Pada saat itu, Poso adalah lahan berjihad terdekat dari pulau Jawa. Oleh karena itu daripada harus ke Afghanistan, dia memilih untuk
menuntaskan jihadnya di Poso. Muncullah dorongan dari dalam hati untuk mengetahui konflik Poso dengan melihatnya sendiri. Selain
untuk menuntaskan jihadnya dan terlibat langsung, dorongan ini berjalin kuat dengan rasa senangnya pada perang.
....dari kaum muslimin sendiri, intern, bahwa orang- orang yang tertarik dengan dunia konflik itu tidak
hanya satu. Tapi banyak. Kenapa? Ketika mereka menerima ideologi jihad dari buku-buku, dari
literatur, dari pemahaman dia mau pergi ke Afghanistan jauh tapi dia melihat konsep yang
dekat, ya Ambon dan Poso itu. “Wah ini lho betul- betul jihad” Ndak usah jauh-jauh ke Afghanistan,
ke Irak, atau ke Amerika. Realisasi itu yang menyebabkan perbedaan. Termasuk saya pribadi
melihat konflik itu konflik jihad betul. 521-532 Tapi ingin melihat konflik itu langsung, ada apa sih?
Lhah, berkenaan dengan ini, dengan seneng perang ya. 224-226
g. Kesiapan untuk berjihad
Kekecewaan, sorge, solidaritas, serta ketertarikannya secara pribadi untuk terlibat langsung dalam konflik mendorong Yusuf
untuk merealisasikan jihad secara fisik. Dengan demikian, muncullah kesiapan untuk berjihad. Kesiapannya untuk berjihad juga
terwujudkan lewat penggabungan dirinya dalam laskar jihad. Bersama laskar jihadnya, Yusuf kemudian berangkat ke Poso.
Namun, sesampainya di Poso Yusuf mengalami penolakan karena pengalaman yang minim.
Meskipun mengalami penolakan, demi mencapai tujuan awal, Yusuf memutuskan untuk mengikuti dan mempercayakan dirinya
pada guide Lihat pada bagian Umwelt: Kepatuhan . Mengikuti dan mempercayakan dirinya pada guide menandakan bahwa Yusuf
bersedia mengatasi ketidakmampuan dengan bersedia dididik. Oleh karena itu, bukan masalah besar jika dia harus mengikuti pelatihan.
Asalkan, nantinya dia akan bisa ikut berjihad di Poso. Yusuf yakin bahwa konflik agama di Ambon dan Poso sangat dahsyat, makanya
dia harus terlibat. Demi mencapai hal tersebut, Yusuf memutuskan untuk mengikuti pelatihan militer.
Dari situ tadi, ketika di Filipin tadi “Kamu ngapain belajar perang? Lhoh, kan ada konflik Ambon dan
Poso. Itu perang Indonesia Timur.” Gedhe. Dan itu
lebih dahsyat dari Filipin kan mestinya. 104-108
Dorongan untuk mengikuti pelatihan tergolong dalam mode Mitwelt karena dipahami Yusuf sebagai fungsi solidaritas dan
manifestasi kosmopolitanisme di Indonesia. Sedangkan kepatuhan terhadap guide merupakan wujud Umwelt seperti telah diuraikan
sebelumnya. Namun, keinginan untuk belajar perang merupakan percampuran antara Mitwelt dan Eigenwelt, antara solidaritas dan
keinginan atas dasar ketertarikan. Ketika semuanya ini dikembalikan ke Yusuf dan dia memaknai jihad sebagai sebuah cara untuk
mempraktekkan teori, maka Yusuf memahaminya dalam mode Eigenwelt. Bagian pemahaman praktek ini akan dijelaskan oleh
bagian di bawah ini.
h. Praktek ideologi