TUJUAN PENELITIAN TEMPE Modifikasi pengasaman kimiawi dalam pembuatan tempe yang didasarkan pada aspek citarasa

3 hingga 2-3 jam bila dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu perendaman 20-30 jam Hermana dan Karmini, 1996. Steinkraus et al. 1965 mengemukakan tentang proses pengasaman kimiawi yang dilakukan dengan perendaman dalam larutan asam laktat 0.85 selama 2 jam pada suhu 25 o C dan 30 menit pada suhu 100 o C. Sedangkan Nout dan Kiers 2005 menyatakan bahwa asam asetat hingga konsentrasi 0.25 juga umum digunakan dalam pengasaman kimiawi. Doores 1983 mengemukakan bahwa penggunaan bahan pengasam dapat mempengaruhi citarasa bahan pangan. Citarasa didefinisikan sebagai persepsi yang diterima oleh alat indera dari produk yang terletak di dalam mulut. Berdasarkan definisi tersebut, yang termasuk di dalamnya adalah aroma, rasa, faktor stimulasi kimia dan mouthfeel Meilgaard et al., 1999; Civille dan Lyon, 1996. Bahan pengasam pada umumnya berkontribusi terhadap rasa asam dan getir dari produk. Bahan pengasam dan hubungannya dengan citarasa seringkali membatasi penggunaannya dalam bahan pangan. Penggunaan bahan pengasam harus menyeimbangkan antara kepentingannya sebagai senyawa antimikroba dengan karakteristik citarasa yang dimilikinya pada suatu konsentrasi Doores, 1990.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode pengasaman kimiawi yang mampu menggantikan metode pengasaman alami tanpa menurunkan kualitas citarasa tempe yang dihasilkan. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEMPE

Tempe didefinisikan sebagai suatu massa hasil fermentasi kapang dengan bahan baku biji-bijian yang terikat bersama oleh miselium kapang tersebut Nout dan Kiers, 2005. Tempe juga diklasifikasikan sebagai salah satu contoh produk fermentasi kacang-kacangan danatau serealia yang menghasilkan protein nabati bertekstur pengganti daging Steinkraus, 2002. Tempe dihasilkan dengan pemasakan dan pengupasan kedelai serta inokulasi beberapa galur Rhizopus yang berbeda R. oligosporus, R. oryzae, dan R. stolonifer. Fermentasi tempe merupakan fermentasi kultur padat yang melibatkan kapang, bakteri, dan khamir Denter et al., 1998. Tempe yang baik dicirikan oleh permukaan yang ditutupi oleh miselium kapang secara merata, kompak dan berwarna putih, antara butiran kacang atau serealia dipenuhi oleh miselium dengan ikatan yang kuat dan merata sehingga bila diiris tempe tersebut tidak hancur Yeong et al., 1999. Fermentasi pada tempe merupakan jenis fermentasi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas nilai gizi dan karakter organoleptik Nout dan Kiers, 2005. Tempe Indonesia pada umumnya terbuat dari kedelai. Tempe yang dibahas pada penulisan selanjutnya adalah tempe yang terbuat dari kacang kedelai. Brata-Arbai 1996 menyatakan bahwa tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kedelai. Isoflavon kedelai yang dilaporkan dapat mencegah carcinoma payudara manusia dan sel kanker lambung meningkat jumlahnya pada tempe Wang dan Murphy, 1996. Komponen isoflavon tempe yang lain, asam 3-hidroksiantranilat HAA, efektif dalam mencegah autooksidasi kedelai dan memiliki aktivitas antioksidatif yang tinggi baik di dalam air, alkohol, maupun membran eritrosit. HAA tidak ditemukan dalam kedelai namun diproduksi selama inkubasi Rhizopus oligosporus . Tempe sangat stabil terhadap ketengikan. Minyak mentah yang diekstrak dengan hexan : alkohol 2:1 dari tempe dilaporkan lebih stabil 5 terhadap oksidasi daripada minyak yang diekstrak dari kedelai Esaki et al., 1996. Fermentasi tempe merombak protein menjadi asam-asam amino bebas dan meningkatkan kadar peptida sehingga protein tempe memiliki kuantitas dan kualitas lebih baik serta lebih mudah diserap dibandingkan protein kedelai. Protein tempe merupakan salah satu alternatif protein hewani yang sangat memadai Nout dan Kiers, 2005. Di samping itu tempe juga menghasilkan antibakteri yang tidak dimiliki kedelai. Fermentasi tempe juga meningkatkan kualitas dan kuantitas zat-zat gizi kedelai asalnya antara lain vitamin B2, vitamin B12, niasin, asam pantotenat, asam amino bebas, asam lemak bebas, fosfor, dan zat besi Yeong, et al., 1995. Metabolisme kapang dan bakteri selama fermentasi meningkatkan kandungan grup vitamin B, terutama riboflavin, niasin, vitamin B6, dan vitamin B12. Beberapa galur Rhizopus memproduksi betakaroten sehingga tempe yang difermentasi dengan kultur terseleksi dapat menjadi alternatif solusi di berbagai negara-negara yang penduduknya mengalami kekurangan vitamin A. Tempe juga mengandung ergosterol, prekursor vitamin D2, hasil aktivitas kapang Rhizopus sp. yang tidak terdapat pada kedelai asalnya Denter et al ., 1998. Tempe dapat menanggulangi anemia gizi besi dan berpotensi mencegah kanker Astuti, 1996a dan Astuti, 1996b. Brata 1999 juga mengemukakan bahwa tempe mampu mencegah dan menanggulangi hiperkolesterolemia serta penyakit-penyakit yang terkait seperti penyakit jantung dan atherosclerosis. Konsumsi tempe yang memiliki sifat anti-infeksi dan merupakan sumber protein dengan kualitas, kuantitas, dan daya cerna yang tinggi juga telah terbukti mampu menanggulangi diare Karmini, 1999.

B. TEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE