METODE PENELITIAN SISTEMATIKA PENULISAN

untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase 9 Ketentuan pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen , yang menetapkan pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK hanya pada daerah tingkat II kabupaten, memperlihatkan maksud pembuat undang-undang bahwa putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sebagai badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan tidak ada upaya banding dan kasasi. Rumusan pasal 49 ini , menyangkut tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK “untuk penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan” adalah tugas pokok, sebab masih ada tugas lain dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK yaitu, memberi konsultasi perlindungan konsumen, menerima pengaduan konsumen atas terjadinya pelanggaran perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, serta tugas-tugas lainnya. . 10

F. METODE PENELITIAN

1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan secara sistematis data mengenai masalah yang akan dibahas. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian. 9 Heri Tjandrasari, op.cit, hal 6 10 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 , hal 242 Universitas Sumatera Utara 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder , berupa hukum positif dan bagaimana penerapannya dalam praktik di Indonesia. 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan, yaitu kegiatan mengumpulkan data-data sekunder yang terdiri dari : 1 Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. 2 Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer. 3 Bahan hukum terrtier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder. 4. Analisis Data Metode analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis normatif kualitatif. Dengan demikian akan merupakan analisis data tanpa mempergunakan rumus dan data matematis. Universitas Sumatera Utara

G. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang , perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II : PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pada bab ini akan dijelaskan tentang Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ;Penyelesaian Sengketa Konsumen di Peradilan Umum ;dan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Luar Pengadilan. BAB III : KEDUDUKAN DAN PERANAN BPSK DALAM RANGKA MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN Pada bab ini akan dijelaskan tentang Pengertian BPSK ; Latar Belakang, Tujuan, dan Proses Pembentukan Kelembagaan BPSK ; Kedudukan dan Peranan BPSK dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumendan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK. Universitas Sumatera Utara BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI BPSK Pada bab ini akan dijelaskan tentang Penyebab Terjadinya Sengketa Konsumen ; Bentuk-Bentuk Sengketa yang Diselesaikan Oleh BPSK ; Hambatan-Hambatan dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen di BPSK. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan rangkaian dari kesimpulan dari permasalahan yang ada dan diakhiri dengan memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan Permasalahan yang ada yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan sengketa konsumen. Universitas Sumatera Utara

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999

UUPK ibarat oase di padang gurun yang telah ditunggu lama oleh konsumen. Waktu 20 tahun untuk memperoleh pengesahan UUPK itu bukanlah penantian yang singkat. Oleh karena itu, momentum itu harus menjadi pemacu semangat gerakan konsumerisme di negeri ini untuk terus berjuang mengembalikan hak-hak konsumen yang selama ini terabaikan. Tampaknya, pengaturan perlindungan konsumen dalam sebuah UU di Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, seperti India, Thailand, dan Filipina. Namun demikian, bukanlah suatu yang sia-sia, apabila UUPK dioptimalisasikan penegakannya. Sebelum UUPK itu disahkan, ketentuan hukum yang mengatur kepentingan konsumen misalnya, dapat ditemui dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, yakni Pasal 204, 205, 359, 360, dan 386. Selain itu, dapat pula kita temui dalam ketentuan Pasal 25 sampai Pasal 31 Undang-undang UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Pada tahun 1999 telah lahir Undang-Undang perlindungan konsumen, yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Universitas Sumatera Utara