersetin mempunyai gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil dan 2 gugus –OH pada posisi orto sehingga dapat membentuk kompleks dengan pereaksi AlCl3. Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 dapat diukur

secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer visibel.

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 dinyatakan valid jika memenuhi parameter validasi metode

analisis.

H. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, maka penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 memiliki validitas


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek penelitian.

B. Definisi Operasional

1. Penetapan kadar kuersetin dilakukan menggunakan metode kolorimetri dengan menggunakan pereaksi AlCl3

2. Parameter validasi penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim yang digunakan adalah akurasi dan presisi.

3. Penentuan akurasi dan presisi penetapan kadar kuersetin dalam krim dilakukan dengan menambahkan larutan baku kuersetin dengan kadar tertentu ke dalam basis krim, diekstraksi, dan diukur kadarnya dengan spektrofotometer visibel. 4. Basis krim yang digunakan adalah krim dengan komposisi yang telah

ditentukan, yaitu: asam stearat, virgin coconut oil (VCO), trietanolamin (TEA), cethyl alcohol, metil paraben, asam sitrat, dan air.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah kadar kuersetin yang terdapat dalam sediaan krim


(37)

17

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis (Perkin-Elmer Lambda 20), pipet mikro 0,5 – 5,0 ml (Socorec), neraca analitik merk Scaltec SBC 22 max 60/210 g; d = 0,01/0,1 mg; e = 1 mg, waterbath, alat-alat gelas (Pyrex-Germany).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku kuersetin trihidrat p.a. (Sigma), etil asetat p.a. (Merck), aseton p.a. (Merck), HCl p.a.

(Merck), asam asetat p.a. (J.T. Bakker), metanol p.a. (J.T. Bakker), kloroform p.a.

(Merck), AlCl3.6H2O p.a. (Merck), heksamin farmasetis (MKR), natrium sitrat

farmasetis (MKR), akuades, dan basis krim dengan formula sebagai berikut:

Asam stearat 4,0 g

Virgin Coconut Oil (VCO) 3,5 g Trietanolamin (TEA) 0,8 g

Cethyl Alcohol 3,5 g

Asam sitrat 0,5 g

Metil paraben 0,25 g

Air 60,0 g

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan pereaksi

a. Larutan HCl 25 % dalam akuades. HCl 37 % 67,56 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu tersebut hingga tanda. Pembuatan larutan HCl 25 % dilakukan di dalam lemari asam.


(38)

b. Larutan heksamin 0,5 % dalam akuades. Heksamin 0,5 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu tersebut hingga tanda.

c. Larutan natrium sitrat 0,5 % dalam akuades. Natrium sitrat 0,5 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu tersebut hingga tanda.

d. Larutan asam asetat 5 % dalam metanol. Asam asetat glasial 25 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml. Metanol ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut hingga tanda.

e. Larutan aluminium klorida 2% dalam asam asetat 5 % dalam metanol. Aluminium klorida 2 g dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Asam asetat 5 % dalam metanol 25 ml ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut. Larutan didegassing selama 5 menit. Asam asetat 5 % dalam metanol ditambahkan ke dalam labu ukur sampai tanda.

2. Pembuatan larutan baku

a. Larutan stok kuersetin 500 ppm. Sebanyak kurang lebih 25,0 mg serbuk kuersetin ditimbang seksama dan dimasukkan dalam labu ukur 50 ml. Etil asetat 15 ml ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut. Larutan didegassing selama 5 menit. Etil asetat ditambahkan ke dalam labu ukur sampai tanda.

b. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm. Larutan stok kuersetin 500 ppm 2,50 ml dimasukkan dalam labu ukur 25 ml. Larutan diencerkan dengan etil asetat hingga tanda.


(39)

19

3. Pembuatan blangko

Etil asetat 10,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Setelah itu ditambahkan AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam metanol) 1,0 ml dan

natrium sitrat 0,5 ml. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda.

4. Optimasi metode

a. Penetapan Operating time. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm 2,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 %

dalam metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu tersebut. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum teoritis (428 nm) selama 60 menit.

b. Penetapan panjang gelombang absorbansi maksimum. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm 1,50 ml; 3,00 ml; 4,00 ml dimasukkan dalam labu ukur 25 ml. Ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan AlCl3 2 % (dalam asam

asetat 5 % dalam metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Absorbansi diukur pada menit ke-30 setelah ditambah pereaksi pada rentang panjang gelombang 400-500 nm.

c. Penetapan kurva baku. Larutan intermediet kuersetin 50 ppm 1,00 ml; 1,50 ml; 2,00 ml; 2,50 ml; 3,00 ml; 3,50 ml; dan 4,00 ml dimasukkan ke dalam


(40)

labu ukur 25 ml. AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam metanol) 1,00 ml dan

natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu ukur. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Pengukuran absorbansi dilakukan pada menit ke-30 setelah ditambah pereaksi pada panjang gelombang 427,4 nm.

5. Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim a. Pembuatan basis krim

Tabel III. Formula basis krim

Senyawa penyusun formula basis krim

Komposisi (g) Asam stearat 4,0

VCO 3,5

Cethyl alcohol 3,5 Trietanolamin 0,8

Akuades 60,0

Metil paraben 0,25 Asam sitrat 0,5 g

Asam stearat dan cethyl alcohol dilelehkan secara terpisah di atas

waterbath, kemudian dicampur dalam keadaan panas. Trietanolamin, VCO dan metil paraben ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan diaduk hingga merata. Akuades sebanyak 2/3 bagian ditambahkan ke dalam campuran dan dicampur menggunakan mikser dengan kecepatan 400 rpm selama 15 menit. Asam sitrat dilarutkan ke dalam 1/6 bagian akuades, kemudian ditambahkan ke dalam campuran sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan mikser kecepatan 400 rpm selama 30 menit. Sisa akuades ditambahkan ke dalam campuran sambil diaduk dengan mixer dengan kecepatan 400 rpm.


(41)

21

b. Ekstraksi kuersetin dari basis krim. Basis krim lebih kurang 20 g ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dengan bantuan batang pengaduk. Larutan baku kuersetin 200 ppm (dalam aseton) 5,0 ml ditambahkan ke dalam labu alas bulat tersebut. Aseton 25 ml ditambahkan ke dalam labu alas bulat. Larutan heksamin 0,5% 1,00 ml dan larutan HCl 25% 2,00 ml ditambahkan ke dalam labu alas bulat, refluks dengan pemanasan dalam

waterbath pada suhu 70°C selama 30 menit.

Setelah dihidrolisis selama 30 menit, pendingin balik dilepas kemudian aseton diuapkan menggunakan waterbath pada suhu 75°C selama 1 jam. Setelah itu, fase air dan fase minyak dalam labu alas bulat dituang ke dalam corong pisah 100 ml. Etil asetat 15 ml ditambahkan ke dalam corong pisah tersebut. Larutan digojog selama 30 detik dan diamkan hingga memisah selama 15 menit. Pisahkan kedua fase yang terbentuk. Fase air diekstraksi kembali dengan 15 ml etil asetat sebanyak 2 kali. Fase etil asetat ditampung dalam beaker glass 100 ml dan diuapkan di atas waterbath. Fase etil asetat yang telah diuapkan dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin, fase etil asetat disaring menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu etil asetat ditambahkan hingga tanda.

c. Tahap penetapan kadar kuersetin. Fase etil asetat 10,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Sebanyak AlCl3 2 % (dalam asam asetat 5 % dalam

metanol) 1,00 ml dan natrium sitrat 0,50 ml ditambahkan ke dalam labu ukur tersebut. Larutan diencerkan dengan asam asetat 5 % dalam metanol sampai tanda. Absorbansi diukur pada operating time, yaitu pada menit ke-30 setelah ditambah pereaksi pada panjang gelombang 427,4 nm.


(42)

F. Analisis Hasil

Analisis kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan kurva baku sehingga didapatkan kadar kuersetin dalam sediaan krim.

Analisis penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dilakukan dengan parameter akurasi dan presisi. Akurasi dinyatakan dengan perhitungan %

recovery sebagai berikut:

% 100 (mg) terhitung kuersetin

Jumlah

(mg) terukur kuersetin

Jumlah

%recovery= ×

Suatu metode dinyatakan memiliki akurasi yang baik jika pada kadar analit <0,1% nilai % recovery berada pada rentang 75-125%.(Anonim, 2004).

Presisi dinyatakan dengan perhitungan koefisien variasi (% CV) sebagai berikut

% 100 rata

-Rata

) SD ( deviasi Standar

CV

% = ×

Suatu metode dinyatakan memiliki presisi yang baik jika pada kadar analit <0,1% nilai koefisien variansi >20% (Anonim, 2004).


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Baku

Tujuan penelitian ini adalah memvalidasi metode penetapan kadar senyawa dalam sediaan krim sehingga dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar flavonoid dalam sediaan krim yang berisi ekstrak teh hijau. Baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuersetin. Pemilihan baku kuersetin didasarkan karena kuersetin merupakan salah satu jenis flavonoid yang terdapat dalam ekstrak teh hijau. Kuersetin juga merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dipercaya dapat mencegah efek buruk dari sinar UV.

Selain kuersetin senyawa yang banyak terdapat pada ekstrak teh hijau adalah katekin. Kuersetin dan katekin dapat menangkap reactive oxygen species

(ROS) yang dihasilkan akibat paparan sinar UV. Mekanisme senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan adalah dengan menangkap ROS dan kemudian senyawa tersebut akan menstabilkan dirinya dengan adanya resonansi. Struktur katekin dan kuersetin (gambar 9) memiliki struktur benzen yang sama sehingga kemungkinan terjadinya resonansi adalah sama.

Kuersetin dapat digunakan sebagai baku meskipun senyawa mayor yang terdapat dalam teh hijau adalah katekin. Pada penetapan kadar flavonoid teh hijau senyawa yang dapat bereaksi dengan AlCl3 bukan hanya kuersetin saja, senyawa

flavonoid lain yang memiliki gugus ortohidroksi juga dapat bereaksi dengan AlCl3


(44)

dan dapat ditetapkan kadarnya. Berdasarkan alasan tersebut maka kuersetin dapat digunakan sebagai baku dalam penelitian ini.

Gambar 8. Struktur katekin (A) dan struktur kuersetin (B) serta gugus-gugus yang dapat bereaksi dengan AlCl3

B. Optimasi Metode 1. Penetapan operating time

Penetapan operating time bertujuan untuk menentukan waktu pengukuran suatu senyawa yang memberikan absorbansi paling stabil. Penetapan

operating time perlu dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pengukuran. Hal ini disebabkan karena senyawa yang akan diukur absorbansinya dalam penelitian ini merupakan suatu senyawa kompleks antara kuersetin dengan AlCl3. Senyawa kompleks ini membutuhkan waktu agar reaksi yang terbentuk

stabil. Bila pengukuran dilakukan sebelum operating time, maka terdapat kemungkinan reaksi yang terbentuk belum sempurna. Pada gambar 9 ditunjukkan bahwa ikatan yang terbentuk antara AlCl3 dengan gugus –OH posisi orto pada

kuersetin bersifat tidak stabil dengan adanya asam. Oleh sebab itu, diperlukan penentuan operating time sehingga diperoleh rentang waktu pada saat absobansi kompleks kuersetin dengan AlCl3 yang telah stabil. Bila pengukuran dilakukan


(45)

25

setelah operating time, terdapat kemungkinan bahwa senyawa kompleks antara kuersetin dan AlCl3 menjadi rusak.

O O HO OH OH OH

+ AlCl3

O O HO O Al Cl Cl OH OH O O HO O Al O Cl O Al Cl Cl OH OH OH A C B A C B A C B

Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

H+

Gambar 9. Reaksi pembentukan kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

Pengukuran operating time kompleks kuersetin dengan AlCl3 dilakukan

menggunakan larutan baku kuersetin dengan kadar 4 ppm pada panjang gelombang maksimum teoritis yaitu 428 nm. Absorbansi kompleks yang terbentuk diukur selama 60 menit. Kestabilan pembentukan warna ditandai dengan stabilnya nilai absorbansi dari senyawa tersebut. Dari spektrum pengukuran operating time (gambar 10), terlihat bahwa absorbansi yang dihasilkan kompleks kuersetin dengan AlCl3 telah stabil sejak menit ke-25 hingga

menit ke-60. Hal ini ditunjukkan dengan spektrum yang membentuk garis hampir lurus pada menit ke-25 hingga menit ke-60, artinya pada rentang waktu tersebut, absorbansi senyawa yang terukur relatif stabil. Kestabilan absorbansi ini menandakan reaksi pembentukan kompleks sudah optimum. Dari percobaan ditetapkan operating time antara menit ke-25 sampai menit ke-60.


(46)

Gambar 10. Spektrum pengukuran operating time kompleks antara

2. Penetapan panjang gelombang maksimum

Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk menentukan panjang gelombang pengukuran dimana kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

memberikan absorbansi optimum. Penetapan panjang gelombang maksimum merupakan faktor penting dalam analisis kimia dengan metode spektrofotometri. Pengukuran pada panjang gelombang maksimum akan memberikan perubahan absorbansi paling besar untuk setiap satuan kadar. Selain itu, kurva absorbansi pada sekitar panjang gelombang maksimum relatif datar sehingga jika akan dilakukan pengukuran ulang dan replikasi akan meminimalkan terjadinya kesalahan pengukuran.

Menurut Mabry (1970), panjang gelombang maksimum kompleks yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl3 adalah 428 nm. Pada penelitian ini

dilakukan verifikasi penetapan panjang gelombang maksimum teoritis karena


(47)

27

penelitian dilakukan pada kondisi, alat, bahan, waktu dan individu yang berbeda sehingga dapat dihasilkan panjang gelombang maksimum yang berbeda.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan terhadap tiga seri kadar lar

3

Penetapan panja kukan pada larutan baku kuersetin

utan baku kuersetin untuk memastikan bahwa pada panjang gelombang tersebut benar-benar terjadi absorbansi yang maksimum dan untuk mengetahui reprodusibilitas metode yang digunakan. Pembacaan absorbansi dilakukan pada rentang panjang gelombang antara 400-500 nm karena kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 akan menghasilkan warna yang memiliki panjang gelombang

maksimum pada rentang tersebut.

Gambar 11. Spektrum pengukuran panjang gelombang maksimum kompleks antara kuersetin dengan AlCl

ng gelombang maksimum dila

dengan kadar 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada tabel IV dan gambar 11. Dari ketiga seri


(48)

larutan baku kuersetin didapat panjang gelombang maksimum untuk kadar 8 ppm yaitu 427,4 nm dan untuk kadar 6 ppm 427,1 nm. Sedangkan untuk kadar 4 ppm, spektrofotometer yang digunakan tidak dapat mendeteksi panjang gelombang maksimum. Hal ini terjadi karena pada kadar tersebut didapatkan puncak kurva yang relatif datar. Kurva dengan puncak yang relatif datar menunjukkan bahwa absorbansi maksimum senyawa tersebut tidak terbaca pada satu titik panjang gelombang sehingga spektrofotometer tidak dapat memberikan informasi secara pasti berapa panjang gelombang pada saat absorbansinya maksimum.

Tabel IV. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum

maksimum yang diperoleh

Kadar larutan kuersetin Panjang gelombang

4 ppm Tidak terdeteksi

6 ppm 427,1 nm

8 ppm 427,4 nm

Panjang gelo maksimum yang dipilih untuk penetapan kadar kuersetin

mbang

dalam krim adalah 427,4 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena lebih mendekati panjang gelombang maksimum teoritisnya, yaitu 428 nm. Dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) disebutkan bahwa pengujian panjang gelombang maksimum mempunyai makna jika absorbansi maksimum tersebut tepat pada atau dalam batas 2 nm dari panjang gelombang yang ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 427,4 nm, artinya absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3


(49)

29

ini memiliki selisih kurang dari 2 nm dari panjang gelombang teoritisnya sehingga panjang gelombang ini masih dapat diterima.

3. Penetapan kurva baku kuersetin

Nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan hubungan linearitas antara dua variabel. Nilai r > 0,99 menunjukkan bahwa terdapat hubungan linearitas yang baik antar variabel tersebut (Christian 2004). Pada penetapan kurva baku kuersetin ini, kadar kuersetin merupakan variabel bebas dan absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 merupakan variabel tergantung.

Tabel V. Data hubungan antara kadar kuersetin dengan absorbansi kompleks kuersetin dengan AlCl3

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

kadar (mg/100ml) absorban si kadar (mg/100ml) absorban si kadar (mg/100ml) absorban si

0,3194 0,181 0,3134 0,162 0,3065 0,172 0,4260 0,268 0,4179 0,236 0,4086 0,243 0,5324 0,314 0,5224 0,279 0,5108 0,290 0,6389 0,388 0,6269 0,324 0,6130 0,349 0,7454 0,444 0,7314 0,402 0,7151 0,404 0,8518 0,475 0,8358 0,486 0,8173 0,486

a = 0.002 a = -0,025 a = -0,008

b = 0.5560 b = 0,5914 b = 0,5906 r = 0.9919 r = 0,9926 r = 0,9971 α = 30.03° α = 30,45° α = 30,24º Nilai r dari ketiga replikasi di atas lebih besar dari nilai r yang tertera pada r tabel (derajat bebas 5, taraf kepercayaan 95%) yaitu 0,775. Pemilihan taraf kepercayaan 95% didasarkan atas hal-hal berikut di bawah ini:

1. Prosedur penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim yang dilakukan relatif panjang dan melibatkan beberapa tahap pengenceran sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan semakin besar.


(50)

2. Toleransi kesalahan alat-alat gelas analitik yang digunakan pada penelitian ini paling besar adalah ±0,05 sehingga taraf kepercayaan yang dipilih adalah 95%.

Dengan membandingkan nilai r yang didapat dari data dan dari r tabel, dapat dikatakan bahwa ketiga replikasi tersebut memenuhi standard nilai r tabel. Dari ketiga replikasi tersebut, dipilih salah satu persamaan kurva baku yang akan digunakan untuk perhitungan kadar kuersetin selanjutnya. Pemilihan kurva baku dilakukan berdasarkan replikasi yang memiliki nilai r yang paling mendekati satu. Nilai r yang mendekati satu menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang baik antara kadar kuersetin dan absorbansi. Kadar kuersetin meningkat akan diikuti dengan peningkatan absorbansi secara proporsional. Berdasarkan data yang diperoleh, maka persamaan kurva baku yang dipilih adalah replikasi III, yaitu y=0,5906x-0,008

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

kadar kuersetin (mg/100ml)

absorbansi komleks antara kuersetin denga

n

aluminium klorida

Gambar 12. Grafik hubungan antara kadar kuersetin vs absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3


(51)

31

C. Ekstraksi Kuersetin dari Sediaan Krim

Sebelum menetapkan kadar kuersetin dalam sediaan krim, perlu dilakukan ekstraksi senyawa dari dalam sediaan. Hal ini bertujuan untuk menemukan langkah kerja yang tepat dalam menarik analit dari sampel (krim).

Ekstraksi merupakan bagian dari preparasi sampel untuk memperoleh selektivitas (Christian 2004), sehingga didapatkan senyawa yang diinginkan seoptimal mungkin. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi cair-cair dengan menggunakan 2 jenis cairan yang tidak saling campur. Teknik ini dipilih karena dapat memisahkan senyawa dengan cepat.

Krim dalam penelitian ini merupakan bentuk sediaan yang diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air. Krim terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase minyak yang dengan bantuan emulgator akan membentuk sistem emulsi. Di alam, flavonoid biasanya terikat pada gula yang menyebabkan glikosida flavonoid tersebut bersifat relatif polar dan dapat larut dalam air. Analit dalam percobaan adalah kuersetin yang merupakan golongan flavonoid. Kuersetin merupakan aglikon flavonoid dan tidak terikat pada gulanya. Bentuk glikosida flavonoid akan larut dalam air (Bruneton, 1999), sedangkan kuersetin tidak larut dalam air (Budavari, 1989). Berdasarkan kelarutannya, maka kuersetin akan berada dalam fase minyak pada sediaan krim.

Kuersetin yang akan ditetapkan kadarnya pada penelitian ini adalah baku kuersetin dengan kadar 200 ppm yang ditambahkan ke dalam basis krim. Penambahan baku kuersetin dilakukan pada basis krim yang sudah diformulasi


(52)

agar jumlah kuersetin yang akan diekstraksi diketahui secara tepat. Basis krim dan larutan baku kuersetin ini kemudian akan diproses dan ditetapkan kadarnya secara kolorimetri menggunakan pereaksi AlCl3. Ekstraksi kuersetin dari sediaan krim

diawali dengan menambahkan aseton sebanyak 25 ml ke dalam basis krim yang telah diberi larutan baku kuersetin 200 ppm. Penambahan aseton berguna untuk menambah volume sampel sehingga memudahkan untuk proses selanjutnya

1. Tahap pemecahan sediaan krim

Larutan HCl 25 % berfungsi untuk memecah bentuk sediaan krim. Gambar 13 menunjukkan sabun organik (trietanolamin stearat) yang terbentuk dari asam stearat dan trietanolamin. Ion H+ dari HCl akan ditangkap oleh gugus R-COO- menjadi R-COOH, sehingga trietanolaminstearat kembali menjadi trietanolamin dan asam stearat. Rusaknya struktur trietanolaminstearat sebagai emulgator akan mengakibatkan sistem emulsi terpecah menjadi fase air dan fase minyak.

C1 7H3 5-C O O

-O H

C H2

C H2

H N

C H2

C H2

O H

C H2 C H2 O H

Gambar13. Struktur trietanolaminstearat, penyabunan dari asam stearat dan trietanolamin


(53)

33

2. Tahap hidrolisis glikosida flavonoid

Pada penelitian ini hidrolisis glikosida flavonoid dilakukan menggunakan asam (HCl 25%) untuk memecah glikosida flavonoid menjadi aglikon flavonoid dan gulanya. Dalam penelitian ini, kuersetin sesungguhnya tidak perlu dihidrolisis karena kuersetin sudah berada dalam bentuk aglikonnya. Proses hidrolisis pada penelitian ini hanya dilakukan sebagai model jika akan dilakukan penetapan kadar flavonoid. Flavonoid di alam terdapat dalam bentuk glikosida flavonoid sehingga proses hidrolisis perlu dilakukan. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid oleh asam dapat dilihat pada gambar 14. Heksamin 0,5 % berguna untuk menangkap kelebihan ion H+ dari HCl agar tidak terjadi oksidasi flavonoid oleh HCl.

HO OH O O OH OH O HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO H+ HO OH O O OH OH OH O OH OH OH O OH OH HO

H2O

HO OH O O OH OH OH H + O O HO OH OH OH OH OH OH

+ H+

Glikosida Flavonoid (rutin)

Gula (rhamnosa) Kuersetin

Gambar 14. Mekanisme reaksi hidrolisis glikosida flavonoid menjadi gula dan aglikon menggunakan asam


(54)

Proses hidrolisis pada penelitian ini dilakukan selama 30 menit pada suhu 70°C. Pada penelitian ini tidak dilakukan optimasi proses hidrolisis (waktu dan suhu hidrolisis) glikosida flavonoid. Markham (1988) menyebutkan bahwa untuk glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 3-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-8 hingga menit ke-30. Sedangkan glikosida flavonoid dengan ikatan gula pada 4’-O-glikosida, hidrolisis terjadi antara menit ke-2 hingga menit ke-8. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat diasumsikan hidrolisis glikosida flavonoid selama 30 menit sudah cukup mewakili proses hidrolisis ekstrak teh hijau. Prosedur hidrolisis pada penelitian ini mengacu pada prosedur hidrolisis flavonoid yang tertera pada Anonim (2000). Selama proses hidrolisis, di atas labu alas bulat diberi pendingin balik untuk mengembunkan kembali pelarut sehingga (campuran antara aseton dan air) tidak menguap.

3. Ekstraksi cair-cair

Tahap pemurnian dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Pada penelitian ini digunakan pelarut organik etil asetat yang bertujuan untuk mengekstraksi aglikon kuersetin. Etil asetat adalah pelarut yang baik untuk aglikon flavonoid dan dianjurkan dalam proses pemurnian (Robinson 1995). Bentuk gula dari flavonoid akan larut dalam air sehingga hanya aglikonnya saja yang terekstraksi ke dalam fase etil asetat.

Aseton merupakan pelarut yang dapat bercampur dengan air maupun etil asetat. Namun, karena indeks polaritas aseton (5,1) lebih mirip dengan indeks polaritas etil asetat (4,4) dari pada air (9,0), maka dengan prinsip “like dissolves like”, aseton cenderung lebih tertarik pada fase etil asetat daripada air.


(55)

35

Fase campuran antara etil asetat dan aseton akan berada di bagian atas, sedangkan fase air akan berada di bagian bawah corong pisah. Hal ini disebabkan karena berat jenis etil asetat (0,989 g/cm3) lebih kecil daripada air (1,000 g/cm3). Etil asetat dan aseton merupakan pelarut yang lebih nonpolar dibanding air, maka kuersetin akan lebih tertarik pada fase etil asetat dan aseton daripada fase air karena kuersetin merupakan aglikon flavonoid yang bersifat relatif nonpolar.

Selain kuersetin, terdapat senyawa penyusun formula krim yang ikut terekstraksi pada fase etil asetat. Senyawa tersebut antara lain asam stearat, cetyl alcohol, metil paraben, dan virgin coconut oil (VCO). Meskipun senyawa tersebut ikut terekstraksi dalam etil asetat, namun tidak mempengaruhi penetapan kadar kuersetin menggunakan pereaksi AlCl3 karena senyawa tersebut tidak memiliki 2

gugus hidroksi pada posisi orto maupun gugus karbonil dan –OH yang berdekatan sehingga tidak dapat bereaksi dengan AlCl3. Senyawa penyusun formula yang

larut dalam fase air adalah asam sitrat dan trietanolamin. Ekstraksi dilakukan secara berulang sebanyak 3 kali bertujuan untuk mengefektifkan ekstraksi sehingga analit yang didapat lebih banyak dibanding ekstraksi tunggal.

Fase etil asetat hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring untuk menyaring zat-zat pengotor atau partikel yang mungkin terdapat dalam sediaan krim. Larutan perlu disaring untuk memenuhi syarat pengukuran menggunakan spektrofotometer, yaitu larutan yang hendak diukur harus jernih. Fase etil asetat hasil penyaringan kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi AlCl3.


(56)

D. Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

Penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dilakukan secara kolorimetri, yaitu pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin sehingga

terjadi pergeseran pita absorbsi menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang (batokromik). Senyawa lain penyusun formula basis krim selain kuersetin (metil paraben) dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena metil paraben juga memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat dilihat pada gambar 15. Metil paraben dan kuersetin dapat menyerap radiasi pada daerah UV (200nm-300 nm) sehingga penetapan kadar kuersetin lebih mudah dilakukan secara kolorimetri yang memiliki selektivitas yang lebih baik daripada spektrofotometri ultraviolet.

Gambar 15. Struktur metil paraben (A) dan struktur kuersetin (B)

Penggunaan AlCl3 sebagai senyawa pengompleks karena dapat

membentuk kompleks dengan kuersetin yang mempunyai gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil dan 2 gugus –OH pada posisi orto. Kompleks yang terbentuk pada gugus ini bersifat stabil dengan adanya asam. Sedangkan kompleks yang terbentuk antara AlCl3 dengan 2 gugus hidroksi pada posisi orto


(57)

37

bersifat tidak stabil dengan adanya asam (Markham, 1988). Senyawa yang diukur absorbansinya adalah kompleks AlCl3 dengan kuersetin yang berikatan pada

gugus –OH yang bertetangga dengan gugus karbonil.

O O HO OH OH OH

+ AlCl3

O O HO O Al Cl Cl OH OH O O HO O Al O Cl O Al Cl Cl OH OH OH A C B A C B A C B

Kuersetin Kompleks antara kuersetin dengan AlCl3

H+

Gambar 16. Reaksi pembentukan kompleks antara AlCl3 dengan kuersetin

Kompleks yang terbentuk antara kuersetin dengan AlCl3 dapat menyerap

radiasi pada daerah visibel karena adanya transisi dari eksitasi ion logam, ekstitasi ligan, dan transfer muatan antara ion logam dan ligan (Christian, 2004). Transisi yang menghasilkan molar absorptivitas paling besar adalah transfer muatan.

Kompleks yang diukur absorbansinya pada penelitian ini merupakan kompleks yang stabil dengan penambahan asam. Asam yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pelarut asam asetat 5% dalam metanol. Natrium sitrat pada percobaan ini berfungsi sebagai larutan buffer untuk menjaga keasaman larutan.

Pelarut yang digunakan dalam penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim tidak mempengaruhi pengukuran absorbansi karena pelarut-pelarut tersebut memiliki cutoff point yang lebih rendah dari pada panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran. Cutoff point adalah panjang gelombang terkecil dimana senyawa tersebut tidak memberikan absorbansi. Cutoff point dari etil asetat yaitu 260 nm, asam asetat 230 nm, dan metanol 205 nm. Pengukuran


(58)

absorbansi kompleks antara kuersetin dengan AlCl3 dilakukan pada panjang

gelombang 428 nm sehingga pelarut-pelarut tersebut tidak mempengaruhi absorbansi pengukuran.

E. Analisis Validitas Penetapan Kadar Sampel Kuersetin dalam Sediaan Krim

1. Akurasi

Akurasi menunjukkan kedekatan hasil pengukuran dengan hasil sebenarnya. Akurasi dikatakan baik jika nilai % recovery telah memenuhi standar yang ditentukan. Hasil penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Data recovery sampel kuersetin dalam sediaan krim

Replikasi absorbansi Jumlah kuersetin terukur dalam krim (mg) Jumlah kuersetin terhitung dalam krim (mg) Bobot basis krim (g)

I 0,445 0,9588 0,9900 20,007

II 0,446 0,9613 1,0200 19,989

III 0,432 0,9313 0,9832 19,911

IV 0,433 0,9338 1,0104 20,002

V 0,436 0,9400 1,0504 19,953

VI 0,417 0,9000 1,0028 19,989

Replikasi

Kadar sampel kuersetin terukur dalam krim (% b/b)

Kadar sampel kuersetin terhitung dalam krim (% b/b)

Recovery

(%)

I 4,7923 x 10-3 4,9483 x 10-3 96,85 II 4,8091 x 10-3 5,1028 x 10-3 94,25 III 4,6773 x 10-3 4,9379 x 10-3 94,72 IV 4,6685 x 10-3 5,0515 x 10-3 92,42 V 4,7111 x 10-3 5,2644 x 10-3 89,49 VI 4,5024 x 10-3 5,0106 x 10-3 89,75


(59)

39

Kadar analit dalam sediaan krim pada penelitian ini lebih kecil dari 0,1%, maka standar akurasi yang digunakan adalah untuk kadar analit > 0,1% yang ditetapkan pada Anonim (2004), yaitu 75%-125%. Dari data penelitian di atas didapatkan nilai recovery antara 89,49% sampai 96,85%. Data tersebut memenuhi kriteria akurasi yang baik yaitu pada rentang 75%-125%. Rata-rata nilai recovery yang didapat adalah 92,91 ± 2,92 %, artinya kurang lebih 92 % jumlah kuersetin dalam krim dapat terukur kadarnya menggunakan metode penetapan kadar yang dilakukan dalam penelitian ini. Nilai recovery yang diperoleh pada penelitian ini tidak mencapai 100 %. Hal ini dikarenakan prosedur kerja yang dilakukan relatif panjang sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran analit menjadi semakin besar.

2. Presisi

Presisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah repeatability yang menggambarkan penggunaan prosedur analitik pada suatu laboratorium dalam periode waktu singkat yang dilakukan oleh analis dan alat yang sama. Nilai presisi semakin kecil akan memberikan keterulangan hasil yang baik. Presisi yang baik ditunjukkan dengan nilai coefficient variance (CV) yang memenuhi standar. Data hasil perhitungan koefisien variasi kadar kuersetin dalam sediaan krim dapat dilihat pada tabel VII.


(60)

Tabel VII. Data koefisien variasi sampel kuersetin dalam sediaan krim

Replikasi

I II III IV V VI

Jumlah kuersetin terhitung dalam sediaan krim (mg)

0.9900 1.0200 0.9832 1.0104 1.0504 1.0028 Jumlah kuersetin

terukur dalam sediaan krim (mg)

0,9588 0,9613 0,9313 0,9338 0,9400 0,9000

Kadar sampel kuersetin terhitung dalam sediaan krim (%b/b)

4,9483 x 10-3

5,1028

x 10-3

4,9379

x 10-3

5,0515

x 10-3

5,2644

x 10-3

5,0106

x 10-3 Kadar sampel

kuersetin terukur dalam krim (% b/b)

4,7923 x 10-3

4,8091 x 10-3

4,6773 x 10-3

4,6685 x 10-3

4,7111 x 10-3

4,5024 x 10-3

Recovery(%) 96,85 94.25 94,72 92,42 89,49 89,75

Rata-rata recovery 92,91 %

Standar deviasi (SD) 2,92

Koefisien variasi (CV) 3,14 %

Kadar analit dalam sediaan krim pada penelitian ini lebih kecil dari 0,1%, maka standar presisi yang digunakan adalah untuk kadar analit > 0,1% yang ditetapkan pada Anonim (2004), yaitu CV kurang dari 20%. Dari data di atas didapatkan nilai CV sebesar 3,14 %. Nilai CV ini memenuhi standar yang ditetapkan pada Anonim (2004). Hal ini menunjukkan bahwa penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim menggunakan metode kolorimetri memiliki hasil keterulangan yang baik.

Parameter presisi yang digunakan adalah coefficient variance (CV), bukan standar deviasi (SD) karena nilai standar deviasi sangat dipengaruhi oleh junlah sampel yang digunakan. Semakin banyak jumlah sampel, maka nilai SD yang dihasilkan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Nilai koefisien variasi


(61)

41

dipengaruhi oleh nilai rata-rata sampel dan tidak tergantung pada jumlah sampel yang digunakan.

Faktor yang menyebabkan hasil yang tidak seragam pada penelitian ini terutama disebabkan karena penggunaan alat-alat laboratorium yang bersifat manual, misalnya penggunaan corong pisah pada proses ekstraksi cair-cair. Penggunaan corong pisah sebagai alat ekstraksi cair-cair karena metode ini mudah, sederhana dan cepat dilakukan. Ketidakseragaman hasil disebabkan karena proses penggojogan corong pisah dilakukan secara subjektif sehingga terdapat kemungkinan jumlah kuersetin yang didapat pada tiap replikasi kurang seragam


(62)

BAB V

KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN

A. Kesimpulan

Penetapan kadar kuersetin dalam krim secara kolorimetri dengan pereaksi AlCl3 memenuhi kriteria metode analisis yang baik, yaitu akurasi antara

89,49 - 96,85 % dan CV 3,14 %.

B. Saran

Metode penetapan kadar kuersetin dalam sediaan krim dalam penelitian ini perlu diaplikasikan pada penetapan kadar sampel flavonoid teh hijau dalam sediaan krim.

C. Keterbatasan

Sampel pada penelitian ini bukan merupakan glikosida flavonoid, melainkan aglikon flavonoid, yaitu kuersetin.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, V., L., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd Ed., 264-291

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 6

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 11, 35-36

Anonim, 2003, The United States Pharmacopeia, 6th Ed., United States Pharmacopeia Convention. Inc., Rockville, 2440-2442

Anonim, 2004, Guidelines for The Validation of Analytical Methods for Active Constituent, Agricultural, and Veterinary Chemical Products, APVMA, Australia

Bruneton, J, 1999, Pharmacognosy and Phytochemistry Medical Plant, 2th Ed, translated by Caroline K hatton, Intercept Ltd., Londres, NY, Paris, 309-321

Budavari. S., 1989, The Merck Index, 11th Ed, Merck & Co Inc, USA

Chebil, L., Humeau, C., Anthoni, J., Dehez, F., Engasser, J., and Ghoul, M., 2007, Solubility of Flavonoid in Organic Solvent, J.Chem. Eng., 52, 1552-1556

Christian, G. D., 2004, Analytical Chemistry, 6th Ed, John Wiley & Sons, Inc., USA, 457-468, 473

Cunniff, P., 1995, Official Methods of Analysis of AOAC International Vol. II 16th Ed., AOAC Internatioanl, USA, ch. 33 p. 46-47

Ermer, J., Miller, J. H., 2005, Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co., Weinheim

Fell, A. F., 1986, UV and Visible Flourecense Spectrophotometric, in Wade, Clarke’s Isolation and Identification of Drug, 2nd ed, The Pharmaceuitcal Press, London, 222-225

Janeska, B., Stefova, M., and Alipieva., K., 2007, Assay of Flavonoid Aglycones from the species of genus Sideritis (Lamiaceae) from Macedonia with HPLC-UV DAD, Acta Pharm, 57, 371 - 377


(64)

Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta, 31 Harborne, J. B., 1994, The Flavonoids, Chapman & Hall / CRC, 619-620, 637 Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex Principles and Practice of

Pharmaceutics, 12th Ed, The Pharmaceutical Press, London, 362-364 Mabry, T. J., Markham, K. R., and Thomas, M. B., 1970, The Systematic

Identification of Flavonoids, Springer-Verlag, New York-Heidelberg-Berlin, 51 - 52

Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB Press, Bandung, 51-52

Mulya dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya, 33

Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 175-180

Pertiwi, 2006, Penetapan Kadar Flavonoid Total Terhitung sebagai Kuersetin dalam Teh Hijau dan Teh Hitam Menggunakan Metode Kolorimetri,

Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Prasetya, L. A., 2008, Optimasi Formula Sediaan Krim Sunscreen Ekstrak kering Teh Hijau (Camelia sinensis) dengan Asam Stearat dan VCO sebagai Fase Minyak : Aplikasi 22 Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB Press, Bandung, 212 Senzel, A., J., 1977, Newburger’s Manual of Cosmetic Analysis 2nd Ed., The

Association of Official Analytical Chemists Inc., Washington DC, 32-33 Svobodova, A., Psotova, J., dan Walternova, D., 2003, Natural Phenolics in

Prevention of UV-Induced Skin Damage ( A review ), Biomed. Papers, 147(2), 137-145

Stanfield, J.W., 2003, Sun Protectans: Enhancing Product Functionality with Sunscreen, in Schueller, R., dan Romanowski, P., (Eds.), Multifunctional Cosmetics, 145-148, Marcell Dekker Inc, New York


(65)

45

Tokusoglu, O., Unal, M. K., and Yildirum, Z., 2003, HPLC-UV and GC-MS Characterization of the Flavonol Aglycons Quercetin, Kaempferol, and Myricetin in Tomato Pastes and Other Tomato-Based products, Acta Chromatographica, 13, 196 - 207

Vogel, 1994, A Textbook of Quantitative Inorganic Analysis, alih bahasa oleh Pudjaatmaka, H. A., dan Setiono, L., EGC, Jakarta, 846-848

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, diterjemahkan oleh Noerono, S., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 414


(66)

LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan kurva baku kuersetin 1) Data penimbangan baku kuersetin

Replikasi I II III

Bobot kertas (g) 0,20180 0,2029 0,1996 Bobot kertas + zat (g) 0,22852 0,22943 0,22506 Bobot kertas + sisa (g) 0,20190 0,20331 0,19952 Bobot zat (g) 0,02662 0,02612 0,02554

Replikasi I II III

kadar larutan stok kuersetin (mg/50 ml) 26,62 26,12 25,54 Kadar larutan stok kuersetin (ppm) 532,4 522,4 510,8 Kadar larutan intermediet kuersetin (ppm) 53,24 52,24 51,08

2) Contoh perhitungan kadar larutan intermediet kuersetin (replikasi III)

Larutan stok kuersetin diambil sebanyak 2,5 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

510,8 ppm x 2,5 ml = C2 x 25 ml

C2 = 51,08 ppm

3). Contoh perhitungan kadar larutan kerja kuersetin untuk kurva baku (replikasi III)

a. Larutan baku kuersetin kadar 3 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 1,5 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 1,5 ml = C2 x 25 ml


(67)

47

b. Larutan baku kuersetin kadar 4 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 2 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 2 ml = C2 x 25 ml

C2 = 4,086 ppm

c. Larutan baku kuersetin kadar 5 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 2,5 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 2,5 ml = C2 x 25 ml

C2 = 5,108 ppm

d. Larutan baku kuersetin kadar 6 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 3 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 3 ml = C2 x 25 ml

C2 = 6,130 ppm

e. Larutan baku kuersetin kadar 7 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 3,5 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 3,5 ml = C2 x 25 ml

C2 = 7,151 ppm

f. Larutan baku kuersetin kadar 8 ppm

Larutan intermediet kuersetin diambil sebanyak 4 ml, diencerkan hingga volume 25 ml

C1 x V1 = C2 x V2

51,08 ppm x 4 ml = C2 x 25 ml


(68)

4) Kurva baku

Replikasi I Replikasi II Replikasi III kadar (ppm) absorbansi kadar (ppm) absorbansi kadar (ppm) absorbansi

3,194 0,181 3,134 0,162 3,065 0,172 4,260 0,268 4,179 0,236 4,086 0,243 5,324 0,314 5,224 0,279 5,108 0,290 6,389 0,388 6,269 0,324 6,130 0,349 7,454 0,444 7,314 0,402 7,151 0,404 8,518 0,475 8,358 0,486 8,173 0,486

a = 0,0193769 a = -0,025039 a = -0,0078778 b = 0,0556003 b = 0,059146 b = 0,05906526 r = 0,9919345 r = 0,9925864 r = 0,9971237 α = 3,18° α = 3,38° α = 3,37º Agar membentuk suatu sudut α yang baik (mendekati 45°), maka kadar kurva baku dibuat dalam satuan mg/100ml.

Replikasi I Replikasi II Replikasi III kadar

(mg/100ml) absorbansi

kadar

(mg/100ml) absorbansi

kadar

(mg/100ml) absorbansi 0,3194 0,181 0,3134 0,162 0,3065 0,172 0,4260 0,268 0,4179 0,236 0,4086 0,243 0,5324 0,314 0,5224 0,279 0,5108 0,290 0,6389 0,388 0,6269 0,324 0,6130 0,349 0,7454 0,444 0,7314 0,402 0,7151 0,404 0,8518 0,475 0,8358 0,486 0,8173 0,486

a = 0.002 a = -0,025 a = -0,008

b = 0.5560 b = 0,5914 b = 0,5906 r = 0.9919 r = 0,9926 r = 0,9971 α = 29,07° α = 30,06° α = 30,57º Kurva baku yang dipilih adalah kurva baku replikasi III, sehingga persamaan kurva baku yang digunakan y = Bx + A


(69)

49

Lampiran 2. Perhitungan kadar sampel kuersetin terhitung yang ditambahkan ke dalam sediaan krim

1. Data penimbangan baku kuersetin untuk penetapan recovery dan presisi kuersetin dalam krim

kertas (g) kertas + zat (g) kertas + sisa (g) zat (g) Replikasi I 0,1955 0,22114 0,19639 0,02475 Replikasi II 0,1972 0,22278 0,19728 0,02550 Replikasi III 0,1974 0,22280 0,19822 0,02458 Replikasi IV 0,4476 0,47301 0,44775 0,02526 Replikasi V 0,4480 0,47472 0,44846 0,02626 Replikasi VI 0,5142 0,53975 0,51468 0,02507

2. Perhitungan kadar kuersetin terhitung yang ditambahkan ke dalam basis krim:

Replikasi

I II III IV V VI

Kadar larutan stok

kuersetin (g/50 ml) 0,02475 0,02550 0,02458 0,02526 0,02626 0,02507

Kadar larutan stok

kuersetin (ppm) 495 510 491,6 505,2 525,2 501,4

Kadar larutan kerja

kuersetin (ppm) 198 204 196,64 202,08 210,08 200,56

Kadar larutan kerja

kuersetin (mg/5 ml) 0,9900 1,0200 0,9832 1,0104 1,0504 1,0028

Jumlah kuersetin yang ditambahkan ke basis krim

0,9900 1,0200 0,9832 1,0104 1,0504 1,0028 Bobot basis krim

(g) 20,007 19,989 19,911 20,002 19,953 19,989

Kadar sampel kuersetin terhitung dalam sediaan krim (%b/b)

4,9483 x 10-3

5,1028

x 10-3

4,9379 x 10-3

5,0515 x 10-3

5,2644

x 10-3

5,0106

x 10-3

3. Contoh perhitungan kadar larutan stok kuersetin (replikasi I) Penimbangan kuersetin = 0,02475 g

Baku kuersetin dilarutkan dengan aseton hingga 50 ml, maka kadar larutan stok kuersetin = 0,02475 g/50ml

= 20000 20000 50 02475 , 0 x ml g


(70)

=

ml g

1000000 495

= 495 ppm

4. Contoh perhitungan kadar larutan kerja kuersetin (replikasi I)

Larutan kerja kuersetin diambil sebanyak 10, diencerkan hingga volume 25 ml C1 x V1 = C2 x V2

495 ppm x 10 ml = C2 x 25 ml

C 2 = 198 ppm

Kadar larutan kerja kuersetin = 198 ppm

= ml 000 . 1000 g 198 = ml 000 . 1000 mg 000 . 198 = 000 . 200 000 . 200 ml 000 . 1000 mg 000 . 198 ÷ = ml mg 5 99 , 0

Sebanyak 5 ml larutan kerja ditambahkan ke dalam basis krim. Maka, jumlah baku kuersetin yang ditambahkan ke dalam basis krim adalah 0,99 mg.

5. Contoh perhitungan kadar sampel kuersetin terhitung dalam sediaan krim (replikasi I)

Kadar sampel kuersetin = bobot penambahan kuersetin / bobot basis krim = 0,99 mg / 20,007 g

= 4,9483 mg / 100 g = 4,9483 x 10-3 g / 100g = 4,9483 x 10-3 % b/b


(71)

51

Lampiran 3. Perhitungan kadar sampel kuersetin terukur dalam sediaan krim

Replikasi

I II III IV V VI

Absorbansi 0,445 0,446 0,432 0,433 0,436 0,417 Bobot basis krim (g) 20,007 19,989 19,911 20,002 19,953 19,989 Kadar kuersetin terukur

dalam krim (mg/100ml) 0,767 0,769 0,745 0,747 0,752 0,720 Kadar kuersetin terukur

dalam krim sebelum pengenceran (mg/100ml)

3,835 3,845 3,725 3,735 3,760 3,600 Kadar kuersetin terukur

dalam krim (mg/25ml) 0,9588 0,9613 0,9313 0,9338 0,9400 0,9000 Jumlah kuersetin terukur

dalam krim (mg) 0,9588 0,9613 0,9313 0,9338 0,9400 0,9000 Kadar sampel kuersetin

terukur dalam krim (% b/b)

4,7923 x 10-3

4,8091 x 10-3

4,6773 x 10-3

4,6685 x 10-3

4,7111 x 10-3

4,5024 x 10-3 Contoh perhitungan kadar sampel kuersetin terukur dalam sediaan krim (replikasi V)

Absorbansi = 0,436 Persamaan kurva baku y = Bx + A

y = 0,5906 x – 0.008 0,436 = 0,5906 x – 0,008 x = 0,752 mg/100ml . faktor pengenceran

x = 0,752 mg/100ml . 10 50

x = 3,760 mg/100ml

x =

25ml mg 9400 , 0

Jadi, jumlah kuersetin yang terdapat dalam krim adalah 0,9400 mg.

Kadar sampel kuersetin dalam sediaan krim (% b/b) = 0,9400 mg /19,953 g = 4,7111 mg /100 g

= 4.7111 x 10-3 g/ 100 g = 4,7111 x 10-3 % b/b


(72)

Lampiran 4. Perhitungan recovery dan koefisien variasi kadar kuersetin dalam sediaan krim

Replikasi

I II III IV V VI

Jumlah kuersetin terhitung dalam sediaan krim (mg)

0.9900 1.0200 0.9832 1.0104 1.0504 1.0028 Jumlah kuersetin

terukur dalam sediaan krim (mg)

0,9588 0,9613 0,9313 0,9338 0,9400 0,9000

Kadar sampel kuersetin terhitung dalam sediaan krim (%b/b)

4,9483 x 10-3

5,1028

x 10-3

4,9379

x 10-3

5,0515

x 10-3

5,2644

x 10-3

5,0106

x 10-3 Kadar sampel

kuersetin terukur dalam krim (% b/b)

4,7923 x 10-3

4,8091 x 10-3

4,6773 x 10-3

4,6685 x 10-3

4,7111 x 10-3

4,5024 x 10-3

Recovery(%) 96,85 94.25 94,72 92,42 89,49 89,75

Rata-rata recovery 92,91 %

Standar deviasi (SD) 2,92

Koefisien variasi (CV) 3,14 %

1. Contoh perhitungan recovery (replikasi I)

Recovery = Jumlah kuersetin terukur dalam sediaan krim (mg) x 100 % Jumlah kuersetin terhitung dalam sediaan krim (mg)

= 100%

9900 , 0 9588 , 0 × mg mg

= 96,85 %

2. Contoh perhitungan koefisien variasi (CV)

CV = Standar deviasi x 100 % Rata-rata

= 100%

91 , 92 92 , 2 ×


(73)

53


(74)


(75)

55

Lampiran 6. Tabel toleransi alat-alat gelas Kapasitas (ml)

(less than and including)

Toleransi (ml)

Labu ukur Pipet volume Buret

1000 ±0,30 - -

500 ±0,15 - -

100 ±0,08 ±0,08 ±0,10 50 ±0,05 ±0,05 ±0,05 25 ±0,03 ±0,03 ±0,03 10 ±0,02 ±0,02 ±0,02 5 ±0,02 ±0,01 ±0,01

2 - ±0,006 -


(76)

Lampiran 7. Struktur dan kelarutan komponen penyusun formula basis krim

1. Cetyl alcohol

HO

Hexadecan-1-ol

Gambar 17. Struktur cetyl alcohol

Cetyl alcohol tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, kloroform dan eter (Budavari, 1989).

2. Asam stearat (C18H36O2)

O OH

Octadecanoic acid

Gambar 18. struktur asam stearat

Asam stearat sangat sukar larut dalam air, memiliki kelarutan 1 : 21 dalam alkohol, 1 : 5 dalam benzen, 1 : 2 dalam kloroform, 1 : 26 dalam aseton, 1 : 6 dalam karbontetraklorida, 1 : 3,4 dalam karbondisulfida (Budavari, 1989). 3. Metil paraben

O O

HO

Methyl-4-hydroxybenzoate


(77)

57

4. Asam sitrat

Gambar 20. Struktur asam sitrat (2-hidroksi-1,2,3 asam propanetricarboxylic monohidrat

Asam sitrat larut dalam air dan memiliki kelarutan 1 : 5,28 dalam etil asetat, 1 : 197 dalam metanol, dan 1 : 62,8 dalam propanol (Budavari, 1989).

5. Trietanolamine

N

HO OH

HO

2,2',2"-Nitrilotriethanol


(78)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis lahir pada tanggal 24 Agustus 1986 di Salatiga, Jawa Tengah. Lahir dari Pasangan Foe Siong An dan So Tjien Nio, anak bungsu dari tiga bersaudara, memiliki dua orang kakak laki-laki bernama Pipin Hoetomo dan Tommy Hoetomo.

Penulis telah menyelesaikan masa studinya di TK Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1990 sampai tahun 1992, SD Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1998, SLTP Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan sekolah di Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 2001 sampai tahun 2004 dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mulai tahun 2004 sampai tahun 2008. Mempunyai pengalaman kerja sebagai asisten praktikum Kromatografi (2007). Selain itu penulis juga mengikuti kepanitiaan/ organisasi di Universitas Sanata Dharma yaitu, Dies Natalis X Fakultas Farmasi USD, Pelepasan Wisudawan/wati Fakultas Farmasi USD angkatan XVI dan XIX.


(1)

(2)


(3)

Lampiran 6. Tabel toleransi alat-alat gelas Kapasitas (ml)

(less than and including)

Toleransi (ml)

Labu ukur Pipet volume Buret

1000 ±0,30 - -

500 ±0,15 - -

100 ±0,08 ±0,08 ±0,10 50 ±0,05 ±0,05 ±0,05 25 ±0,03 ±0,03 ±0,03 10 ±0,02 ±0,02 ±0,02 5 ±0,02 ±0,01 ±0,01

2 - ±0,006 -


(4)

Lampiran 7. Struktur dan kelarutan komponen penyusun formula basis krim

1. Cetyl alcohol

HO

Hexadecan-1-ol

Gambar 17. Struktur cetyl alcohol

Cetyl alcohol tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, kloroform dan eter (Budavari, 1989).

2. Asam stearat (C18H36O2)

O OH

Octadecanoic acid

Gambar 18. struktur asam stearat

Asam stearat sangat sukar larut dalam air, memiliki kelarutan 1 : 21 dalam alkohol, 1 : 5 dalam benzen, 1 : 2 dalam kloroform, 1 : 26 dalam aseton, 1 : 6 dalam karbontetraklorida, 1 : 3,4 dalam karbondisulfida (Budavari, 1989). 3. Metil paraben

O O

HO

Methyl-4-hydroxybenzoate


(5)

4. Asam sitrat

Gambar 20. Struktur asam sitrat (2-hidroksi-1,2,3 asam propanetricarboxylic monohidrat

Asam sitrat larut dalam air dan memiliki kelarutan 1 : 5,28 dalam etil asetat, 1 : 197 dalam metanol, dan 1 : 62,8 dalam propanol (Budavari, 1989).

5. Trietanolamine

N

HO OH

HO

2,2',2"-Nitrilotriethanol


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis lahir pada tanggal 24 Agustus 1986 di Salatiga, Jawa Tengah. Lahir dari Pasangan Foe Siong An dan So Tjien Nio, anak bungsu dari tiga bersaudara, memiliki dua orang kakak laki-laki bernama Pipin Hoetomo dan Tommy Hoetomo.

Penulis telah menyelesaikan masa studinya di TK Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1990 sampai tahun 1992, SD Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1998, SLTP Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001, kemudian penulis melanjutkan sekolah di Kristen Laboratorium Satya Wacana pada tahun 2001 sampai tahun 2004 dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta mulai tahun 2004 sampai tahun 2008. Mempunyai pengalaman kerja sebagai asisten praktikum Kromatografi (2007). Selain itu penulis juga mengikuti kepanitiaan/ organisasi di Universitas Sanata Dharma yaitu, Dies Natalis X Fakultas Farmasi USD, Pelepasan Wisudawan/wati Fakultas Farmasi USD angkatan XVI dan XIX.