Pengertian BPSK Kedudukan Dan Peranan BPSK Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen

BAB III KEDUDUKAN DAN PERANAN BPSK DALAM RANGKA

MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN

A. Pengertian BPSK

Menurut pasal 1 angka 11 Undang Undang perlindungan konsumen, Badan penyelesaian sengketa konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. 16 Jika kita baca ketentuan Pasal 23 Undang-undang Perlindungan Konsumen dikatakan dalam hal pelaku usaha pabrikan dan atau pelaku usaha distributor menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau dengan cara mengajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Disini dapat kita lihat ada dua hal penting 17 16 Yusuf Shofie, op.cit, hlm.39 17 Ibid, hal 39-41 : Universitas Sumatera Utara 1. Bahwa undang-undang perlindungan konsumen memberikan alternatif penyelesaian melalui badan diluar system peradilan yang disebut dengan BPSK, selain melalui pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan konsumen. 2. Bahwa pilihan penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha buukanlah suatu pilihan yang eksklusif, yang tidak dapat tidak harus dipilih. Pilihan penyelesaian sengketa melalui BPSK adalah pararel atau sejajar dengan pilihan penyelesaian sengketa memalui badan peradilan.

B. Latar belakang, Tujuan, dan Proses Pembentukan BPSK

1. latar belakang pembentukan BPSK

Sebelum lahirnya Undang Undang Perlindungan Konsumen UUPK, telah banyak terjadi kasus kasus yang menempatkan konsumen di posisi yang lemah. Sebagai contoh, dalam prosedur membeli barang melalui informecial, yaitu dengan cara terlebih dahulu konsumen mengirimkan uang senilai harga barang ditambah ongkos kirim kepada penjual, dari aspek perlindungan konsumen hal ini sangat rawan. Disini, konsumen sama sekali belum melihat barang yang menjadi objek jual beli secara kongkret. Disisi lain konsumen sudah mengirimkan ongkos kirim beserta harga barang yang telah disepakati kepada penjual dan hal ini tentunya menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah. Dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi, akibat dari kerugian yang dialami oleh konsumen yang telah dirugikan haknya tersebut mendorong konsumen untuk menuntut dan meperjuangkan haknya. Tetapi sebelum adanya Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK maka gugatan terhadap tindakan pelaku usaha diajukan melalui pengadilan. Akan tetapi banyak hal yang menyebabkan konsumen enggan untuk membawa perkaranya ke pengadilan karena apabila ia menghadapi sengketa, terutama sengketa yang timbul dalam dunia bisnis , maka ia akan berhadapan dengan proses pengadilan yang berlangsung lama dan mebutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan dalam dunia bisnis , penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah yang dapat berlangsung cepat dan murah. Disamping itu, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis diharapkan sedapat mungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnya dengan siapa dia pernah terlibat sengketa. Hal itu tentunya sangat sulit ditemukan apabila pihak yang bersangkutan membawa perkara tersebut ke pengadilan , karena proses penyelesaian di pengadilan akan berakhir dengan kekalahan salah satu pihak dan kemenangan salah satu pihak. 18 Yahya Harahap dalam bukunya “ Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa” mengemukakan beberapa kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, yaitu karena : 19 a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat diakibatkan oleh pemeriksaan yang sangat formalistik dan sangat teknis . disamping itu, arus perkara yang sangat deras mengakibatkan pengadilan dibebani denagn beban yang terlalu banyak. b. Biaya perkara mahal. Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan dirasakan sangat mahal dikarenakan lamanya penyelesaian sengketa. Karena semakin lama penyelesaian sengketa maka semakin banyak pula 18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, hal 234 19 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung ,1997, hal 240-247 Universitas Sumatera Utara biaya yang harus dikeluarkan. Biaya ini juga semakin bertambah jika diperhitungkan biaya pengacara yang juga tidak sedikit. c. Pengadilan pada umumnya tidak responsif. Tidak responsifnya pengadilan dapat dilihat dari kurang tanggapnya pengadilan dalam membela dan melindungi kepentingan umum. Demikian pula pengadilan sering dianggap berlaku tidak adil , karena hanya memberi pelayanan dan keleluasaan kepada “ lembaga besar” atau “orang kaya”. d. Putusan pengadilan sering dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah , bahkan dianggap semakin memperumit masalah karena secara objektif putusan pengadilan tidak mampu memberikan kedamaian dan ketentraman kepada para pihak. e. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Para hakim dianggap mempunyai keterbatasan terutama dalam abad iptek dan globalisasi sekarang karena pengetahuan yang dimiliki hanya dibidang hukum sedangkan di luar itu pengetahuannya bersifat umum, bahkan awam. Dengan demikian, sangat mustahil mampu menyelesaikan sengketa yang mengandung kompleksitas disegala bidang. Berdasarkan berbagai kekurangan penyelesaian sengketa melalui pengadilan itulah, maka dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK ditawarkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan , yaitu penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Diharapkan dengan adanya BPSK maka asas penyelesaian sengketa secara cepat, sederhana, dan biaya ringan dapat terwujud. Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Pembentukan Kelembagaan BPSK

Didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK, tidak disebutkan secara khusus mengenai tujuan dari pembentukan BPSK. Akan tetapi bila kita tarik kesimpulan secara umum bahwa tujuan dibentuknya BPSK adalah sesuai dengan tujuan di bentuknya UUPK, yaitu : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsuemn untuk melindungi diri; b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang danatau jasa; c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e. Menumbuhkan kesadaran para pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; f. Meningkatkan kualitas barang danatau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang danatau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Universitas Sumatera Utara

3. proses pembentukan kelembagaan BPSK

a. Adanya kesanggupan Kabupaten atau Kotamadya untuk pendanaan pembentukan BPSK, mulai dari perekrutan sampai dengan operasional BPSK yang disampaikan oleh Bupati atau Walikota setempat kepada Menteri Perdagangan dan Perindustrian c.q. Ditjen Perdagangan Dalam Negeri. b. Usulan pembentukan BPSK yang disampaikan oleh Bupati atau Walikota diproses lebih lanjut di Direktorat Perlindungan Konsumen Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depperindag, untuk disusun Keppres tentang pembentukan BPSK bagi daerah Kabupaten atau Kota yang telah menyanggupi pembentukan BPSK. c. Draft Keppres tentang pembentukan BPSK disampaikan Depperindag kepada Sekretaris Negara untuk disyahkan Presiden. d. Keppres tentang pembentukan BPSK yang telah disyahkan Presiden disampaikan Depperindag kepada Bupati atau Walikota berikut permintaan calon anggota dan sekretariat BPSK yang akan diusulkan oleh Bupati atau Walikota daerah setempat.

C. Kedudukan Dan Peranan BPSK Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen

Berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK di tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Dengan demikian, di setiap daerah tingkat II kabupaten atau kotamadya di Indonesia nantinya akan dibentuk dan didirikan BPSK, guna menyelesaikan sengketa konsumen di samping badan peradilan. Universitas Sumatera Utara Oleh karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK diundangkan terlebih dahulu mendahului Undang-Undang Pemerintah Daerah UU Pemdamaka dalam kerangka sistem hukum nasional sesuai asas les pasietori derograt legi priori ketentuan yang berlaku kemudian menghapus ketentuan terdahulu, maka penyebutan Daerah Tingkat II pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK diubah menjadi Daerah Kota atau Daerah Kabupaten. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan wewenang meliputi bidang perdagangan. Sedangkan mengenai anggaran untuk pelaksanaan kegiatan BPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sumber-sumber lainnya yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Adapun susunan anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 UUPK, terdiri atas : a. Ketua merangkap anggota. b. Wakil ketua merangkap anggota. c. Anggota. Tugas dan wewenang tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain karena menurut BPSK setiap bagian terdapat tugas yang juga merupakan kewenangan dari BPSK. Didalam perundang-undangan yaitu UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Universitas Sumatera Utara BPSK yaitu Kep.Menperindag.350MPPKep122001 pun tidak dijelaskan secara terpisah mengenai tugas dan wewenang dari BPSK tersebut. Didalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPSK sebagai suatu lembaga memiliki tugas dan wewenang Pasal 52 UUPK jo. SK Menperindag Nomor 350MPPKep122001 tanggal 10 desember 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen , yaitu : a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrse; b. Memberikan konsultasi perindungan konsumen; c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; Universitas Sumatera Utara i. Minta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada poin G dan H yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK; j. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan; k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian dipihak konsumen; l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; m. Menjatuhkan sangsi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dengan merujuk pada pasal 49 ayat 1 dan pasal 54 ayat 1 UUPK jo. Pasal 2 SK Menperindag Nomor 350MPPKep122001, fungsi utama BPSK yaitu sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Jika dibandingkan dengan pasal 1 butir 10 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa Umum, alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak , yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara : 1. konsultasi; 2. negosiasi; Universitas Sumatera Utara 3. konsiliasi; 4. penilaian ahli. Penulis akan menyampaikan beberapa pengertian masing-masing dari macam alternatif penyelesaian sengketa yaitu yang dimaksud dengan : 1. Konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan yang sebaik-baiknya berdasarkan nasehat, saran, penelitian, penilaian ahli ahli dalam bidangnya masing-masing. 20 2. Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk menerima guna mencapai suatu kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang bersengketa atau penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan-perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa. 21 3. Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan perantaraan badan alternatif penyelesaian sengketa untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak. 22 Selain itu konsiliasi juga dapat diartikan upaya mempertemukan keinginan- keinginan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan dan menyelesaikan sengketa hukum tersebut sampai tuntas. 20 Drs. S. Suryono,, Himpunan Yurisprudensi Hukum Perpajakan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa APS Diluar Pengadilan dan Istitusi Pendidikan Mediator dan Arbitrase, Yogyakarta, 2002, hlm.232 21 ibid 22 ibid Universitas Sumatera Utara Konsiliasi adalah apabila yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar.konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaian sengketa secara consensus antar pihak,dimana pihak netral dapat berperan dalam secara aktif neutralactmaupun tidak aktif. 23 Pengambilan keputusan secara kooperatif merupakan prosedur dimana para pihak berinisiatif sendiri tanpa bantuan pihak ketiga termasuk konsiliasi, berguna untuk membangun hubungan social yang positif, meningkatkan rasa saling percaya dan menawarkan saling keterbukaan. 24 4. Penilaian Ahli adalah pendapat yang kuat sebagai dasar hukum yang mengikat dan memenuhi rasa keadilan, kebenaran, kepatutan dan kewajaran sesuai dengan hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa. Konsiliasi ini prosedurnya bertujuan untuk membangunkomunikasi, meluruskan salah persepsi, mengatasi emosi dan membangun kepercayaan yang diperlukan dalam pemecahan masalah secara kooperatif. 25 Penyelesaian Sengketa Konsumen dilakukan dengan 3 cara : a. Konsiliasi, yaitu suatu proses Penyelesaian Sengketa Alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih, dimana pihak ketiga yang diikutsertak 26 23 Suyud Margono, 2000, APS Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, Jakarta, hlm.37-38 24 Ibid, hal 45 25 Drs. S. Suryono, op.cit, hal 233 an untuk menyelesaikan sengketa adalah seorang yang secara profesional sudah dapat dibuktikan kehandalannya. Konsiliator dalam Universitas Sumatera Utara proses konsiliasi ini, memiliki peran yang cukup berarti, oleh karena konsilisator berkewajiban untuk menyampaikan pendapatnya mengenai duduk persoalan dari masalah atau sengketa yang dihadapi, bagaimana penyelesaian yang terbaik, apa keuntungan dan kerugian bagi para pihak, serta akibat hukumnya. Meskipun konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapatnya secara terbuka dan tidak memihak kepada salah satu pihak dalam sengketa, konsiliator tidak berhak untuk membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak. Jadi dalam hal inipun sebenarnya konsiliator pasif terhadap putusan yang akan diambil atau hasil akhir proses konsiliasi ini. Semua hasil akhir dalam proses konsiliasi ini akan diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan diantara mereka. b. Mediasi, yaitu suatu proses Penyelesaian Sengketa Alternatif diamna pihak ketiga yang dimintakan bantuannya untuk membantu proses penyelesaian sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan, terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang terjadi. Jadi dalam mediasi, mediator hanya berfungsi sebagai penyambung lidah dari para pihak yang bersengketa. Perantaraan yang demikian kadangkala memamng diperlukan , baik dalam hal para pihak yang bersengketa tidak mungkin untuk bertemu sendiri Karena berbagai faktor yang berada diluar kemampuan mereka, taupun karena kedua belah pihak “intentionally” memamng tidak mau bertemu satu dengan yang lainnya, meskipun mereka dapat bertemu, jika memang Universitas Sumatera Utara dikehendaki. Jadi dalam hal ini sangat jelas bahwa hasil akhir pranta penyelesaian sengketa alternatif dalam bentuk mediasi ini tunduk sepenuhnya pada kesepakatan para pihak. 27 c. Arbitrase, merupakan bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan pengambilan putusan oleh satu atau lebih hakim swasta, yag disebut dengan arbiter. Disini seorang arbiter sangat aktif sebagaimana halnya seorang hakim. Ia, dalam hal arbiter tunggal, maupun majelis arbitrase berkewajiban untuk memutuskan sengketa yang disampaikan kepadanya secara professional, tanpa memihak, menurut kesepakatan yang telah tercapai diantara para pihak yang bersengketa pada satu sisi dan arbiter itu sendiri pada pihak lain. Arbiter haruslah independen dalam segala hal. 28 Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut diatas dilakukan atas dasar persetujuan para pihak dan bukan merupakan proses penyelesaian sengketa yang bertingkat. Dan ini merupakan instrumen hukum lain yang dapat ditempuh konsumen tanpa terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Konsiliasi lazim dilakukan di seluruh Indonesia merupakan sifat budaya hukum Indonesia. Bahkan sesudah merdeka, konsiliasi dan arbitrase sangat lazim dilingkungan pedagang dan boleh jadi juga di kalangan minoritas seperti Cina. Pengadilan pemerintah sering dihindari dengan berbagai alasan : a. efisiensi, kemanfaatan, dan kepercayaan. 27 i bid 28 Ibid, hal 235 Universitas Sumatera Utara b. Pelarian ke prosedur tersembunyi yang tidak resmi dalam perekonomian. c. Prosedur peradilan yang menjerakan pengusaha, seperti proses peradilan yang berliku-liku, biaya mahal , ketidakcakapan hakim, bahkan biaya tak resmi pengadilan. 29 Konsiliasi dan kompromi penyelesaian perselisihan melalui jalan tengah cenderung lebih ditekankan pada masyarakat yang kecil kecil yang dimana dalam hubungannya tatap muka lebih menonjol. Sebaliknya, hubungan yang tidak akrab menjadikan keputusan pihak ketiga dengan status resmi lebih tetap. Seorang konsiliator pada hakekatnya harus berbuat : a. Meredakan gejolak amarah dan membawa para pihak untuk terus mengadakan perundingan. b. Memperkecil makna perselisihan dan memperbesar arti hubungan pribadi serta menekankan arti kepentingan bersama. c. Mengupayakan kesepakatan para pihak bahwa tidak ada satupun pihak yang benar dan menang , walaupun secara pribadi mungkin dianggap ada karena keduanya sama sama bertengkar dan untuk itu perlu diselenggarakan upaya untuk mengukuhkan penyelesaian perdamaiannya dan membersihkan suasana yang keruh. 30 29 Setiawan, Aneka Masalah Hukum Dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992, hal 69 30 Daniel S Lev,Hukum dan Politik di Indonesia, Jakarta, LP3ES,1990, hal 156 Universitas Sumatera Utara

D. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui BPSK