Rasa ingin tahu terhadap jihad meningkat

tertanam keberanian meninggalkan itu. Tapi walaupun itu sifatnya itu masih idealisme. Oo, aku ini ini gitu lho. Tapi belum ada action gitu lho. Kalau jaman sekarang kan ada action-action teroris itu kan sudah action. Bukan hanya ndak setuju, kalau perlu mberontak. 2234-2254 Daya kritis sekaligus rasa kecewa ini berkelindan dalam sebuah sikap anti. Anti memiliki konotasi ketidaksetujuan dan memusuhi. Dengan demikian sarat akan unsur melawan. Yusuf mengindentikkan sikap anti ini dengan keinginan untuk memberontak.

e. Rasa ingin tahu terhadap jihad meningkat

Asupan informasi mengenai jihad yang didapat dari orang sekitar, buku, majalh, maupun video sejak SMA terus meningkat ketika dia belajar di pondok. Rasa ingin tahu yang meningkat ini juga kadang kala ditunjukkan Yusuf secara berani dan terbuka. Yusuf menyatakan keinginan maupun pendapat kepada orang di sekitarnya mengenai pemahaman dirinya Dan menurutnya, pertanyaan yang dia tanyakan cenderung tidak ditanyakan oleh teman-teman di pondok. Kadang ada sempet pertanyaan sama dosen. “Pak, eee kalau kita mendirikan negara Islam apa salah?” Sempat nanya begitu saya. Di antara temen-temen yang lain nggak berani. Tapi saya terbuka. “Kita jujur saja, Pak. IAIN di seluruh Indonesia melahirkan sarjana agama. Lha kebetulan saya ini fakultas syariah, Pak. Kita kalau bicara syariah ya syariah Islam. Kalau bicara syariah dalam hukum, fakultas hukum UGM sudah ngajarkan.” Saya bilang gitu. “Fakultas Unibraw, Unair sudah mengajarkan semua.” Saya bilang gitu. Kenapa kita, terus kemudian fakultas syariah kemudian mau berprinsip pengantar ilmu hukum umum atau bagaimana. Kurang anu kan, kurang fair, kita kan fakultas syariah, mestinya mengkaji hukum-hukum syariah. 237-253 Rasa ingin tahu yang besar mengenai jihad membuat Yusuf tidak menemukan kesesuaian pandangan dalam kelompok di pondoknya. Menurutnya cara berpikir Yusuf berbeda dengan para penghuni. Hal ini kemudian mendorongnya keluar dari pondok. Untuk mendapatkan asupan informasi mengenai jihad, Yusuf lalu mempelajarinya lewat dialog dan buku. Selama saya berbisnis itu sudah mulai banyak rasa ingin tahu. Saya datang ke pondok Al-Mukmin. Tapi bermain tok, dolan. Saya lewat mana saat itu, pokoknya Solo-lah. Saya lewat waktu itu, oo ini lho pondok Al-Mukmin. Saya datang ke Al-Islam Lamongan. Pondoknya Amrozy itu lho. Pondok Al- Mukmin itu udah pecah. Mana pecahannya? Lamongan. Ah Lamongan deket, naik bis. Main ke sana kenalan sama ee pondoknya. Wis, pokoknya kenalanlah sama… Pulang lagi. Besok dateng lagi bulan depan. Pulang lagi. Kenal santrinya, tak ajak ke tempat saya. Ngobrol, kurang lebih begitu lah. Nah, dari situ terus ada buku-buku jihad itu. Itu saya mulai mengenal. Buku-buku jihad Afghanistan. Kalau jiha d secara umum tadi sudah lihat… Pulang mbawa buku mbawa batik, kenal sama itu tadi, Al- Islam Al-Mukmin, terus dari Sahadah Boyolali. Sudah mulai kenal. Terus saya pernah mengajar di sekolah Muhammadiyah selama 6 bulan. Lumayan. Ya ke pondok, ngaji, terus ke kota Malang, silaturahmi ke Surabaya, ke Al-Falah. Ya pokoknya kaya keliling gitu aja…. 2568-2609 Rasa ingin tahu ini juga berbasis pada keyakinannya mengenai Islam di Indonesia. Menurut Yusuf, Islam sudah punya warna sendiri sehingga negara tidak perlu ada. Warna yang dimaksud Yusuf adalah identitas Islam. Karena identitas yang telah kuat ini, negara tidak berhak membatasi pergerakan umat Islam. Orang yang secara jelas-jelas, okelah atas nama tugas negara tapi kok disalahgunakan dengan peristiwa yang sangat besar itu. Contoh lagi ada hal-hal yang lain. Yang sifatnya itu ya mungkin komji. Komando jihad, musro, laskar jihad terus berangkat ke Ambon dan Poso itu sudah ada runtutan- runtutan tersendiri. Kita yang nglihat “Oh, ternyata negara ini tidak perlulah…” Dalam arti membatasi pergerakan yang ada di kubu umat Islam. Karena umat Islam sendiri sudah punya warna sendiri gitu lho Mas. 498-509

f. Concern terhadap konflik