41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
TEKNOLOGI PEMBUATAN TEMPE
Teknologi pembuatan tempe tradisional yang menjadi basis metode pembuatan tempe secara umum pada penelitian ini adalah teknologi
pembuatan tempe yang dilakukan oleh pengrajin tempe Sukasari, Bogor. Tempe yang dihasilkan dari teknologi ini disebut tempe Bogor atau tempe
Magelang. Teknologi pembuatan tempe Bogor ini termasuk metode pembuatan tempe dengan pengupasan basah Yeong et al., 1999. Sebelum
kedelai dikupas, dilakukan beberapa perlakuan pendahuluan, antara lain pencucian, pemanasan awal, dan perendaman pengasaman alami.
Pemanasan awal setelah pencucian sangat penting untuk mempermudah pengupasan kedelai. Pemanasan awal dapat dilakukan dengan merendam
kedelai yang telah dicuci dengan air yang telah mendidih selama 8-22 jam sampai ukuran biji kedelai menjadi dua kali lebih besar dari ukuran awalnya
Yeong et al., 1999. Pengrajin tempe Sukasari melakukan pemanasan awal dengan perebusan kedelai hingga mendidih yang diteruskan dengan api kecil
beberapa saat setelah mendidih. Menurut Yeong et al. 1999, metode pemanasan awal memang dapat
diperpendek dengan memanaskan kedelai dalam air berlebih sampai mendidih, kemudian tetap dipanaskan dengan api kecil selama 10 menit, dan dibiarkan
dalam air rebusan tersebut selama 1 jam. Pemecahan dinding sel kedelai yang terjadi selama pemanasan awal ini penting untuk memfasilitasi kecepatan
pertumbuhan Rhizopus oligosporus. Difusi enzim ekstraseluler kapang dan degradasi substrat padat menjadi fragmen-fragmen terlarut merupakan tahap
penting dalam fermentasi kultur padat seperti fermentasi tempe Varzakas, 1998.
Proses produksi tempe melibatkan dua proses fermentasi penting. Proses fermentasi pertama terjadi selama perendaman yaitu fermentasi bakteri
yang meningkatkan keasaman dan mencegah pertumbuhan Bacillus cereus. Fermentasi kedua merupakan fermentasi kapang yang menghasilkan
42 pertumbuhan miselium R. oligosporus pada kotiledon kedelai Varzakas,
1998. Pengasaman dilakukan dengan perendaman kedelai selama semalam
hingga keasaman biji kedelai dan air rendaman turun mencapai nilai pH antara 3.5 sampai 5 Nout dan Kiers, 2005. Metode fermentasi awal yang dilakukan
oleh pengrajin Sukasari adalah perendaman kedelai dalam air bersih yang ditambah dengan sebagian kecil air asam hasil perendaman alami produksi
tempe sebelumnya. Kuswanto 2004 menyebutkan bahwa pengasaman alami semacam ini
merupakan teknologi backsloping yaitu teknologi sederhana yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas perendaman. Teknologi
backsloping ini merupakan teknik pengasaman alami yang digunakan sebagai
kontrol pada penelitian ini. Berakhirnya pengasaman alami yang aktif ditandai dengan terbentuknya air rendaman yang kuning keruh, kental, berbau asam,
dan berbuih akibat terbentuk gas CO
2
selama perendaman Gambar 10.
Gambar 10. Air rendaman setelah 22 jam dan kedelai prefermentasi Kedelai yang telah melalui proses pengasaman biasa disebut kedelai
prefermentasi. Pengupasan dilakukan sekaligus dengan pencucian kedelai prefermentasi. Pengupasan dimaksudkan untuk mempermudah penetrasi
miselium kapang selama fermentasi dan mengurangi kadar asam yang dihasilkan selama perendaman Hedger, 1982.
43 Setelah pencucian, kedelai ditiriskan kemudian dicampur dengan kultur
starter dan diinkubasi selama 40-44 jam. Kultur starter yang digunakan adalah kultur campuran komersial atau biasa disebut laru LIPI. Setiap 1 kg kedelai
ditambahkan 1 sendok teh laru LIPI. Limbah cair yang merupakan limbah utama industri tempe masih
dibuang secara langsung ke saluran yang ada atau ke sungai, kolam, maupun danau Yeong et al., 1999. Demikian pula limbah cair yang dihasilkan dari
pengrajin tempe yang diamati di Sukasari Gambar 11. Menurut para pengrajin tempe itu sendiri, limbah cair ini seringkali dikeluhkan oleh
masyarakat sekitar karena menimbulkan bau tidak sedap dan mencemari sungai. Selain itu, menurut Fardiaz 1992 dan Yeong et al. 1999 limbah
industri ini dapat mengganggu kehidupan biota air dan bersifat korosif. Pengasaman kimiawi dapat digolongkan dalam usaha aplikasi teknologi
bersih dengan cara inovasi teknologi Modak, 1995. Bahan pengasam, meskipun juga bersifat asam dan korosif, dapat digunakan kembali dan bila
dibuang mengandung jauh lebih sedikit bahan organik. Selain itu air rendaman hasil pengasaman kimiawi tidak kental, tidak berwarna, dan relatif tidak
berbau dibandingkan air rendaman hasil pengasaman alami.
Gambar 11. Pembuangan limbah cair tempe pengrajin tempe Sukasari Doores 1983 mengemukakan bahwa penggunaan bahan pengasam
dapat mempengaruhi citarasa bahan pangan. Penggunaan asam harus menyeimbangkan antara kepentingannya sebagai senyawa antimikroba dengan
karakteristik citarasa yang dimiliki dari asam pada suatu konsentrasi Doores, 1990. Penelitian ini mempelajari metode pengasaman kimiawi yang dapat
44 menggantikan metode pengasaman alami namun tidak menurunkan kualitas
citarasa tempe yang dihasilkan.
B. SELEKSI AWAL METODE PENGASAMAN KIMIAWI