66
B. PEMBAHASAN
1. Model Penyelesaian Sengketa Konsumen oleh BPSK dan Pengadilan
Negeri Surakarta
Sengketa konsumen
adalah sengketa
berkenaan dengan
pelanggaran hak-hak konsumen.
72
Berkaitan dengan sengketa konsumen, pada Pasal 4 UUPK huruf e, bahwa upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut merupakan salah satu hak yang memberikan jaminan bahwa setiap konsumen berhak atas mendapatkan penyelesaian sengketa konsumen
yang dihadapinya yakni dengan cara menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Untuk penyelesaian sengketa konsumen, Pasal 45 ayat 1UUPK sendiri membagi
penyelesaian konsumen manjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan non litigasi dan penyelesaian sengketa di peradilan litigasi yang
berada dilingkungan peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri dengan cara mengajukan gugatan perdata, baik atas dasar Wanprestasi
atau Perbuatan Melawan Hukum. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan non litigasi dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu sebagaimana diatur
dalam Pasal 49, yakni Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Penyelesaian sengketa melalui Pengadilan litigasi dianggap tidak
efektif dan efisien sehingga akan mengganggu atau menghambat kegiatan bisnis. Hal ini disebabkan proses berperkara ke pengadilan harus
menempuh prosedur beracara yang sudah ditetapkan dan tidak boleh disimpangi, sehingga memerlukan waktu yang lama, tidak melindungi
kerahasiaan, serta hasilnya ada pihak yang kalah dan yang menang, sehingga akan memperpanjang persengketaan karena dimungkinkan
melanjutkan perkara ke pengadilan yang lebih tinggi upaya hukum
72
Praditya, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Garuda, Jakarta,2008, hal 135
commit to user
67 meskipun terdapat asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya
murah.
73
Hal tersebut yang menyebabakan masyarakat sekarang lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa dengan cara non litigasi, salah
satunya adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Prinsip penyelesaian sengketa di BPSK adalah cepat, murah dan
sederhana.
74
.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen.BPSK ini dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana. Keberadaan BPSK dapat
menjadi bagian dari pemerataan keadilan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha, karena sengketa diantara konsumen
dan pelaku usaha biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya ke pengadilan karena tidak sebanding antara
biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan dituntut. Pembentukan BPSK sendiri didasarkan pada adanya kecenderungan masyarakat
yangsegan untuk beracara di pengadilan karena posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha.
Sesungguhnya keberadaan BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen seperti yang telah diuraikan diatas sudah mendapatkan
kepercayaan di hati masyarakat. Terbukti dari beberapa putusan yang telah dikeluarkan oleh majelis BPSK dimana para pihak menerima
putusan BPSK tersebut secara sukarela tanpa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Namun demikian ada beberapa putusan BPSK yang
oleh para pihak diajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Dari sengketa yang ada ketika para pihak yang bersengketa
memilih penyelesaian sengketa di luar peradilan yaitu BPSK, maka pihak
73
Hanum Rahmaniar Helmi, Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Memutus Sengketa Konsumen Di Indonesia, Jurnal Hukum Acara Perdata, Jhaper: Vol. 1, No. 1, Januari
– Juni 2015.
74
Badan Penyelesaian Sengketa konsumen, http:duniathoto.blogspot.com, diakses pada tanggal 19 Juni 2015.
commit to user
68 yang bersengketa secara otomatis memilih penyelesaian sengketamelalui
BPSK, dengan demikian pihak yang bersengketa berkewajiban untuk memilih cara penyelesaian yang ada dan atau yang tersediaditentukan di
BPSK. Model penyelesaian sengketa konsumen yang disediakan oleh BPSKsesuai Pasal 54 ayat 4 jo. Pasal 26 sampai Pasal 36
Kepmenperindag No. 350MPP122001,diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persidangan dengan cara konsiliasi
Dalam Pasal
1 butir
9 Kepmenperindag
RI Nomor
350MPPKEP122001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK mendefinisikan “Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya
diserahkan kepada para pihak”.Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa di anara para pihak yang melibatkan pihak ketiga
yang netral dan tidak memihak.
75
P.C Rao mendefinisikan konsiliasi sama dengan mediasi:
76
“A non binding procedure in which discussions between the parties are initiated without the intervention of any third party with
object of arriving at a negotiated settlement of the dispute” Konsiliasi merupakan suatu bentuk proses penyelesaian sengketa
di luarpengadilan. Pada proses Konsiliasi dilibatkan pihak lain di luar pihak yang sedang bersengketa yang bersikap pasif dan netral, tidak
memihak, pihak yang dimaksud disebut sebagai konsiliator. Pada sengketa konsumen, yang bertindak sebagai konsiliator adalah majelis
yang telah disetujui oleh BPSK.Tujuan dilibatkannya konsiliator adalah agar dapat dengan mudah tercapai kata sepakat atas pemasalahan yang
terjadi, sehingga sengketa dapat diselesaikan dengan baik.Konsiliator yang memilliki latar belakang pengetahuan mengenai konsumen
75
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau dari Hukum Acara serta Kendala Implementasinya, Jakarta, Prenada Media Group, 2011, hal. 106.
76
Ibid.
commit to user
69 tentunya akan dapat lebih mempermudah membantu para pihak untuk
mencapai kata sepakat. Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti :
77
1. Mengatur waktu dan tempat pertemuan oleh para pihak 2. Mengarahkan subjek pembicaraan
3. Membawa pesan dari satu pihak ke pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan langsung oleh para pihak
Konsiliator dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwenang untuk memutus perkaranya. Pihak-pihak yang
bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan konsiliator dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa. Dalam hal
ini, majelis BPSK menyerahkansepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak yang bersengketa, baik mengenai bentuk
maupun jumlah ganti kerugiannya. Pasal 29 Kepmenperindag No. 350MPP122001, menyebutkan bahwa prinsip tata cara penyelesaian
sengketa konsumen dengan cara konsiliasi ada 2 cara yaitu : 1.
Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak
sedangkan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bertindak pasif sebagai konsiliator, dan;
2. Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam
bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antar konsumen
dan pelaku usaha yang bersengketa selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian tersebut.
b. Persidangan dengan cara Mediasi
Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak
77
Ibid.
commit to user
70 impartial bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu
memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.
78
Black, Hendry Campbell, mendefinisikan mediasi
79
yaitu: “Mediation: Private informal dispute resolution process in which
a neutral third person, the mediator helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decition on
parties.” Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh
para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh pihak ketiga netral yang disebut mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya
proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin
tidak terulangnya kembali kerugian konsumen. Mediator tidak berwenang memutuskan sengketa para pihak. Mediator hanya
membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang diserahkan kepadanya. Dalam sengketa di mana salah satu pihak lebih
kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, pihak ketiga memegang peran penting untuk menyetarakannya .Kesepakatan dapat
tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian
sengketa dengan arahan konkret dari mediator. Mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain
dalam menyelesaikan sengketa. Pada proses mediasi ini adalah atas permintaan para pihak, mediator dapat meminta diperlihatkan bukti
baik surat danatau dokumen lain yang mendukung dari kedua belah pihak. Atas persetujuan para pihak atau kuasanya, mediator dapat
mengundang seorang atau lebih saksi atau saksi ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang terkait
dengan sengketanya.
78
Susanti Adi Nugroho, Op.cit.,hal. 109.
79
Ibid.hal 110.
commit to user
71 Berdasarkan Pasal 31 Kepmenperindag No. 350MPP122001,
prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi ada 2 dua cara, yaitu:
a Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak
sedangkan kepada majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bertindak pasif sebagai mediator.
b Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Mediator wajib
menentukan jadwal
pertemuan untuk
penyelesaian proses mediasi. Dimana proses ini merupakan proses penyelesaian sengketa melalui proses mediasi di mana dalam hal-hal
tertentu para pihak baik konsumen atau pelaku usaha masing-masing dimediasikan secara terpisah. Hal ini diperlukan jika para pihak sulit
untuk didamaikan. Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, selanjutnya
dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa yang diserahkan kepada Majelis BPSK untuk
menguatkan perjanjian tersebut. c.
Persidangan dengan cara Arbitrase Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pengertian
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam proses ini, pihak bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga
netral dan
memberinya wewenang
untuk memutus.
Dalam Kepmenperindag
RI Nomor
350MPPKep122001 tentang
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK mendefinisikan“Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang
dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
72 penyelesaian sengketa kep
ada BPSK”.Penyelesaian sengketa melalui arbritase melibatkan pihak ketiga netral yaitu arbiter.
Pada persidangan dengan cara arbitrase, para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi. Proses pemilihan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut
Pasal 32 Kepmenperindag No. 350MPP122001 dengan cara arbitrase dapat ditempuh melalui 2 dua tahap, yaitu:
a. Para pihak memilih arbiter dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebagai anggota Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
b. Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbiter ketiga dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, jadi
unsur pemerintah selalu dipilih untuk menjadi ketua Majelis. Penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan cara mediasi dan
konsiliasi memberikan kewenangan yang lebih besar kepada para pihak untuk menyelesaikan dan menemukan sendiri penyelesaian masalahnya.
Sedangkan lembaga, baik mediator dan konsiliator sebagai pihak ketiga yang dilibatkan dalam penyelesaian sengketa konsumen oleh para
pihak, bersifat netral dan tidak berwenang untuk memutus.
80
Hasil penyelesaian sengketa mediasi dan konsiliasi adalah kesepakatan para pihak yang prosesnya dibantu oleh anggota BPSK
sebagai mediator atau konsiliator, maka putusan yang dikeluarkan BPSK tidak lebih dari suatu pengesahan terhadap kesepakatan para
pihak, dan tidak akan ada putusan yang akan dikeluarkan oleh BPSK tanpa adanya kesepakatan para pihak. Putusan BPSK hanya
memberikan kekuatan hukum bagi kesepakatan yang telah disetujui
80
Munir Fuadi, Arbritase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 33.
commit to user
73 oleh para pihak untuk kemudian dipatuhi.
81
Putusan yang dikeluarkan oleh BPSK berbentuk penetapan dan memiliki kekuatan mengikat bagi
para pihak yaitu konsumen dan pelaku usaha. Berbeda halnya jika para pihak memilih cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
arbitrase, para pihak yang bersengketa dapat mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral dan memberikan wewenang
untuk memberikan keputusan yang kemudian mengikat para pihak yang bersengketa.
Jika para pihak sudah sepakat memilih salah satu mekanisme penyelesaian sengketa mengalami kegagalan dalam membuat
kesepakatan, maka para pihak tersebut tidak dapat melanjutkan proses penyelesaian sengketanya dengan menggunakan mekanisme lainnya
yang sebelumnya tidak dipilih. Penyelesaian selanjutnya hanya dapat dilanjutkan melalui badan peradilan umum, hal mana menunjukkan
bahwa mekanisme penyelesaian sengketa di BPSK tidak berjenjang sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Kepmen No. 350 2001.Jika
para pihak tidak menerima atas putusan yang telah dikeluarkan oleh BPSK, maka para pihak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan
Negeri dengan jangka waktu 7 tujuh hari sejak putusan tersebut diucapkan oleh majelis BPSK.
Dalam kasus yang penulis teliti, pihak konsumen yaitu Riyadi memilih untuk menyelesaikan sengketa konsumen melalui BPSK.
Setelah berkas pengaduan diserahkan, kemudian dilakukan tahapan pemeriksaan oleh BPSK kota Surakarta atas pengaduan yang dilakukan
konsumen. Dalam pengaduan konsumen tersebut tercatat didalam register perkara BPSK kota SurakartaBPSK Nomor 04-
16LSIX2012BPSK.Ska. Sebelum melangkah lebih lanjut, pada persidangan pertama ketua majelis BPSK wajib mendamaikan kedua
belah pihak yang bersengketa yaitu, Riyadi Pengadu dengan PT.
81
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 242
commit to user
74 Andalan Finance Teradu. Jika terjadi perdamaian antara kedua belah
pihak yang bersengketa, sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat 3 Kepmen No. 3502001 maka majelis wajib membuat putusan dalam
bentuk penetapan perdamaian, akan tetapi upaya perdamaian tersebut tidak berhasil.
Tidak tercapainya upaya damai kepada para pihak, kemudian BPSK pun menawarkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
mediasi, konsiliasi atau arbitrase.Kemudian para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa konsumen tersebut melalui arbitrase.
Arbitrase merupakan model penyelesian sengketa yang dipilih oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa konsumen yang dihadapi para
pihak. Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan
sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada BPSK. Berdasarkan ketentuan Pasal 32 Kepmen No. 3502001 disebutkan bahwa konsumen akan
memilih salah satu arbiter konsumen yang terdiri dari tiga orang, demikian pula pengusaha akan memilih 1 satu arbiter pengusaha dari 3 tiga
arbiter yang ada. Sedangkan ketua majelis hakim BPSK adalah seorang dari 3 tiga wakil pemerintah dalam BPSK. Bentuk dan besarnya ganti
rugi yang menentukan adalah majelis BPSK bukan para pihak, karena para pihak telah menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa konsumen
kepada majelis BPSK, sehingga penyelesaian sengketa konsumen dibuat dalam bentuk Putusan BPSK.
Dalam kasus yang penulis teliti yang mana sengketa konsumen yang
telah diputus
oleh BPSK
dengan Nomor
04- 16LSIX2012BPSK.Ska, tanggal 25 Oktober 2012, bahwa model
penyelesaian sengketa di BPSK Kota Surakarta yang dalam hal ini menggunakan arbitrase yaitu dengan dengan prosedur persidangan sebagai
berikut : 1.
Bahwa pada persidangan pertama yang dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2012, setelah Pengadu Riyadi mengajukan gugatanya ke
commit to user
75 BPSK Kota Surakarta. Oleh Ketua Majelis Ketua Majelis dalam hal ini
wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, dan bilamana tidak tercapai perdamaian, maka persidangan dimulai dengan
membacakan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha. Ketua majelis memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha yang
bersengketa untuk
menjelaskan hal-hal
yang persengketakan. Oleh karena pada persidangan pemeriksaan sidang
pertama, pihak Teradu PT. Andalan Finance belum dapat menjawab atau menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh Majelis, pihak Teradu
meminta waktu untuk menjawabnya, maka dengan hal ini persidangan ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 9 Oktober 2012.
Yang mana sebelum Ketua Majelis Sidang menutup sidang, Ketua Majelis tetap mengingatkan dan meminta kedua belah pihak untuk
melakukan komunikasi guna menyelesaikan sengketa secara damai. 2.
Bahwa pada sidang ke dua yang dilakukan pada tanggal 2 Oktober 2012 telah hadir Pengadu dan Teradu, dimana pada sidang kedua ini ternyata
belum ada atau terdapat kesepakatan damai antara kedua belah pihak yang mana dalam hal ini adalah Pihak Pengadu dan Teradu. Di dalam
sidang kedua ini Teradu PT. Andalan Finance menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan Pengadu Riyadi sebagai yang dalam hal
ini sebagai Konsumen terhadap kendaraan yang dijaminkan oleh Pengadu, maka telah dilakukan jual-beli kendaraan antara Pengadu dan
penjual Ignatius Adhe Cahyanto , sehingga terbitlah sertifikat jaminan fidusia dengan Nomor : W9.37431.AH.05.01.TH.2011 tanggal 312
Oktober 2011, oleh Notaris Dini Warastuti, SH., M.Kn. namun hal tersebut disangkal oleh Pengadu, Pengadu mengaku tidak pernah
melakukan jualbeli kendaraan dengan pihak penjual dan pengadu juga mengaku tidak pernah melihat, mengetahui dan menandatangani surat-
surat atau dokumen tersebut seperti yang didalilkan pihak Teradu. Atas dasar pengakuan dari Pengadu tersebut majelis meminta kepada pihak
Teradu untuk membuktikan keaslian dan kebenaran tanda tangan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
76 pengadu, tetapi pihak Teradu tidak bersedia dan belum bisa
membuktikannya kepada majelis dan meminta waktu untyuk membuktikan hal tersebut. Oleh karena hal tersebut, maka Majelis
menunda sidang sidang ke dua, dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 18 Oktober 2012. Dan sebelum Majelis menutup sidang, Ketua
majelis Sidang tetap mengingatkan dan meminta kedua belah pihak untuk melakukan komunikasi, guna menyelesaikan sengketa yang ada
secara damai. 3.
Bahwa pada sidang ke tiga yang dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2012, telah hadir kedua belah Pihak yaitu Pengadu dan Teradu. Dimana
pada sidang ke dua ini juga belum terdapat kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Pada sidang ke dua yang diagendakan ini ternyata
pihak Teradu
juga belum
bisa membuktikan
kebenaran penandatanganan Pengadu akta fidusia. Selama proses persidangan
berlangsung ternyata ditemukan fakta bahwa adanya perbedaan data- data tentang objek fidusia oleh majelis, yang terdapat dalam sertifikat
jaminan fidusia Nomor : W9.37431.AH.05.01.TH.2011 tanggal 312 Oktober 2011, oleh Notaris Dini Warastuti, SH., M.Kn, dan salinan
buku daftar fidusia, dengan STNK dan BPKB yang terkait dengan kendaraan yang dijadikan jaminan. Dimana terdapat perbedaan
kepemilikan STNK yang dijadikan objek perjanjian pembiayaan konsumen, dan perjanjian fidusia dengan nama H. Suwito Haji
Suprapto pemilik pertama, dengan No.Polisi kendaraan AD 8701 ME, sedangkan dalam salinan buku daftar fidusia tertulis nama pemilik
adalah Drs. M.Nur Fadli, M.Pd pemilik kedua dengan No.Polisi AD 7581 CE, hal tersebut bisa dilihat di dalam buku kepemilikan BPKB.
Dengan adanya perbedaan tersebut, dan meskipun Majelis telah meminta Teradu untuk menjelaskan, akan tetapi sampai sidang berakhir
Teradu tetap tidak dapat menjelaskan adanya perbedaan tersebut. Bahwa dengan melihat dari fakta yang terdapat selama proses
persidangan, dan juga tidak terdapat kesepakatan damai antara kedua belah perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
77 pihak, maka Majelis memutuskan bahwa sengketa konsumen yang terjadi
antara PT. Andalan Multi Finance Indonesia Teradu melawan Riyadi Pengadu:
1. Mengabulkan permohonan konsumen untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa surat perjanjian pembiayaan konsumen dan
pengakuan hutang
No. 4095J95110783,
yang dibuat
dan ditandatangani disepakati bersama pada tanggal 28 Juli 2011, batal
demi hukum; 3.
Menghukum kepada Pengadu untuk mengembalikan uang tunai yang pernah diterimanya sebesar Rp. 34.210.000,- tiga puluh empat juta dua
ratus sepuluh ribu rupiah seketika atau secara bersama-sama pada saat menerima penyerahan kendaraan bermotor ysang menjadi objek
perjanjian pembiayaan
konsumen dan
pengakuan hutang
No.4095J95110783; 4.
Menghukum kepada Teradu menyerahkan kendaraan bermotor yang menjadi objek pembiaayaan konsumen dan pengakuan hutang No.
4095J95110783, seketika setelah putusan ini dibacakan dan diberitahukan kepada para pihak;
5. Menghukum Teradu menyerahkan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
BPKB yang menjadi objek perjanjian pembiayaan konsumen dan pengakuan hutang No. 4095J95110783, dan dokumen-dokumen
pendukung lainnya kepada Pengadu secara Bersamaan dengan penyerahan kendaraan sebagaimana diputuskan dalam putusan 4 diatas;
6. Menghukum kepada pihak Teradu untuk menberikan ganti rugi kepada
pihak Pengadu atas penarikan yang menjadi objek perjanjian konsumen dan pengakuan hutang No. 4095J95110783, berupa biaya transportasi
sejak kendaraan ditarik dengan ganti rugi Rp. 750.000,-bulan, yang dialami Pengadu selama 13 bulan, atau sebesar Rp.9.750.000.-
sembilan juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah Rp. 750.000 x 13 bulan, yang dapat dikurangkan dari kewajiban Pengadu kepada
Teradu; perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
78 7.
Menolak permohonan Pengadu konsumen yang lain dan selebihnya. Adapun pertimbangan BPSK dalam memeriksa dan mengadili
perkara tersebut adalah : 1.
Tentang keabsahan perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka dapatlah diketahui bahwa perjanjian yang dilakukan tidak
memenuhi persyaratan sahnya perjanjian, khususnya Pasal 1320 nomor 3 KUH Perdata.
2. Tentang kekuatan mengikat perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah
pihak dinyatakan batal demi hukum, karena adanya perubahan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh Teradu , sehingga dalam
hal ini pencantuman klausul baku dalam perjanjian bertentangan dengan Undang-undang perlindungan konsumen, khususnya Pasal 18
ayat 1 dan ayat 2 UUPK. Dalam kasus yang tersebut diatas, terdapat salah satu pihak yaitu
Termohon PT. Andalan Finance yang pada akhirnya kemudian tidak menerima
putusan BPSK
kota Surakarta
Nomor 04-
16LSIX2012BPSK.Ska tanggal 25 Oktober 2012 dalam perkara sengketa konsumen yang dihadapinya. Atas putusan majelis hakim BPSK
kota Surakarta tersebut, selanjutnya termohon pelaku usaha mengajukan keberatan atau banding ke Pengadilan Negeri Surakarta.Sebab dalam
Undang-undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa terhadap putusan BPSK dapat diajukan keberatan ke pengadilan.
Keberatan adalah upaya bagi pelaku usaha dan konsumen yang tidak menerima putusan BPSK. Istilah keberatan sebetulnya dalam bidang
hukum acara perdata tidak dikenal, istilah keberatan ini membuat para hakim pengadilan negeri, tempat dimana ada pengajuan keberatan atas
putusan BPSK mendapatkan kesulitan untuk menafsirkan apakah pengajuan keberatan tersebut semacam banding,
gugatan atau
permohonan, karena dalam hal ini belum ada ketentuan yang mengatur lebih lanjut mengenai apa dan bagaimana yang dimaksud dengan
pengajuan keberatan atas putusan BPSK di pengadila negeri. Sedangkan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
79 selama ini proses pemeriksaan perkara di pengadilan negeri hanya
berbentuk gugatan dan permohonan. Akan tetapi kalau kita lihat ketentuan Perma No.1 Tahun 2006 Pasal 6 ayat 2 tentang tata cara pemeriksaan
keberatan dinyatakan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan BPSK dan berkas perkara, hal ini mirip dengan upaya
hukum banding. PERMA No. 1 Tahun 2006 mengatur bahwa keberatan hanya dapat
diajukan terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK
82
dan dalam hal diajukan keberatan, BPSK bukan merupakan pihak.
83
Keberatan diajukan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri sesuai dengan prosedur
pendaftaran perkara perdata.
84
Dan dalam hal keberatan diajukan oleh konsumen dan pelaku usaha terhadap putusan BPSK yang sama, maka
perkara tersebut harus didaftar dengan nomor yang sama.
85
Adapun alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan keberatan
terhadap putusan
arbitrase BPSK
adalah apabila
memenuhipersyaratan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu:
86
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusandijatuhkan diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan arbitrase BPSK diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan yang disembunyikan oleh pihak lawan;
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
82
Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK
83
Pasal 3 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
84
Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK..
85
Pasal 5 Ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
86
Pasal 6 Ayat 3. Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
commit to user
80 Dalam hal keberatan diajukan atas dasar hal-hal disebut di atas,
maka Majelis Hakim dapat mengeluarkan pembatalan putusan BPSK.
87
Dan dalam hal keberatan diajukan atas dasar alasan lain di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 Ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung
RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK, Majelis Hakim dapat mengadili sendiri sengketa
konsumen yang bersangkutan. Bahwa atas dasar putusan BPSK kota Surakarta Nomor 04-
16LSIX2012BPSK.Ska tanggal 25 Oktober 2012 tersebut diatas, Pelaku usaha mengajukanKeberatan atau Banding ke Pengadilan Negeri Surakarta
kemudian diterima dan dicatat di register oleh Panitera Pengadilan Negeri Surakarta tertanggal 08 Novermber 2012 dengan Nomor Perkara : No.
233Pdt.G2012 PN.Ska. Atas dasar pengajuan keberatan tersebut, maka yang sebelumnya PT. Andalan Finance dulu sebagai Teradu, sekarang
menjadi Pemohon Keberatan dan Riyadi sebagai Termohon Keberatan. Oleh Pengadilan Negeri Surakarta, sengketa konsumen yang telah
diajukan oleh para pihak diselasaikan dengan model cara penyelesaian sengketa acara perdata biasa.
Model penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan Negeri pada dasarnya adalah sama, yaitu menggunakan proses beracara perdata biasa,
yang mana tahap dan proses persidangan, yaitu sebagai berikut :
88
1. Pembacaan Gugatan;
2. Usaha Perdamaian;
3. Jawaban Tergugat;
4. Replik Penggugat;
5. Duplik Tergugat;
6. Pembuktian Penggugat;
7. Pembuktian Tergugat;
87
Pasal 6 Ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata CaraPengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK.
88
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata “Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata”, Nuansa
Aulia, Bandung, 2011, hal.158
commit to user
81 8.
Kesimpulan; 9.
Putusan. Terhadap Gugatan Keberatan yang diajukan oleh PT. Andalan
Finance terhadap putusan BPSK Kota Surakarta Nomor 04- 16LSIX2012BPSK, Pengadilan Negeri Surakarta telah mengambil
putusan, yang amar putusannya sebagai berikut : 1. Menyatakan pengajuan Keberatan masih dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh Undang-undang; 2. Menyatakan Pengajuan Keberatan melalui Pengadilan Negeri Surakarta
tidak sesuai dengan tata cara pengajuan yang diatur dalam Undang- undang;
3. Menyatakan Keberatan terhadap Putusan BPSK Nomor 04- 16LSIX2012BPSK.Ska tertanggal 25 Oktober 2012 yang diajukan
Pemohon Keberatan melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta tidak dapat diterima;
4. Menghukum Pemohon Keberatan untuk membayar biaya perkara yang
timbul hingga saat ini sebesar Rp. 196.000,- seratus sembilah puluh enam ribu rupiah.
Adapun yang menjadi pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam mengambil putusan tersebut adalah :
1. Bahwa pengajuan keberatan masih dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh Undang-undang Pasal 5 ayat 1 PERMA Nomor 1 Tahun 2006
“Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 empat belas harin terhitung sejak pelaku Usaha atau Konsumen menerima
pemberitah uan putusan BPSK”. Dan Pasal 41 ayat 2 dan ayat 3
Kepmenperindag Nomor 350 Tahun 2001 yang berbunyi : “Dalam waktu 14 empat belas hari kerja terhitung sejak Putusan
BPSK diberitahukan, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan
menerima atau menolak Putusan BPSK” “Konsumen atau pelaku usaha yang menolak Putusan BPSK, dapat
mengajukan keberatan kepada Pegadilan Negeri selambat-lambatnya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
82 14 empat belas hari kerja terhitung sejak keputusan BPSK
diberitahukan”; 2.
Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 3 ayat 1 dan 2 PERMA No. 01 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap
Putusan Badan Penyelesaian Konsumen yang berbunyi : “Keberatan terhadap Putusan BPSK dapat diajukan baik oleh
Pelaku Usaha dan atau Konsumen kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan hukum kinsumen tersebut”
“Konsumen yang tidak mempunyai kedudukan hukum di Indonesia harus mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri dalam wilayah
hukum BPSK yang mengeluarkan putusan.” Bahwa dalam perkara ini yang berkedudukan sebagai Konsumen adalah
Termohon Keberatan dahulu Pengadu Riyadi diketahui yang bersangkutan berdasarkan identitas berkedudukan di Kuto Rt.11,
Mojodoyong, Kedawung, Sragen; 3.
Bahwa karena Termohon keberatan berkedudukan atau bertempat tinggal diwilayah hukum atau yurisdiksi Pengaduan Negeri Sragen,
maka sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat 1 dan 2 PERMA No. 01 Tahun 2006, maka menurut Majelis Hakim, tata cara pengajuan
keberatan perkara ini haruslah diajukan ke Pengadilan Negeri Sragen, maka pengajuan Keberatan yang demikian haruslah dinyatakan tidak
dapat diterima. Dengan tidak diterimanya Gugatan Keberatan yang diajukan oleh
PT. Andalan Finance oleh Pengadilan Negeri Surakarta, pada tanggal 26 Desember 2012 PT. Andalan Finance mengajukan Gugatan Keberatan Ke
Pengadilan Negeri Sragen dengan Nomor Register Perkara No. 55Pdt.GBPSK2012PN.Sragen. Yang mana di Pengadilan Negeri Sragen
Gugatan keberatan yang diajukan juga diselesaikan dengan model atau proses peradilan acara perdata biasa seperti apa yang telah dijelaskan
sebelumnya diatas. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
83 Proses atau model Litigasi yang dilakukan oleh pengadilan Negeri
Sragen tersebut dilakukan karena sebelum Proses persidangan berlangsung dan Hakim yang melakukan perdamaian tidak bisa mendamaikan kedua
belah pihak dan tidak ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak, maka persidangan dilanjutkan dengan menggunakan proses perdata biasa
oleh Pengadilan. Dengan diajukannya Keberatan Tersebut oleh Pemohon Keberatan,
maka Pengadilan Negeri Sragen mengambil keputusan, yang mana dalam amar keputusannya sebagai berikut:
1. Menolak keberatan dari Pemohon Keberatan;
2. Menguatkan Putusan BPSK Kota Surakarta Nomor : 04-
16LSIX2012BPSK.Ska Tanggal 25 Oktober 2012; 3.
Membebankan biaya perkara ini kepada Pemohon Keberatan sebesar Rp. 219.000,- dua ratus sembilan belas ribu rupiah.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara tesebut diatas adalah :
1. Bahwa sesuai dengan Pasal 130 HIR dan Perma No.1 tahun 2008
tentang Medisasi, maka selanjutnya Majelis Hakim berusaha untuk mengupayakan perdamaian kepada kedua belah pihak yang berperkara
dengan memberi kesempatan melalui proses mediasi dengan menunjuk seorang mediator Sdr. Toni Widjaya H.Hilly, SH Hakim pada
Penagdilan Negeri Sragen berdasarkan Penetapan Majelis No. 55 Pen.Pdt.GBPSK2012PN.Srg, tertanggal 9 Januari 2013.
2. Bahwa atas dasar laporan hasil mediasi dari Hakim Mediator yang telah
ditunjuk, yang menyatakan mediasi telah gagal karena kedua belah pihak yang berperkara tidak menghasilkan kesepakatan untuk
menyelesaiakan sengketa dengan jalan perdamaian, sehingga selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sidang dilanjutkan dengan
membacakan keberatan Pemohon, dimana Pemohon menyatakan tetap pada keberatannya dan tidak ada perubahan.
commit to user
84 3.
Bahwa pada proses persidangan kedua belah pihak sudah mengajukan bukti-bukti surat, seperti terlampir dalam lampiran putusan Pengadilan
Negeri Sragen. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan model
penyelesaian sengketa konsumen di BPSK dan Pengadilan Negeri adalah hampir sama. Yang membedakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen
di BPSK bisa dilakukan dengan menggunakan 3 cara sesuai dengan Pasal 54 ayat 4 jo. Pasal 26 sampai Pasal 36 Kepmenperindag No.
350MPP122001, yaitu sebagai berikut : 1. Persidangan dengan cara konsiliasi
Dalam Pasal
1 butir
9 Kepmenperindag
RI Nomor
350MPPKEP122001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK mendefinisikan “Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya
diserahkan kepada para pihak”. Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa di antara para pihak yang melibatkan pihak
ketiga yang netral dan tidak memihak. Konsiliasi merupakan suatu bentuk proses penyelesaian sengketa
di luar pengadilan. Pada proses Konsiliasi dilibatkan pihak lain di luar pihak yang sedang bersengketa yang bersikap pasif dan netral, tidak
memihak, pihak yang dimaksud disebut sebagai konsiliator. Pada sengketa konsumen, yang bertindak sebagai konsiliator adalah majelis
yang telah disetujui oleh BPSK. Tujuan dilibatkannya konsiliator adalah agar dapat dengan mudah tercapai kata sepakat atas pemasalahan
yang terjadi, sehingga sengketa dapat diselesaikan dengan baik. Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antar konsumen
dan pelaku usaha yang bersengketa selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian tersebut.
commit to user
85 2. Persidangan dengan cara Mediasi
Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah di mana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak
impartial bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.
Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh pihak ketiga
netral yang disebut mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk
maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen. Mediator tidak
berwenang memutuskan sengketa para pihak. Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
diserahkan kepadanya. Berdasarkan Pasal 31 Kepmenperindag No. 350MPP122001, prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara mediasi ada 2 dua cara, yaitu: a Proses penyelesaian sengketa konsumen menyangkut bentuk
maupun jumlah ganti rugi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak sedangkan kepada majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
bertindak pasif sebagai mediator. b Hasil musyawarah konsumen dan pelaku usaha dikeluarkan dalam
bentuk keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hasil musyawarah yang merupakan kesepakatan antara konsumen dan
pelaku usaha yang bersengketa, selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak yang
bersengketa yang diserahkan kepada Majelis BPSK untuk menguatkan perjanjian tersebut.
3. Persidangan dengan cara Arbitrase Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pengertian
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
commit to user
86 secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam proses ini,
pihak bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga netral
dan memberinya
wewenang untuk
memutus. Dalam
Kepmenperindag RI
Nomor 350MPPKep122001
tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK mendefinisikan“Arbitrase
adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya
penyelesaian sengketa kepada BPSK”. Penyelesaian sengketa melalui arbritase melibatkan pihak ketiga netral yaitu arbiter.
Pada persidangan
dengan cara
arbitrase, para
pihak menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa yang terjadi. Proses pemilihan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen menurut Pasal 32 Kepmenperindag No. 350MPP122001 dengan cara arbitrase dapat ditempuh melalui 2 dua tahap, yaitu:
a. Para pihak memilih arbitor dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang berasal dari unsur pelaku usaha dan
konsumen sebagai anggota Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
b. Arbitor yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbiter ketiga dari anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, jadi
unsur pemerintah selalu dipilih untuk menjadi ketua Majelis. Penyelesaian dengan cara arbitrase apabila kedua belah pihak
belum mendapatkan kesepakatan,maka oleh Hakim Majelis dilanjutkan dengan persidangan, yang pada intinya hampir sama dengan proses
persidangan di lingkup peradilan umum. Hanya saja yang membedakan pada proses persidangan di BPSK Hakim Majelis selalu memberikan
kesempatan kepada kedua belah pihak ynag berdengketa untuk berdamai, walaupun masih dalam proses persidangan.
Model penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase di BPSK mirip dengan proses di Pengadilan Negeri, dimana arbiter memberikan
commit to user
87 putusan yang menurutnya paling adil, dan putusan arbiter adalah mengikat
sebagaimana putusan hakim karena BPSK adalah pilihan yang telah dipilih oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak antara konsumen dan
pelaku usaha. Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, memuat duduknya perkara dan pertimbangan
hukumnya.
89
Perbedaan utamanya adalah bahwa arbiter bukanlah lembaga peradilan yang dimiliki Negara, melainkan orang-orang yang biasanya
dipilih oleh para pihak yang bersengketa, atas dasar reputasi dan keahlian mereka. Jadi konsep dasar putusan arbitrase BPSK, mirip dengan putusan
Pengadilan Negeri yaitu memiliki kekuatan memaksa, meskipun kedua belah pihak sama-sama tidak dapat menyetujuinya dan putusan arbitrase
BPSK tidak memuat irah- irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Dengan demikian putusan BPSK tidak memuat title eksekutorial.Titel eksekutorial merupakan salah satu kunci agar putusan
dapat dieksekusi.Tanpa titel eksekutorial makaputusan tidak dapat dieksekusi.
90
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bp. Bambang Ari wakil Ketua BPSK kota Surakarta, bisa dikatakan :
“bahwa model penyelesaian sengketa di BPSK pada dasarnya sama dengan model penyelesaian perkara perdata pada umumnya, dan sama
dengan proses beracara perdata di Pengadilan Negeri. Yang membedakan bahwa dalam setiap proses persidangan hakim sebelum memulai
persidangan selalu menawarkan perdamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa berprerkara. Namun demikian BPSK tidak mempunyai
kekuatan eksekutorial, yang berhak untuk melalukan eksekusi terhadap putusan BPSK adalah Pengadilan Negeri”.
Pasal 2 dan Pasal 4 SK Menperindag No : 350MPPKep122001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK menegaskan bahwa
89
Aman Sinaga, 2004, Peran Dan Fungsi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Upaya Perlindungan Konsumen, Makalah, hal 6.
90
Hasan Bisri, Teknik Pembuatan Putusan, Makalah yang disampaikan untuk Diklat Cakim angkatan ke III di Pusdiklat MA-RI, Bogor, 2008, hal 2.
commit to user
88 penyelesaian sengketa melalui BPSK bukanlah suatu proses penyelesaian
secara berjenjang. Oleh karenanya untuk mengajukan proses penyelesaian sengketa konsumen ke Pengadilan Negeri tidak harus berproses terlebih
dahulu melalui BPSK. Penegasan pada SK Menperindag ini dapat membantu memberikan pemahaman perihal upaya hukum keberatan
atau banding dan kasasi pada sengketa konsumen yang diajukan kepada BPSK,meskipun
ditinjau dari
tata urutan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Tap MPR Nomor III MPR 2000 Tentang
Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-Undangan, dimana suatu Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri tidak termasuk di dalamnya,
oleh karenanya suatu SK Menperindag tidak memiliki kewenangan untuk memberikan penjelasan terhadap materi suatu undang-undang, kecuali
dalam batas-batas kewenangan yang diberikan oleh undang-undang yang bersangkutan.
Tidak berbeda jauh dengan Penyelesaian sengketa di BPSK,dimana proses penyelesaian sengketa yang dilakukan di Pengadilan Negeri juga
mernggunakan Mediasi, hanya saja mediasi dilakukan sebelum proses beracara di Pengadilan berlangsung. Hakim selalu memberikan atau
mengupayakan perdamaian kepada kedua belah pihak, sebagai mana diatur dalam Pasal 130 HIR dan Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. Dan
apabila selama proses Mediasi gagal, dan kedua belah berlah pihak tidak terdapat kesepakatan, maka oleh Hakim Pengadilan Negeri, dilanjutkan
dengan Proses Beraca Perdata sesuai dengan prinsip beracara di peradilan umum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Agung Nugroho Hakim Pengadilan Negeri Sragen, mengatakan bahwa:
“model penyelesaian sengketa konsumen di Pengadilan Negeri pada dasarnya sama dengan yang dilakukan oleh BPSK, yaitu dengan
menggunakan hukum acara yang sama. Perbedaan muncul pada saat memberikan pertimbangan dalam putusan Hakim, yaitu bisa dari Hakim
Pengadilan Negeri sendiri, juga bisa dari Hakim Majelis BPSK” perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
89 Hal yang sama juga dikatakan oleh Bp. Ginting Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta, mengatakan bahwa: “model penyelesaian sengketa yang dilakukan di Pengadilan Negeri
menggunakan hukum acara pada umumnya, tentang tata cara, tata acara penyusunan putusan, adalah sama yaitu menggunakan hukum acara yang
terdapat di peradilan umum”
2. Hambatandan Solusi Dalam Memutus Sengketa Konsumen Di BPSK dan Pengadilan Negeri