NaOH, KOH dan CaOH
2
. Sebagai contoh, NaOH direaksikan dengan CO
2
akan menghasilkan natrium karbonat Na
2
CO
3
dan air. Solid absorption adalah metode paling sederhana dan murah, adanya ‘spon besi’ yang mengeliminasi gas H
2
S dengan cara mencuci gas dalam kondisi kering tanpa unsur lainnya. Spon besi ini
dibuat dari Fe oksida yang dicampur dengan serbuk kayu. Spon besi sebanyak satu busel 35.2 liter dapat menghilangkan 3.7 kg S.
Bakteri metanogen pada umumnya sangat sensitif, walaupun semua kelompok yang dilibatkan pada proses digesti dapat dipengaruhi. Pertumbuhan
bakteri yang lama akibat penghambatan metanogen, dapat menimbulkan kegagalan pada sistem campuran yang lengkap untuk mengurangi massa bakteri.
Dalam sistem biodigesti yang bekerja dengan baik, karbon adalah satu- satunya unsur yang hilang dalam jumlah besar. Nitrogen dan fosfor akan tersisa
dalam jumlah yang sama tapi dalam konsentrasi yang lebih tinggi karena bahan lain sudah terdigesti Bui dan Preston, 1999.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya biogas. Faktor yang paling berpengaruh adalah suhu, pH, bahan baku, dan potensial redoks.
1. Suhu
Suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pada suhu mesofilik 33
-38 C, pertumbuhan mikroba berkurang. Bakteri metana sangat sensitif
terhadap perubahan suhu yang tiba-tiba, dan suhu optimum untuk stabilitas proses perlu dikontrol dengan hati-hati dalam selang batasan yang sempit pada suhu
operasinya dan sebaiknya dilindungi dari perubahan suhu yang tiba-tiba. Tingkat reaksi termofilik lebih besar dari pada mesofilik. Gas yang dihasilkan pada suhu
termofilik sebesar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan suhu mesofilik. Untuk itu biodigester perlu ditempatkan dalam lubang di tanah dan dibiarkan
terekspos kepada sinar matahari, kecuali pada sambungan-sambungan antar tabung plastik yang diikat dengan tali karet, harus dilindungi dari sinar matahari
agar tidak memuai pada saat suhu meningkat sehingga memungkinkan kebocoran gas.
2. pH
Bakteri sensitif terhadap perubahan pH, dengan pH optimum antara 7.0- 7.2 walaupun pH turun hingga 6.6, produksi gas dapat terpenuhi antara 6.6-7.6.
Dalam kondisi asam yaitu pH 6.2 memiliki sifat toksik bagi bakteri dimana produksi asam masih berlangsung, sampai pH turun dengan cepat hingga 4.5-5.0.
Asam organik yang diproduksi selama tahap pertama melalui proses fermentasi, menyebabkan pH menjadi tertekan. Asam ini dapat ditiadakan melalui
penghancuran asam volatil dan pembentukan kembali buffer bikarbonat HCO
3
, selama tahap kedua. Jika asam organik volatil yang terbentuk lebih besar dari
pada metana, maka terjadi ketidakseimbangan sistem, sehingga pH akan terus menurun. Oleh karena itu dibutuhkan kapasitas penyangga berupa kapur atau agen
lainnya seperti ammonium hidroksida, tapi pemakaiannya harus hati-hati karena ion ammonium dapat membahayakan BSTID, 1977.
Sistem pH tergantung pada hasil intermedier yang difermentasikan menjadi metana dan karbondioksida, yaitu pada konsentrasi alkalinitas dan asam
volatil. Kemungkinannya sedikit untuk membentuk pH menjadi optimum karena sebagian hasil kontribusi yang berbeda dari berbagai reaksi.
Sistem ini biasanya dapat mengganggu fluktuasi konsentrasi asam atau basa karena buffer alami disediakan oleh ion ammonium dan bikarbonat. Buffer
yang disediakan oleh karbondioksida atau sistem bikarbonat digambarkan sebagai berikut:
pH = 6.3 + log HCO
3
CO
2
terlarut Konsentrasi
CO
2
terlarut tergantung dari suhu dan tekanan parsial pCO
2
yaitu volum fraksi gas CO
2
di atas fermentor x tekanan total. Khususnya, pada suhu 35
C konsentrasi CO
2
terlarut = 0.592 pCO
2
literliter air. Dengan demikian, komposisi gas dan tekanan operasi mempengaruhi pH dan akhirnya pelaksanaan
digesti. Jika asam terbentuk pada awal proses digesti sehingga pH turun, proporsi gas CO
2
meningkat, petunjuk lebih lanjut pH turun. Dengan kata lain, sistem mempunyai derajat pengaturan sendiri dan memudahkan melihat sistem tersebut
menjadi tidak stabil Pyle, 1982. Sebaiknya untuk memelihara kecukupan total alkalinitas CaCO
2
nilai 2000-35000 mgliter biasanya disarankan, ada saat nilainya rendah, sedikit
meningkatkan konsentrasi asam volatil menunjukkan besarnya penurunan pH. Jika pH turun, sering disarankan dengan penambahan kapur, bagaimanapun juga
kapur bereaksi dengan CO
2
untuk menghasilkan kalsium karbonat dan saat alkalinitas di atas 1000 mgliter produksinya tidak larut. Sodium bikarbonat
merupakan buffer yang jauh lebih baik. Pada suatu kondisi bahwa pH perlu untuk diturunkan, asam hidroklorida dapat digunakan Pyle, 1982.
3. Bahan baku
Bahan baku kotoran hewan dan campurannya memiliki potensi yang berbeda-beda dalam menghasilkan biogas Wulfert, 1994. Dari berbagai literatur
yang ditulis, kotoran babi menghasilkan biogas yang paling banyak. Kotoran sapi merupakan limbah organik yang dihasilkan ternak sapi
berupa padatan dan kadang-kadang cairan berupa urin. Seringkali kotoran sapi ini dibuang ke tempat yang tidak tepat, akibatnya dapat mencemari lingkungan
perairan dan timbul bau yang tidak sedap. Sebagai contoh, PT. Lintas Nusa, Tasikmalaya memiliki 3000 ekor sapi telah membuang kotoran sapinya ke sungai
Citanduy. Adapun kandungan kimia dari kotoran sapi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Kimia Kotoran Sapi
Senyawa Kandungan rata-rata berat Hemiselulosa 6.0
Selulosa 34.5 Lemak 14.0
Protein 19.0 Abu 4.0
Sumber: Maki 1954
Limbah buangan yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik
berupa effluent dengan rasio CN paling sedikit 10. Effluent dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan
produksi tanaman Marchaim, 1992.
Tabel 3. Keseimbangan hara subsistem biodigesti Kotoran Biogas N P C
Hewan kg L kgtahun kgtahun kgtahun Input 4.320 32 20 622
Biogas Output 324.000 184 Effluent Output 32 20 438
Sumber: Bui, An 2002
4. Potensi Redoks Eh
Pada tahap ketiga yaitu tahap pembentukan metana, produk padatan akan diubah. Energi yang terlibat dalam reaksi ini adalah sedikit dan jumlah sel bakteri
yang terbentuk juga sedikit; pada kondisi lain, sejumlah ammonia terlarut hasil dari tahap pertama dan kedua dapat dimanfaatkan oleh bakteri metanogen. Pada
kenyataannya, secara keseluruhan bakteri metanogen tergantung pada tahap pertumbuhan bakteri. Di samping tergantung pada mereka untuk ketersediaan N
ammonia dan keterbatasan substrat dapat dimanfaatkan, potensial redoks Eh di bawah -330 mV dibutuhkan untuk tumbuh. Pada kultur campuran mixed culture,
aktivitas metabolisme anaerob fakultatif pada tahap pertama untuk mereduksi Eh menjadi level yang dibutuhkan, bakteri metanogen sendiri tidak dapat
menghasilkan kondisi reduktif Pyle, 1982.
2.6 Tipe-tipe Digester