latar belakang pembentukan BPSK

1. Bahwa undang-undang perlindungan konsumen memberikan alternatif penyelesaian melalui badan diluar system peradilan yang disebut dengan BPSK, selain melalui pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan konsumen. 2. Bahwa pilihan penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha buukanlah suatu pilihan yang eksklusif, yang tidak dapat tidak harus dipilih. Pilihan penyelesaian sengketa melalui BPSK adalah pararel atau sejajar dengan pilihan penyelesaian sengketa memalui badan peradilan.

B. Latar belakang, Tujuan, dan Proses Pembentukan BPSK

1. latar belakang pembentukan BPSK

Sebelum lahirnya Undang Undang Perlindungan Konsumen UUPK, telah banyak terjadi kasus kasus yang menempatkan konsumen di posisi yang lemah. Sebagai contoh, dalam prosedur membeli barang melalui informecial, yaitu dengan cara terlebih dahulu konsumen mengirimkan uang senilai harga barang ditambah ongkos kirim kepada penjual, dari aspek perlindungan konsumen hal ini sangat rawan. Disini, konsumen sama sekali belum melihat barang yang menjadi objek jual beli secara kongkret. Disisi lain konsumen sudah mengirimkan ongkos kirim beserta harga barang yang telah disepakati kepada penjual dan hal ini tentunya menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah. Dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi, akibat dari kerugian yang dialami oleh konsumen yang telah dirugikan haknya tersebut mendorong konsumen untuk menuntut dan meperjuangkan haknya. Tetapi sebelum adanya Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK maka gugatan terhadap tindakan pelaku usaha diajukan melalui pengadilan. Akan tetapi banyak hal yang menyebabkan konsumen enggan untuk membawa perkaranya ke pengadilan karena apabila ia menghadapi sengketa, terutama sengketa yang timbul dalam dunia bisnis , maka ia akan berhadapan dengan proses pengadilan yang berlangsung lama dan mebutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan dalam dunia bisnis , penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah yang dapat berlangsung cepat dan murah. Disamping itu, penyelesaian sengketa dalam dunia bisnis diharapkan sedapat mungkin tidak merusak hubungan bisnis selanjutnya dengan siapa dia pernah terlibat sengketa. Hal itu tentunya sangat sulit ditemukan apabila pihak yang bersangkutan membawa perkara tersebut ke pengadilan , karena proses penyelesaian di pengadilan akan berakhir dengan kekalahan salah satu pihak dan kemenangan salah satu pihak. 18 Yahya Harahap dalam bukunya “ Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa” mengemukakan beberapa kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, yaitu karena : 19 a. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat diakibatkan oleh pemeriksaan yang sangat formalistik dan sangat teknis . disamping itu, arus perkara yang sangat deras mengakibatkan pengadilan dibebani denagn beban yang terlalu banyak. b. Biaya perkara mahal. Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan dirasakan sangat mahal dikarenakan lamanya penyelesaian sengketa. Karena semakin lama penyelesaian sengketa maka semakin banyak pula 18 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, hal 234 19 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung ,1997, hal 240-247 Universitas Sumatera Utara biaya yang harus dikeluarkan. Biaya ini juga semakin bertambah jika diperhitungkan biaya pengacara yang juga tidak sedikit. c. Pengadilan pada umumnya tidak responsif. Tidak responsifnya pengadilan dapat dilihat dari kurang tanggapnya pengadilan dalam membela dan melindungi kepentingan umum. Demikian pula pengadilan sering dianggap berlaku tidak adil , karena hanya memberi pelayanan dan keleluasaan kepada “ lembaga besar” atau “orang kaya”. d. Putusan pengadilan sering dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah , bahkan dianggap semakin memperumit masalah karena secara objektif putusan pengadilan tidak mampu memberikan kedamaian dan ketentraman kepada para pihak. e. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Para hakim dianggap mempunyai keterbatasan terutama dalam abad iptek dan globalisasi sekarang karena pengetahuan yang dimiliki hanya dibidang hukum sedangkan di luar itu pengetahuannya bersifat umum, bahkan awam. Dengan demikian, sangat mustahil mampu menyelesaikan sengketa yang mengandung kompleksitas disegala bidang. Berdasarkan berbagai kekurangan penyelesaian sengketa melalui pengadilan itulah, maka dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK ditawarkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan , yaitu penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Diharapkan dengan adanya BPSK maka asas penyelesaian sengketa secara cepat, sederhana, dan biaya ringan dapat terwujud. Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Pembentukan Kelembagaan BPSK