18
2. Dimensi-Dimensi Kesejahteraan Psikologis
Dalam kesejahteraan psikologis terdapat enam dimensi pendukung yang masing-masing dimensi menjelaskan tantangan-
tantangan yang
berbeda yang
dihadapi individu
untuk dapat
berfungsi secara penuh dan positif. Dimensi-dimensi tersebut adalah penerimaan diri self acceptance, pertumbuhan diri personal growth,
tujuan hidup purpose in life, penguasaan lingkungan environmental mastery, otonomi autonomy dan hubungan positif dengan orang lain
positive relations with others. Seterusnya dapat dikaji lebih lanjut sebagai berikut:
a. Dimensi penerimaan diri self acceptance Ryff mendefinisikan dimensi penerimaan diri sebagai
karakteristik utama dari kesehatan mental, aktualisasi
diri, berfungsi optimal dan kematangan.
Individu dengan tingkat penerimaan diri yang tinggi ditandai dengan sikap positif terhadap diri sendiri, mengakui dan
menerima segala aspek yang ada dalam dirinya baik kelebihan maupun kekurangan serta memiliki sikap yang
positif terhadap kehidupan masa lalu. Sebaliknya individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang rendah ditandai
dengan perasaan tidak puas dengan diri sendiri, kecewa dengan apa yang telah terjadi dengan kehidupan di masa lalu,
merasa terganggu dengan kualitas pribadi tertentu dan memiliki keinginan untuk tidak menjadi dirinya Ryff dalam
Fifi Yudianto, 2010: 14.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dimaknai bahwa penerimaan diri merupakan sikap positif seseorang dalam menerima
19 kondisi dirinya saat ini dan kehidupan dimasa lalu. Dalam hal ini,
seseorang yang menyandang tunanetra khususnya yang karena sesuatu hal kemudian tidak bisa melihat atau kondisi ketunanetraannya tidak
sejak lahir tentu akan sulit untuk menerima kondisi tersebut. Perasaan- perasaan negatif seperti tidak berdaya, tidak berguna, sedih, kecewa,
putus asa, dan sebagainya yang berlarut-larut biasanya akan membuat seorang penyandang tunanetra sulit untuk mencapai dimensi
penerimaan diri. b. Dimensi tujuan hidup purpose in life
Ryff menekankan pentingnya memiliki tujuan dan keterarahan dalam hidup serta percaya bahwa hidup tidak sekedar
dijalani melainkan memiliki tujuan dan makna. Individu yang memiliki tujuan hidup yang baik ditandai
dengan memiliki tujuan hidup yang baik pula, memiliki target, keyakinan dan cita-cita yang kuat serta merasa
bahwa dalam kehidupan di masa lalu dan sekarang memiliki makna tertentu. Sebaliknya, individu yang
kurang memaknai hidup ditandai dengan tidak adanya tujuan dalam hidup, kurang memiliki target dan cita-cita
serta tidak melihat adanya manfaat dari masa lalu Ryff dalam Fifi Yudianto, 2010: 14.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat kita maknai bahwa memiliki tujuan hidup dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis
pada individu. Tujuan hidup yang positif dapat mengarahkan seseorang untuk hidup tidak hanya sekedar berjalan begitu saja melainkan
memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai. Kondisi ketunanetraan
20 pada seseorang dapat menyebabkan hilangnya tujuan hidup ataupun
cita-cita yang ingin dicapai sehingga dalam menjalani hidup hanya sekedar menjalani tanpa memiliki target yang hendak dicapai.
c. Dimensi pertumbuhan diri personal growth Ryff mendefinisikan dimensi pertumbuhan diri sebagai
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang, perkembangan diri, serta keterbukaan terhadap pengalaman-pengalaman baru.
Individu yang memiliki pertumbuhan diri yang baik ditandai dengan melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang terus tumbuh
dan berkembang, terbuka untuk pengalaman-pengalaman baru, menyadari akan potensi diri dan mampu melihat
peningkatan diri dari waktu ke waktu. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan diri yang kurang baik ditandai
dengan perasaan bahwa ia adalah seorang yang stagnan, kurang peningkatan diri dari waktu ke waktu, merasa bosan
dan tidak tertarik dengan kehidupan serta merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap dan perilaku baru yang
positif Ryff dalam Fifi Yudianto, 2010: 14
Berdasarkan pendapat Ryff di atas, dapat ditegaskan kembali bahwa dimensi pertumbuhan diri merupakan kemampuan potensial
yang dimiliki oleh seseorang yang dikembangkan secara berkelanjutan dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Dalam dimensi
ini, seseorang yang kehilangan penglihatan penyandang tunanetra akan cenderung mengalami kesulitan dalam mengembangkan
potensinya secara wajar bila dibandingkan dengan seseorang yang memiliki penglihatan normal.
21 d. Dimensi otonomi autonomy
Dimensi otonomi dideskripsikan dengan individu yang mampu menampilkan sikap kemandirian, memiliki standar hidup
dan mampu menolak tekanan sosial yang kurang sesuai. Individu dengan tingkat otonomi yang baik ditunjukkan
sebagai pribadi yang mandiri, mampu bertahan dalam tekanan sosial, mampu mengatur tingkah laku diri sendiri dan
mampu mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi. Sebaliknya, individu yang terlalu memikirkan ekspektasi dan
evaluasi dari orang lain, bergantung pada orang lain untuk mengambil suatu keputusan serta cenderung bersikap
mematuhi dan mengikuti keinginan orang lain conform menandakan bahwa individu tersebut memiliki tingkat
otonomi yang rendah Ryff dalam Fifi Yudianto, 2010: 14.
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita ketahui bahwa dimensi otonomi merupakan kemampuan seseorang untuk mandiri dan
tidak banyak bergantung pada orang lain. Seorang penyandang tunanetra tentu akan mengalami kesulitan dalam mencapai
kemandirian karena kerusakan penglihatan yang dialaminya. Ketergantungan dengan orang lain akan semakin meningkat apabila
tidak dilatih dan selalu mendapatkan bantuan dari orang lain karena anggapan bahwa mereka tidak mampu.
e. Dimensi penguasaan lingkungan environmental mastery Dimensi ini didefinisikan dengan kemampuan individu
untuk meraih atau menciptakan lingkungan yang cocok atau dapat menguasai lingkungan yang kompleks.
22 Individu yang baik dalam dimensi ini ditandai dengan
kemampuan untuk memilih dan menciptakan sebuah lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai
pribadinya, mampu memanfaatkan secara maksimal sumber- sumber peluang yang ada di lingkungan serta mampu
mengembangkan dirinya secara kreatif. Sebaliknya, individu yang kurang dapat menguasai lingkungannya akan
mengalami kesulitan mengatur kegiatan sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan apa yang
ada di sekitarnya, tidak menyadari peluang dan tidak memiliki kontrol terhadap dunia luar Ryff dalam Fifi
Yudianto, 2010: 14.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat ditegaskan kembali bahwa penguasaan lingkungan merupakan kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan mampu mengembangkan diri secara kreatif dengan manfaatkan sumber-
sumber peluang yang ada di lingkungan. Bantuan dari orang lain untuk mendampingi penyandang tunanetra dalam orientasi atau pengenalan
sebuah tempat atau lingkungan yang baru akan sangat dibutuhkan bagi penyandang tunanetra karena kondisi penglihatan yang sudah tidak
berfungsi. f.
Dimensi hubungan positif dengan orang lain positive relations with others
Dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan yang hangat, memuaskan, saling percaya dengan orang lain serta memungkinkan
untuk timbulnya empati dan intimasi. Dalam dimensi ini, individu yang memiliki hubungan positif
yang baik dengan orang lain ditunjukkan dengan memiliki hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya
23 dengan orang lain, memiliki perhatian terhadap kesejahteraan
orang lain, dapat menunjukkan rasa empati, rasa sayang dan keintiman serta memiliki konsep dalam memberi dan
menerima dalam hubungan sesama manusia. Sebailknya, individu yang kurang mampu membangun hubungan positif
dengan orang lain akan sulit untuk bersikap hangat, tidak terbuka dan memberikan sedikit perhatian terhadap sesama
Ryff dalam Fifi Yudianto, 2010: 14.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dimaknai bahwa hubungan positif dengan orang lain merupakan hubungan yang tidak
saling merugikan satu sama lain dan memunculkan kedekatan terhadap sesama. Kehilangan penglihatan pada seseorang akan menimbulkan
adanya perasaan rendah diri dan curiga terhadap orang lain sehingga penyandang tunanetra akan cenderung menarik diri dari lingkungan.
Kondisi tersebut dapat menghambat tercapainya dimensi hubungan positif dengan orang lain pada penyandang tunanetra.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis