1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan penduduk yang semakin banyak serta meningkatnya aktivitas masyarakat menjadi penyebab terjadinya pertambahan jumlah
sampah yang dihasilkan setiap harinya. Adanya timbunan sampah akan menyebabkan berbagai dampak negatif seperti bau busuk yang mengganggu,
timbulnya berbagai penyakit, tersumbatnya drainase dan sungai dapat mengakibatkan banjir, pencemaran air dan tanah dan sebagainya, dapat
menyebabkan menurunnya
kualitas lingkungan
karena pengelolaan
persampahan yang kurang memadai. Sehingga perlu dilaksanakan suatu cara untuk menangani masalah sampah tersebut sehingga fenomena sampah yang
selama ini terjadi tidak menjadi masalah serius bagi masyarakat. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah meliputi
pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir Undang-undang Nomor 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Kelurahan Bandengan merupakan kelurahan yang berada di Kabupaten
Kendal, sebagian besar penduduk yang tinggal di daerah pesisir Kelurahan Bandengan bekerja sebagai nelayan sehingga daerah tersebut disebut sebagai
2 kampung nelayan. Kondisi lingkungan masyarakat nelayan pada umumnya
kurang memperhatikan lingkungan identik dengan pemukiman kumuh. Perilaku masyarakat yang kurang memperdulikan lingkungan dapat dilihat
dari sampah-sampah yang dibuang dan berserakan di daerah pemukiman. Jika dilihat Kelurahan Bandengan yang karakteristik masyarakatnya
bersifat majemukheterogen, pengelolaan persampahan sangat perlu diperhatikan seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang
mungkin saja ada sebagian penduduk yang belum menyadari arti kebersihan lingkungan. Disamping itu keberadaan kampung nelayan sangat rentan
terhadap pencemaran air, pendangkalan, dan penyempitan sungai, juga terhambatnya proses air tanah jika sebagian dari masyarakat yang ada
membuang sampahnya langsung kedalam sungai. Banyak terdapat sampah- sampah plastik yang tidak bisa diuraikan oleh tanah, akan mengakibatkan
menumpuknya sampah dan limbah tersebut. Peran masyarakat dalam perbaikan dan peningkatan kualitas
lingkungan memang sudah ada, namun peran tersebut sangat minim sekali dan tidak dapat berkembang secara optimal, karena pengetahuan masyarakat dan
kepedulian kebersihan lingkungan masih rendah, sehingga masyarakat lebih memilih sungai atau laut dalam aktifitas pembuangan akhir dengan alasan
kepraktisan. Di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 13 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kendal pasal 45 disebutkan bahwa se
tiap orang dilarang ”Membuang sampah di jalan umum, tempat umum,
3 perairan umum danatau badan air penerima, pantai dan laut, selokan parit,
taman dan halaman orang lain”. Berdasarkan pasal 58 dijelaskan bahwa ”Setiap orang yang dengan sengaja membuang sampah di jalan umum, tempat
umum, perairan umum danatau badan air penerima, pantai dan laut, selokan parit, taman dan halaman orang lain dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 6 enam bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah”. Pengelolaan sampah berkaitan erat dengan perilaku masyarakat yang
menghasilkan sampah itu sendiri. Sebagai contoh yaitu kurang baiknya perilaku mereka dalam pemeliharaan kebersihan lingkungan, sehingga
tindakannya berakibat negatif terhadap lingkungan. Misalnya sampah ditumpuk begitu saja, dapat mengakibatkan terjadinya tempat sarang nyamuk
dan ini sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan terhadap bahaya sampah. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidik an Nasional menyatakan “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”. Dalam Undang-undang ini jalur pendidikan dibedakan menjadi tiga yaitu:
4 1.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. 2.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan luar di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, danatau pelengkap pendidikan formal. Contoh : sosialisasi, pelatihan.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
secara mandiri. Pendidikan informal dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Contoh : Orang tua mengajarkan anaknya tentang bagaimana
bersikap di luar rumah seperti tidak boleh membuang sampah sembarangan.
Ketiga jalur pendidikan diatas akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang terhadap pengelolaan sampah. Dalam hal ini tidak seluruhnya
tingkat pendidikan formal yang dominan, namun pendidikan nonformal sosialisasi dan pelatihan juga akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
perilaku seseorang dalam pengelolaan sampah seseorang mengikuti sosialisasi dan pelatihan akan berbeda dengan seseorang yang tidak mengikuti sama
sekali, dan pendidikan informal yang telah diajarkan orang tua kepada anaknya sejak kecil.
5 Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan mempunyai peranan
penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya sampah terhadap lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap
kesehatan. Jenjang pendidikan seseorang yang tinggi cenderung lebih memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang jenis dan bahaya sampah.
Tingkat pendidikan di masyarakat nelayan tergolong rendah salah satunya disebabkan oleh kemiskinan yang ada pada masyarakat nelayan,
dengan kondisi ekonomi lemah tidak memungkinkan bagi nelayan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya selain itu pandangan
nelayan terhadap pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat pendidikan di masyarakat nelayan. Walaupun bagi nelayan pendidikan adalah hal terpenting
dan bermanfaat namun ada kecenderungan bahwa mereka kurang berambisi untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan mereka bersekolah hanya
sekedar untuk dapat membaca dan menulis dan agar segera dapat bekerja membantu orang tuanya. Pendidikan formal lebih dianggap sebagai sarana
untuk mendapatkan ketrampilan dasar saja, bukan untuk memperluas wawasan dan sebagai “bekal” dalam kehidupan. Dengan demikian pendidikan formal
bagi anaknya hanya diberikan sekedar saja, sedangkan pendidikan sebenarnya mereka lakukan langsung ke “lapangan” yaitu dengan melibatkan anak-
anaknya dalam kegiatan nelayan Yuniarti 2000:92. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengadakan
penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan Masyarakat dengan
6 Perilaku Pengelolaan Sampah di Pemukiman Nelayan Kelurahan Bandengan
Kecamatan Kota Kendal”.
B. Rumusan