REDUKSI ATRIBUT AROMA LANGU TEMPE PENGASAMAN X

55 Hasil QDA menunjukkan bahwa meskipun sudah sangat berkurang, atribut rasa asam tempe pengasaman X masih lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun demikian uji diskriminatif menunjukkan bahwa panelis sudah tidak dapat lagi membedakan perbedaan citarasa keseluruhan antara tempe pengasaman X dengan tempe kontrol oleh karena itu modifikasi untuk menurunkan rasa asam ini dinilai sudah cukup. Atribut juiciness tempe pengasaman X lebih tinggi dari tempe kontrol terkait dengan proses pemanasan yang lebih banyak pada pembuatan tempe pengasaman X bila dibandingkan tempe kontrol. Atribut aroma langu tempe pengasaman X juga lebih tinggi dibandingkan tempe kontrol Gambar 14. Perbedaan atribut aroma langu antara tempe pengasaman X dengan tempe kontrol dinilai cukup jauh sehingga diperlukan perbaikan citarasa lebih lanjut untuk menekan atribut aroma langu tempe pengasaman X.

E. REDUKSI ATRIBUT AROMA LANGU TEMPE PENGASAMAN X

Secara umum atribut aroma langu dapat diperbaiki dengan tiga cara yaitu aplikasi metode pengolahan tertentu, penggunaan bahan baku kedelai tanpa lemak defatted, dan teknik deodorisasi Liu, 1997. Tahap perbaikan citarasa ini dilakukan dengan aplikasi metode pengolahan tertentu sebelum pengupasan kedelai. Sebagai pembanding digunakan pengolahan tempe kontrol dan pengolahan tempe dengan bahan pengasam X yang dilakukan pada tahap penelitian sebelumnya pengolahan X1. Pengolahan kedelai yang diuji dalam tahap perbaikan citarasa tempe pengasaman X ini antara lain pengolahan X2 yaitu hasil modifikasi dari metode Wilkens et al. 1967 dan pengolahan X3 yaitu hasil modifikasi dari Omura et al. 1991. Liu 1997 menyebutkan bahwa atribut aroma langu terjadi pada saat jaringan kotiledon kedelai dirusak pada tahap penggilingan basah. Kerusakan jaringan dan keberadaan air membebaskan substrat lipid dan enzim lipoksigenase sehingga memunculkan atribut aroma yang kurang disukai pada kedelai. 56 Menurut Baker dan Mustaka 1973 enzim lipoksigenase sangat sensitif terhadap pemanasan basah dan medium asam. Namun demikian, pemanasan yang tidak cukup dan tidak kontinu sebelum penggilingan tidak efektif untuk menghilangkan aroma langu. Khaleque et al. 1970 menyatakan bahwa apabila aktivitas enzim sudah dimulai, sudah terlambat untuk menghilangkan aroma langu. Wilkens et al. 1967 mempelajari bahwa aktivitas enzim dapat dicegah dengan menjaga suhu tetap panas selama penggilingan dan mengembangkan metode pengupasan yang disebut metode Cornell. Pengolahan kedelai X2 yang dilakukan dalam perbaikan citarasa tempe pengasaman X ini merupakan kombinasi pengasaman kimiawi menggunakan bahan pengasam X dengan metode pengolahan kedelai hasil modifikasi dari metode Wilkens et al. 1967. Sampel tempe pengolahan X2 dianalisis secara deskriptif kuantitatif triplo menggunakan metode QDA dengan 12 panelis terlatih. Setelah divalidasi, data QDA tempe pengolahan X2 Lampiran 32 ditampilkan dalam spider web bersama data QDA tempe pengolahan X1 Lampiran 31 dan data QDA tempe kontrol Lampiran 28 untuk dibandingkan karakteristik citarasanya. Tempa pengolahan X2 memiliki atribut rasa asam dan aroma langu lebih rendah serta atribut aroma boiled lebih tinggi bila dibandingkan tempe pengolahan X1 Gambar 15. Gambar 15. Spider web tempe pengolahan X1, pengolahan X2 dan kontrol - 20.0 40.0 60.0 80.0 Asam Pahit Boiled Meaty Rancid Langu Soury Juiciness Kontrol X1 X2 57 Kebanyakan produk dari aktivitas enzim lipoksigenase merupakan komponen volatil dengan flavor yang kurang disukai. Diantara produk aktivitas enzim lipoksigenase tersebut, hexanal adalah penanggung jawab utama aroma langu pada produk kedelai pada konsentrasi yang sangat kecil sekalipun Fujimaki et al., 1965. Omura et al. 1991 mengembangkan metode perendaman kedelai yang dapat mereduksi kandungan n-hexanal hingga 1 dari kontrol perlakuan. Pengolahan X3 merupakan kombinasi pengasaman kimiawi menggunakan bahan pengasam X dengan metode pengolahan kedelai hasil modifikasi dari Omura et al. 1991. Gambaran umum karakteristik visual dan citarasa tempe yang diproduksi pada tahap penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 10. Sampel tempe pengolahan X3 dianalisis secara deskriptif kuantitatif triplo menggunakan metode QDA dengan 12 panelis terlatih. Setelah divalidasi, data QDA tempe pengolahan X3 Lampiran 33 ditampilkan dalam spider web bersama data QDA tempe pengolahan X1 Lampiran 31 dan data QDA tempe kontrol Lampiran 28 untuk dibandingkan karakteristik citarasanya Gambar 16. Gambar 16. Spider web tempe pengolahan X3, pengolahan X1 dan kontrol - 20.0 40.0 60.0 80.0 Asam Pahit Boiled Meaty Rancid Langu Soury Juiciness Kontrol X1 X3 58 Tabel 10. Hasil pengamatan subjektif pada tahap reduksi aroma langu tempe pengasaman X Jenis Pengolahan Penampilan visual Rasa Aroma Tekstur Rata-rata Skor Kesukaan Kontrol Pengasaman alami teknologi backsloping + pengupasan Miselium penuh, kacang kedelai hampir tidak terlihat Tawar Bau khas tempe Bau kedelai Empuk, waktu diiris kenyal dan tidak ada yang rontok 6.73 Pengolahan X1 Miselium penuh, kacang kedelai hampir tidak terlihat Tawar Bau khas tempe Bau kedelai Lebih empuk dari kontrol, juicy, waktu diiris kenyal dan tidak ada yang rontok 7.0 Pengolahan X2 Miselium penuh, kacang kedelai hampir tidak terlihat Tawar Bau khas tempe Bau kedelai Lebih empuk dari kontrol, juicy, waktu diiris kenyal dan tidak ada yang rontok 7.1 Pengolahan X3 Miselium penuh, kacang kedelai hampir tidak terlihat Tawar Bau khas tempe Bau kedelai Lebih keras dari kontrol, juicy, waktu diiris kenyal dan tidak ada yang rontok 5.2 59 Tempe pengolahan X3 memiliki atribut rasa asam, aroma langu dan aroma soury yang lebih rendah dibandingkan tempe pengolahan X1. Tidak seperti pengolahan X1 dan pengolahan X2, proses pengolahan X3 tidak melibatkan proses perebusan, sehingga juiciness tempe pengolahan X3 terlihat lebih rendah dibandingkan tempe pengolahan X1, meskipun demikian terlihat bahwa atribut aroma boiled dinilai oleh para panelis lebih tinggi dibandingkan tempe pengolahan X1 dan kontrol. Secara umum terlihat bahwa tempe pengolahan X3 memiliki karakteristik citarasa yang lebih dekat dengan kontrol dibandingkan tempe pengolahan X1. Uji afektif dilakukan dengan metode uji kesukaan dan analisis data metode ANOVA Post Hoc Duncan. Rata-rata skor kesukaan masing-masing tempe dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa tempe pengolahan X3 memiliki skor kesukaan yang lebih rendah dibandingkan tempe pengolahan X1 dan tempe kontrol Lampiran 27.

F. KARAKTERISTIK CITARASA PENGASAMAN KIMIAWI TERPILIH