PENGASAMAN KIMIAWI Modifikasi pengasaman kimiawi dalam pembuatan tempe yang didasarkan pada aspek citarasa

14 bersifat korosif dan dapat menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi Fardiaz, 1992. Konsep perlindungan lingkungan yang dianut oleh industri selama ini adalah penanganan dan pembuangan limbah yang disebut konsep End of Pipe Treatment EOPT. Konsep EOPT memiliki kelemahan yaitu kebutuhan akan biaya yang tinggi dan teknologi yang canggih sehingga sulit untuk diterapkan di industri kecil dan menengah Suprihatin, 1999. Suprihatin 1999 mengemukakan kemungkinan konsep alternatif yang lebih murah dan relatif lebih mudah yang disebut konsep teknologi produksi bersih. Konsep teknologi produksi bersih mencegah pencemaran lingkungan sejak pada sumber asalnya. Menurut Modak 1995, keberhasilan penerapan teknologi produksi bersih dapat dicapai dengan lima jalur yaitu penerapan house keeping yang baik, modifikasi peralatan, substitusi, bahan baku, modifikasi produk, dan inovasi teknologi. Pengasaman kimiawi dapat digolongkan dalam usaha aplikasi teknologi bersih dengan cara inovasi teknologi sebagai alternatif solusi untuk masalah lingkungan yang ditimbulkan pengasaman alami. Bahan pengasam juga memiliki keasaman yang tinggi sehingga bersifat korosif dan dapat menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi Fardiaz, 1992. Namun demikian limbah hasil pengasaman kimiawi dapat digunakan kembali sebagai bahan pengasam untuk proses pengasaman berikutnya. Selain itu, limbah hasil pengasaman kimiawi tidak mengandung bahan organik dan mikroorganisme sebanyak limbah cair hasil perendaman alami Yeong et al., 1999. Bahan organik dan mikroorganisme menghabiskan oksigen terlarut dalam air dan meningkatkan BOD sehingga mengganggu kehidupan biota air Jenie dan Rahayu, 1989.

F. PENGASAMAN KIMIAWI

Keunggulan nutrisi dan sifat fungsional tempe telah menarik perhatian dunia sehingga permintaan akan tempe di dunia internasional juga semakin meningkat. Ketertarikan dunia internasional bersama dengan sifat tempe yang 15 sangat mudah rusak mendorong negara industri, seperti Jepang untuk memulai produksi tempe di negaranya sendiri Kozaki, 2004. Di negara beriklim subtropis, pengasaman alami selama perendaman tidak selalu terjadi atau sangat lambat Liu, 1997; Yeong et al., 1999. Pada kondisi suhu yang cukup dingin, fermentasi asam laktat pada umumnya kurang dapat berjalan dengan baik, sehingga untuk mencapai pH yang diinginkan perlu dilakukan pengasaman kimiawi dengan penambahan bahan pengasam Yeong et al., 1999. Berkembangnya proses pengasaman kimiawi didasarkan pada tujuan utama pengasaman kedelai dalam proses pembuatan tempe yaitu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk dan memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan kapang Kuswanto, 2004. Hal ini dapat dicapai dengan menambahkan bahan pengasam yang merupakan bahan tambahan pangan BTP yang diperbolehkan oleh peraturan Doores, 1983. Efek antimikroba asam tidak hanya diperoleh dari penurunan pH Doores, 1990. Aktivitas antimikroba dari asam organik ditentukan oleh nilai pH, konstanta disosiasi pK a dan konsentrasi asam De Vuyst dan Vandamme, 1994. Penggunaan asidulan secara efektif tergantung pK a atau pH dimana 50 dari total asam terdisosiasi. Pada umumnya, asam-asam organik memiliki pK a 3-5 Doores, 1983. Oleh karena itu asam organik umumnya memiliki aktivitas antimikroba yang lebih kuat pada pH rendah daripada pH netral Ouwehand dan Vesterlund, 2004. Asam dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu asam lipofilik dan asam karboksilat. Asam lipofilik seperti asam asetat dan turunannya, asam propionat, asam laktat, dan asam kaprilat merupakan komponen yang relatif nonpolar. Komponen ini umumnya ditambahkan ke dalam bahan pangan karena properti antimikroba yang dimilikinya. Asam karboksilat lebih polar daripada asam lipofilik dan umumnya digunakan karena efek secondary rasa, pengkelat ion logam, reaksi sinergis dengan antioksidan, mengkontrol pembentukan gel pektin, mencegah pencoklatan daripada efek antimikrobanya Doores, 1983. 16 Efek antimikroba dari asam sangat bergantung pada pH dan pada bentuk tidak terdisosiasi asam tersebut Doores, 1990. Bagian yang tidak terdisosiasi dari suatu molekul dipercaya merupakan faktor yang bertanggungjawab terhadap efek antimikroba Doores, 1983; Ouwehand dan Vesterlund, 2004. Bentuk terdisosiasi asam lemah, tidak dapat menembus dinding sel mikroorganisme. Bentuk tidak terdisosiasi dari asam lemah dapat menembus bagian dalam sel dengan cepat karena kelarutannya dalam lemak sehingga mampu berdifusi melewati plasma membran dan berdisosiasi di dalam sel Doores, 1990. Asam lipofilik dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba, dan pada pH intaseluler yang lebih tinggi, terdisosiasi memproduksi ion hidrogen, dan menggangu fungsi metabolisme esensial seperti translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif, serta menurunkan pH intraseluler mikroba De Vuyst dan Vandamme, 1994. Oleh karena itu penggunaan asam yang bertujuan untuk pengawetan lebih baik digunakan pada nilai pH yang mendekati pK a Doores, 1983. Pada suatu nilai pH, asam yang memiliki nilai pK a tertinggi, akan memiliki bentuk tidak terdisosiasi lebih banyak dan dengan demikian memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi De Vuyst dan Vandamme, 1994. Selama ini asam laktat merupakan pilihan utama sebagai bahan pengasam dalam pembuatan tempe. Jika tidak mungkin memperoleh asam laktat, asam cuka dapat digunakan Hermana dan Karmini, 1996. Jumlah asam yang ditambahkan beragam tergantung suhu dan nilai pH akhir kedelai prefermentasi Yeong et al., 1999. Penggunaan bahan pengasam menambah biaya produksi namun mempersingkat waktu produksi tempe. Pengasaman kimiawi menguntungkan untuk produksi tempe skala industri karena hanya membutuhkan waktu 2-3 jam bila dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu 20- 30 jam Hermana dan Karmini, 1996. Steinkraus 1965 mengemukakan bahwa di negara-negara subtropis pengasaman ini dapat dilakukan dengan perendaman dalam larutan asam laktat 0.85 selama 2 jam pada suhu 25 o C dan 30 menit pada suhu 100 o C. 17 Asam laktat merupakan inhibitor bakteri pembentuk spora pada pH 5.0. Asam laktat tidak efektif terhadap khamir dan kapang sehingga penggunaannya untuk mengasamkan kedelai tidak menggangu fermentasi kapang dalam pembuatan tempe Doores, 1983. Selain menurunkan pH, asam laktat meningkatkan permeabilitas membran dan dengan demikian memicu aktivitas komponen antimikroba lain Ouwehand dan Vesterlund, 2004. Berdasarkan status regulasinya, asam laktat dinyatakan sebagai bahan tambahan pangan BTP Generally Recognized as Safe GRAS untuk penggunaan umum dan lain-lain 21 CFR 182.1061. Nilai asupan harian yang dapat diterima untuk asam laktat tidak dibatasi Doores, 1983. Nout dan Kiers 2005 menyatakan bahwa perendaman kimiawi dengan asam asetat 0.25 juga umum digunakan untuk menggantikan metode pengasaman alami, meskipun menurut De Reu, Rombouts, dan Nout 1995 asam asetat menunjukkan efek inhibisi terhadap pertumbuhan kapang. Asam asetat merupakan antimikroba spektrum luas dengan properti bakterisidal dan mikosidal. Aksi antimikroba asam asetat dicapai pada pH yang lebih tinggi dibandingkan HCl Doores, 1983. Penggunaan utama asam asetat adalah untuk membatasi pertumbuhan bakteri dan khamir daripada kapang, namun pada pH 3.5 mempunyai aktivitas antifungal yang biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan kapang roti Doores, 1983. Dalam kondisi dimana asam laktat dan asam asetat terdapat bersamaan, asam laktat berperanan menurunkan pH sedangkan asam asetat dalam bentuk tidak terdisosiasinya berperan sebagai antimikroba aktual Ouwehand dan Vesterlund, 2004. Karakteristik rasa asam asetat seringkali membatasi penggunaannya Doores, 1990. Berdasarkan status regulasinya, asam asetat dinyatakan sebagai BTP GRAS untuk penggunaan umum dan lain-lain 21 CFR 182.1005. Nilai asupan harian yang dapat diterima untuk asam asetat tidak dibatasi Doores, 1983 Asam sitrat merupakan salah satu asam yang ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada air rendaman kedelai hasil pengasaman alami Nout dan Kiers, 2005. Asam sitrat merupakan komponen asam utama pada kebanyakan sayur-sayuran dan buah-buahan. Asam sitrat merupakan senyawa yang terjadi 18 secara alami sehingga nilai asupan harian yang dapat diterima tidak dibatasi. Asam sitrat dinyatakan sebagai BTP GRAS untuk penggunaan umum dan lain-lain 21 CFR 182.1033. Asam sitrat memiliki efek inhibisi paling baik pada salmonellae sehingga umum digunakan dalam pengawetan daging Doores, 1983. Asam malat merupakan asam nonhigroskopik dengan rasa asam yang terasa secara perlahan-lahan namun persisten, tidak menyengat seperti kebanyakan bahan pengasam lain. Asam malat dinyatakan sebagai BTP GRAS untuk penggunaan umum dan lain-lain 21 CFR 182.1069. Efek antimikroba asam malat terhadap khamir dan bakteri diperkirakan merupakan efek langsung dari manipulasi pH yang ditimbulkannya. Asam malat umumnya digunakan sebagai flavoring Doores, 1983. Asam anorganik seperti asam fosfat dapat pula digunakan sebagai bahan pengasam. Asam fosfat memiliki rasa datar, berbeda dengan rasa tart yang tajam kebanyakan asam organik. Asam fosfat dapat menyebabkan iritasi kulit sehingga memerlukan penanganan yang hati-hati Reineccius, 1994. Bahan pengasam X merupakan senyawa anorganik yang juga umum digunakan sebagai BTP dan memiliki status regulasi GRAS. Keamanan penggunaan bahan pengasam X telah terbukti secara empiris pada produk pangan lain. Pengasam X ini ditemukan dalam tubuh manusia dan dapat diperoleh dari fermentasi bahan pangan. Penggunaan utama dari bahan pengasam adalah sebagai antimikroba untuk mencapai keamanan pangan Doores, 1990. Bahan pengasam yang umum digunakan sebagai BTP dapat dilihat pada Tabel 2. Pemilihan bahan pengasam yang digunakan selain bergantung pada efek antimikrobanya juga harus mempertimbangkan status regulasi dan efeknya terhadap citarasa bahan pangan Doores, 1983. Bahan pengasam berkontribusi terhadap rasa asam dan getir dari produk Doores, 1983. Tingkat keasaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengawetan dapat mempengaruhi citarasa bahan pangan. Bahan pengasam dan hubungannya dengan citarasa ini seringkali menjadi batasan penggunaan asam dalam bahan pangan Doores, 1990. 19 Tabel 2. Bahan pengasam yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan dan karakteristiknya No Nama Asam Struktur pK a Bentuk fisik Kelarutan g100ml air 1 Asam asetat C 2 H 4 O 2 4.75 Cairan bening jernih Sangat larut 2 Asam adipat C 6 H 10 O 4 4.43 5.41 Bubuk kristal 1.9g 20 o C 83g 90 o C 3 Asam askorbat C 6 H 8 O 6 4.17 11.57 4 Asam kaprilat C 8 H 16 O 2 4.89 Cairan bening jernih 5 Asam sitrat C 6 H 8 O 7 3.14 4.77 6.39 Bubuk kristal 181g 25 o C 208g 25 o C 6 Asam fumarat C 4 H 4 O 4 3.03 4.44 Granula atau bubuk kristal 0.5g 20 o C 9.8g 100 o C 7 Asam laktat C 3 H 6 O 3 3.08 Cairan atau bubuk kering Sangat larut 8 Asam malat C 4 H 6 O 5 3.40 5.11 Bubuk kristal 62g 25 o C 9 Asam fosfat 2.12 7.21 12.67 Cair Sangat larut dalam air panas 10 Asam tartarat C 4 H 6 O 6 2.98 4.34 Bubuk kristal 147g 25oC 11 Asam propionat C 3 H 6 O 2 4.87 Oily liquid Sangat larut 12 Asam sorbat Kristal putih Sedikit larut 13 Asam suksinat C 4 H 6 O 4 4.16 5.61 Doores, 1983; Doores, 1990; Reineccius, 1994

G. ANALISIS SENSORI