55 kehidupan berumah tangga, memantapkan pendidikan, karir,
hubungan sosial dan berperan sebagai warga negara yang baik.
D. Kerangka Pikir
Kehilangan penglihatan sering mengakibatkan kendala dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar masalah yang
timbul dapat disebabkan oleh ketunanetraanya, sikap dan penerimaan masyarakat serta belum adanya fasilitas di masyarakat yang
memungkinkan penyandang tunanetra untuk hidup mandiri. Masalah yang muncul disebabkan oleh kecacatannya, dalam hal
ini mereka yang mengalami hambatan penglihatan akan mengalami kesulitan utama dalam bidang orientasi dan mobilitas., sebagai contoh
seseorang yang menyandang tunanetra akan sulit menghindari tempat- tempat licin, benda-benda tajam atau benda dengan tegangan tinggi karena
tidak melihat keadaan tersebut seperti orang dengan penglihatan normal. Masalah lain muncul disebabkan oleh sikap dan penerimaan
masyarakat bahwa sikap yang selama ini ada di masyarakat yaitu bahwa penyandang tunanetra tidak mungkin hidup mandiri dan harus dilindungi,
sikap itu sebenarnya merupakan sikap meremehkan kemampuan mereka yang dapat mengakibatkan ketergantungan terhadap orang lain dan
munculnya sikap rendah diri dan harga diri yang kurang pada penyandang tunanetra.
56 Keterbatasan
fasilitas di
masyarakat seperti
tempat penyeberangan khusus bagi tunanetra dan minimnya pendidikan bagi
penyandang tunanetra sekolah inklusi menjadi masalah yang penting yang
kerap kali membuat penyandang tunanetra tidak dapat mengembangkan potensinya secara wajar.
Tidak mudah bagi para mahasiswa difabel netra untuk meretas jalan menuju perguruan tinggi, kemudian melewati berbagai tuntutan
peran sebagai mahasiswa hingga menjemput hari istimewa saat toga dikenakan di kepala. Perjuangan masih berlanjut untuk menghadapi realita
dalam dunia pekerjaan. Fenomena minimnya pendidikan sekolah inklusi yang tidak
sebanding dengan populasi penyandang tunanetra menjadi pembatas peluang bagi penyandang tunanetra untuk melanjutkan studi ke jenjang
yang lebih tinggi. Meskipun pendidikan terpadu dimungkinkan diselenggarakan disetiap pendidikan tinggi namun dalam prakteknya tidak
setiap pedidikan tinggi tersebut memiliki kesiapan yang cukup untuk menerima mahasiswa tunanetra ikut belajar di pendidikan tinggi tersebut.
Fakta bahwa masih sulitnya bagi seorang penyandnag tunanetra mendaftar dan diterima di universitas, minimnya bahan akademik yang sudah
diadaptasi, kesenjangan pendanaan dan akses struktur serta minimnya kebijakan inklusif untuk memandu universitas menjadi alasan belum
belum siapnya pendidikan tinggi meneriman penyandang tunanetra
57 sebagai mahasiswanya. Dalam lembaga pendidikan tinggi yang memiliki
lingkungan pembelajaran inklusipun masih sering dijumpai permasalahan- permasalahan yang disebabkan rendahnya kesadaran pimpinan, dosen,
staff dan masyarakat kampus tentang kebutuhan penyandang difabel netra yang menjadi mahasiswanya..
Keberadaan mahasiswa difabel netra di perguruan tinggi sungguh merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Ketunanetraan dan
terbatasnya sarana yang aksesibel untuk mengakomodasi keberadaan mereka semakin mempersulit dalam mencapai perkembangan di masa
dewasa awal. Kondisi tersebut mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada penyandang tunanetra dewasa awal. Temuan-temuan terdahulu
menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan populasi normal, para penyandang tunanetra dewasa awal cenderung memiliki tingkat stres atau
depresi yang lebih tinggi dan kesejahteraan psikologi yang lebih rendah. Temuan lain juga menunjukkan bahwa kesejahteraan psikologis dan
resiliensi antara penyandang tunanetra sejak lahir dengan tidak sejak lahir cenderung lebih rendah pada penyandang tunanetra tidak sejak lahir.
Berdasarkan temuan tersebut, dapat ditegaskan kembali bahwa kehilangan penglihatan akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis
penyandangnya, terutama pada penyandang tunanetra tidak sejak lahir. Kesejahteraan psikologis menunjukkan indikator keseimbangan antara
58 dampak negatif dan positif dari kondisi ketunanetraan yang dialami
individu. Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat fakta menarik
kesejahteraan psikologis penyandang tunanetra yang tengah menempuh pendidikan
tinggi. Menyadari
fenomena ini,
peneliti ingin
mendeskripsikan bagaimana kesejahteraan psikologis penyandang tunanetra yang tengah menempuh pendidikan tinggi di FIP UNY yang
merupakan salah satu kampus dengan sistem terpadu yang menerima mahasiswa difabel netra sebagai peserta didiknya. Kesejahteraan
psikologis tersebut terangkum dalam enam dimensi yaitu penerimaan diri, tujuan hidup, pertumbuhan diri, otonomi, penguasaan lingkungan dan
hubungan positif dengan orang lain.
59 Bagan 1. Keranga Pikir Kesejahteraan Psikologis Penyandang Tunanetra
E. Pertanyaan Penelitian