BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999
UUPK ibarat oase di padang gurun yang telah ditunggu lama oleh konsumen. Waktu 20 tahun untuk memperoleh pengesahan UUPK itu bukanlah
penantian yang singkat. Oleh karena itu, momentum itu harus menjadi pemacu semangat gerakan konsumerisme di negeri ini untuk terus berjuang
mengembalikan hak-hak konsumen yang selama ini terabaikan.
Tampaknya, pengaturan perlindungan konsumen dalam sebuah UU di Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, seperti
India, Thailand, dan Filipina. Namun demikian, bukanlah suatu yang sia-sia, apabila UUPK dioptimalisasikan penegakannya.
Sebelum UUPK itu disahkan, ketentuan hukum yang mengatur kepentingan konsumen misalnya, dapat ditemui dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana KUHP, yakni Pasal 204, 205, 359, 360, dan 386. Selain itu, dapat pula kita temui dalam ketentuan Pasal 25 sampai Pasal 31 Undang-undang
UU Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Pada tahun 1999 telah lahir Undang-Undang perlindungan konsumen, yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Universitas Sumatera Utara
yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada konsumen. dalam undang undang ini juga di jelaskan mengenai tanggung jawab pelaku usaha yang
tentunya hal ini di atur untuk memberikan kepastian hukum serta melindungi hak para konsumen tersebut. Hal demikian memang perlu di atur karena untuk
menghindari sikap negatuf pelaku usaha terhadap konsumen. Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan
oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari produsen atau pelaku usaha. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan
dianak tirikan oleh para produsen atau pelaku usaha tersebut.Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memanag telah di terbitkan namun dalam
proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang undang tidak sesuai
dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran- pelanggaran yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan dengan
tanggung jawab produsen pelaku usaha dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. contohnya adalah,
Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi ditumbuhi jamur
dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan. Peristiwa peristiwa seperti itu tentunya sangat merugikan konsumen, maka seharusnya pelaku usaha
bertanggung jawab dengan kejadian tersebut sebagai implementasi dari undang undang nomor 8 tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
2. Kelemahan UUPK