50 1
Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami.
2 Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi
aturan-aturan hukum yang bersangkutan. 3
Efisien dan efektif tidaknya mobilitas aturan hukum. 4
Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga
harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa. 5
Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata hukum itu memang
sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.
7. Penelitian yang Relevan
1. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Dalam
Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Studi Penyelesaiain Sengketa Konsumen Di Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bandung. Penelitian oleh Bra. Putri Woelan Sari Dewi, SH, dari Universitas Doponegoro, dengan hasil
bahwa penyelesaian sengketa di BPSK Kota Bandung belum sesuai dengan kaidah atau peraturan perundang-undangan yang ada, dilihat dari
waktu penyelesaian berbeda antara aturan dengan kenyataan, bahwa dalam perundang-undanganpenyelesaian sengketa konsumen dalam waktu 21
dua puluh satu hari kerja sejak permohonan sudah mendapatkan keputusan Majelis. Dalam pelaksanaan di BPSK, 21 dua puluh satu hari
kerja terhitung sejak adanya kesepakatan metode penyelesaian sengketa, pada tahapan prasidang bukan sejak permohonan. Faktor penghambat dan
pendukung dilihat dari peran majelis yang bersifat pasif ketika menjadi konsiliator atau aktif ketika menjadi mediator atau arbitor dalam proses
penyelesaian sengketa konsumen adalah sesuai dengan aturan pelaksanaan BPSK dalam keputusan menteri yaitu majelis sebagai konsiliator hanya
menjawab pertanyaan pelaku usaha dan konsumen jika ada pertanyaan dari perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
51 kedua belah pihak dan itu tentang peraturan dibidang perlindungan
konsumen. Tetapi itu dapat menjadi penghambat ketidak aktifan para pihak yang bersengketa untuk bertanya. Dan menjadi pendukung ketika
para pihak yang bersengketa dapat saling berkomunikasi. 2.
Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Luar Pengadilan Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK Studi Kasus Di BPSK
Semarang. Penelitian oleh Sri Soerjani dari Universitas Diponegoro, dengan hasil penelitian bahwa tindakan-tindakan dari BPSK Kota
Semarang dalam penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara
lain : pengaduan atas kerugian pembelian produk, konsumen tidak puas atas pembelian rumah yang kondisinya tidak sesuai dengan yang
dipromosikan dan
klaim asuransi
jiwa. Kemudian
permasalahanhambatan-hambatan yang dihadapi oleh BPSK Semarang dalam menyelesaikan sengketa konsumen, antara lain :
a. BPSK Kota Semarang tidak memiliki kewenangan untuk memantau sejauh mana hasil aduan konsumen dapat ditindaklanjuti oleh pelakuk
usaha. Kemudian sulit menghadirkan pihak konsumen yang jumlahnya lebih dari satu orang.
b. hambatan yang dihadapi adalah hambatan operasional : perbedaan latar belakang anggota dan secretariat BPSK Kota Semarang.
Cara BPSK Kota Semarang mengatasi hambatan yang dihadapi diantaranya adalah dengan menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan
penyelesaian sengketa konsumen yang ditandatangani oleh ketua BPSK Kota Semarang. Kemudian pembentukan tim penyusun kode etik bagi
anggota dan sekertariat BPSK Kota Semarang. 3.
Pelaksanaan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Sengketa Konsumen Di Makassar. Disusun oleh Vita Sulfitri Y. Haya,
Universitas Hasanuddin Makassar. Hasil dari penelitian tersebut bahwa Implementasi dan prosedur penyelesaian sengketa konsumen pada BPSK
telah sesuai dengan ketentuan yang belaku yaitu Undang-undang No. 8 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
52 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Kepmenperindag No.
350MPP 122001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK, sebagai berikut:
a. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di bagi atas 2 tahap yaitu tahap pengajuan gugatan
dan tahan persidangan. b. Konsumen dapat mangajukan gugatan secara tertulis maupun lisan ke
sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya dilakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha.
c. Pada tahap persidangan dibagi menjadi 3 tahapan yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrase
d. Putusan mediasi dituangkan dalam Nota Perdamaian dan putusan arbitrase dituangkan dalam bentuk Putusan Majelis Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen. Keefektifan putusan BPSK dapat dilihat dari 2 aspek yaitu efektif dari
proses beracaranya karena proses beracara yang mudah, cepat, dan murah dan tidak efektif dari pelaksanaan putusannya karena terhadap putusan
BPSK yang bersifat final masih dimungkinkan adanya upaya keberatan di peradilan umum.
Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut diatas, terdapat perbedaan dengaan penelitian penulis, diantaranya yaitu lokasi penelitian.Lokasi
penelitian penulis berada di Kota Surakarta dan Sragen, sedangkan dalam penelitian yang relevan diatas diantaranya pertama berlokasi di Bandung,
kemudian penelitian relevan yang kedua berlokasi di Semarang dan penelitian relevan yang ketiga berlokasi di Makasar. Mengenai perumusan masalah
maupun pembahasan, dalam penelitian penulis membahas mengenai model penyelesaian sengketa yang digunakan oleh BPSK Kota Surakarta dan model
penyelesaian sengketa yang digunakan di Pengadilan Negeri Sragen. Sedangkan penelitian yang relevan tersebut diatas tidak demikian. Dalam
penelitian penulis, pembahasan tidak hanya berhenti pada putusan BPSK saja tetapi juga sampai di Pengadilan Negeri Sragen. Sehingga pembahasannya
commit to user
53 menjadi lebih luas karena sampai pada tingkat Pengadilan sesuai dengan yang
diputuskan oleh para pihak.Sedangkan dalam penelitian yang relevan diatas hanya membahas sebatas pada BPSK saja.
8. Kerangka Berpikir