b. Ketertarikan dengan konsep “kembali ke nabi”
Yusuf tertarik dengan konsep dalam Muhammadiyah karena ―kembali ke nabi‖. Dalam jalannya kembali ke nabi, Yusuf memilih
untuk tidak terikat aliran dalam agama Islam dengan tujuan untuk kembali ke Islam. Bagi Yusuf, Islam adalah Islam, bukan Islam yang
dibatasi oleh parsialitas aliran Eigenwelt. Lhoh, Islam kok slametan, roh‟e itu 3 hari masih di
rumah. 40 hari menjauh dikit. 1000 hari baru jauh. Kok bisa konsep seperti itu darimana? Karena
dalam konsep Islam meninggal ya meninggal, terputus. Kecuali tiga; amalnya, sodaqohnya jariah,
sama ilmunya yang bermanfaat. Itu yang terus mengalir dan tidak putus-putus... Jadi konsep-
konsep seperti itu yang dipaparkan Muhammadiyah, saya tertarik. Oiya, besok saya tinggalkan deh
tradisi itu. Saya ngomong ke keluarga saya seperti itu...
Konsep seperti
itu digagas
oleh Muhammadiyah dan bagus. Terus Muhammadiyah
menawarkan pendidikan.
Ada SMP
SMA Muhammadiyah. Ada kampus. Justru ini lebih
mendekati keperluan umat daripada tadi. Bancakan, terus ngumpul bareng satu lapangan, istiqosah, kaul
misalnya atau apa. Padahal menurut saya kalau itu memang dilakukan oleh nabi, nabi melakukan hal
itu. Nabi kan ndak. O, ini kyai sing melakukan. 1011-1060
Sebenarnya kalau saya dulu, konsep-konsep jihad atau konsep-konsep pemahaman NU, kemudian
meningkat bertambah jadi Muhammadiyah-lah. Bahasa garis besarnya seperti itu. Kemudian kita
sudah mulai sinkron dengan tidak terikat kepada
organisasi… Kita hanya mencontoh sikap-sikap Muhammadiyah,
tapi saya
bukan orang
Muhammadiyah. Begitu maksudnya. Misalnya orang Muhammadiyah tidak tahlilan. Kan saya juga tidak
tahlilan. Tidak kunut subuh juga tidak kunut subuh, tapi saya bukan orang Muhammadiyah. Saya ingin
kembali sebagaimana Islam. Jadi Islam itu apa yang diajarkan ya Islam. Nanti kalau saya ke
Muhammadiyah orang NU mesti benci kepada orang
Muhammadiyah. Saya
kalau NU,
Muhammadiyah benci sama orang NU. Timbal- balik. Tapi kalau saya posisinya saya bukan NU
bukan Muhammadiyah saya Islam, Islam, Islam tok gitu lho ndak ada Islam NU Islam Muhammadiyah.
1232-1254
Bagi Yusuf, menganut Islam secara kafah berarti menjalankan aturan agama yang didasarkan atas segala apa yg
dinukilkan dari nabi; baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan. Apa yang dinukilkan nabi memiliki terjemahan apa yang
tertulis di kitab suci. Yusuf mempraktekan purifikasi terhadap ajaran nabi yang telah banyak ditambah-tambahi. Namun ketika terjadi
rigiditas terhadap praktek agama, kepatuhan terhadap dogma tidak dapat dihindari. Hal ini berhubungan erat dengan tema yang ada
dalam mode Umwelt, yakni kepatuhan. Ketika hidup dalam mode ini; maka apa yang tertulis di kitab suci adalah apa yang harus
dilakoni. Bukan lagi karena aku yang
―kembali ke nabi‖ Eigenwelt. c.
Komunitas menjadi jembatan munculnya keberanian dan daya kritis
Pada masa SMA, Yusuf menggabungkan diri dalam komunitas remaja masjid. Komunitas ini memiliki impresi akan
kebanggan tersendiri dalam diri Yusuf. Kebanggaan tersendiri menjadi remaja masjid memunculkan kesiapan untuk berkarya dalam
remaja masjid. Kesiapan berkarya ini juga membuka diri Yusuf untuk semakin melibatkan diri dalam komunitas ini. Tentu saja
dengan keterlibatan dalam komunitas ini Yusuf mendapat banyak kenalan maupun asupan informasi selama tergabung dalam remaja
masjid. Cuma dari sisi saya ketika menjadi remaja masjid
itu bangga, kenapa? Di saat orang lain itu nggak mau ngurusi hal ini, cerdas cermat agama Islam se-
kabupaten Jombang, itu kan suatu kebanggan tersendiri. Dan undangan itu menyebar di 30 SD,
MI di seluruh Jombang. Terus saya kenal sama orang Departemen Agama; Pak Salim, termasuk
macem-macem guru-guru agama, guru-guru agama ya. 1915-1924
Keterlibatannya dalam remaja masjid juga mengantar Yusuf untuk
mengenal mengenai pergolakan Islam internasional. Pergolakan yang menurut Yusuf berkesan adalah perang Bosnia. Ketika itu
Yusuf menonton film Perang Bosnia yang oleh pemerintah dianggap subversif. Baginya, Srebrenica massacre ini terngiang-ngiang terus
di pikirannya. Bayangan mengenai pembantaian ini menjadi imajinasi tersendiri bagi Yusuf.
Perang Bosnia itu video, cuma oleh sospol, sospol tu waktu itu Pak Harto ya. Pak Harto itu punya sospol
tu di DPRD ya, berarti Pemda. Ada namanya sospol untuk mengamati gerakan-gerakan subversif.
Termasuk nyetel video Bosnia itu dianggap subversif... Saya belum pernah lihat film Bosnia,
maka saya nglobi Pak S
alim. “Pak, saya kasih pinjem.” Itu ada video. “Ya nanti habis nyetel
kembalikan saya.”, “Ya.” Disetel. Tak lihat tu konflik. Tak kembalikan selesai. 1974-1997
Selain film Perang Bosnia yang berkesan itu, Yusuf juga memiliki impresi khas ketika bakti sosial di Madura. Yusuf benar-
benar turun langsung ke masyarakat dan melihat langsung masalah
umat Islam. Dari situ muncul keprihatinan akibat muslim di Madura yang kurang memperhatikan ibadah. Keprihatinannya memunculkan
kepedulian terhadap Islam di sekitarnya sorge. Keadaan yang tidak mendukung dijalankannya Islam secara kafah terjadi di Madura.
Dari sana saya mulai terketuk juga, ternyata seprimitif-primitifnya sini tu walaupun dia orang
Madura katanya Islamnya banyak toh kenyataan seperti ini keleleran, macem-macem. Di tengah
hutan, terbengkalai, nggak tahu sholat, terus kemudian minum langsung dari sungai, mandi juga
langsung dari sungai. Itu Mas, aku kaget ya melihat gaya....Islam kok seperti ini. Ya, apa ya, melihat dari
fakta kemudian saya melihat dari konsep ajaran. Misalnya disuruh sholat 5 waktu, lha wong iki we
adus pisan neng njero kali lanang-wedok campur, misalnya. Lha terus piye? 2046-2066
Selain daya kritis, Yusuf juga menunjukkan bahwa dia berani
berkonflik dengan pihak yang tidak adil. Dalam hal ini adalah sekolahnya yang membuat aturan irasional. Pada waktu itu sekolah
melarang penggunaan jilbab dalam foto ijasah dan ini tidak sesuai dengan tuntunan muslimah. Untuk mencapai kebenaran bersama,
Yusuf menganggap aturan irasional ini pantas untuk diperdebatkan. Jadi orang yang menyetorkan foto ijasah pakai
jilbab, itu harus dibuka jilbabnya. Atau potret sekolahan....
“Ee, Pak, saya mau nanya Pak. Kita sekolah kan SMA 2 Pak. Kalau kita menghargai
kebebasan Pak, kebebasan berekspresi. Okelah kalau Bapak melihat orang kayak orang Pramuka,
orang OSIS, sementara kami Remaja Masjid punya citra tersendiri. Kemudian kami punya jilbab ini ya.
Mbak-mbak putri itu ya. Itu kalau sudah sepakat mau nyetorkan foto pakai jilbab apa salahnya Pak?
Satu. Dua, undang-undang yang mengatur itu mana Pak? Kalau langsung dari Menteri, tunjukkan
Menterinya.”, ya saya sampai seperti itu, “Kalau
dari Depag, apa bunyinya? Sekarang apa bedanya kita sebagai pelajar, kemudian Bapak-bapak
sebagai guru pengajar kemudian Bapak-bapak melihat madrasah aliyah di depan kita.”, saya
tunjuk itu. “Madrasah Aliyah, dulu kita sholat Jumat di sana. Lha itu saja ijazahnya saya tahu betul,
mereka juga pakai jilbab. Langsung di bawah Departemen Agama. Kenapa boleh? Sementara kita
kok nggak boleh.... Terus setelah persidangan itu selesai, besoknya perwakilan ke Departemen
Agama, minta SK. SK dari kementerian bahwa ijasah tu boleh pakai jilbab. Saya fotokopi. Saya
tunjukkan Kepala Sekolah, langsung diem Kepala Seko
lah. Iya betul itu. “Pak, SK dari menteri agama. Silakan diperiksa keaslian. Kalau ini palsu, bisa
dituntut, Departemen Agama .” Bingung dia, karena
ya mungkin sentimen. Karena ada beberapa melihat gelagat. 2105-2179
Pola membela kebenaran di atas terus mendapatkan penguatannya di dalam remaja masjid. Di komunitas inilah muncul
heroisme dalam memperjuangkan apa yang dianggap benar baginya. Identitas kelompok yang cenderung kuat meningkatkan kebangaan
serta keberaniannya untuk memperjuangkan yang menjadi kebenarannya.
Setelah itu setelah juara 1 tadi kita mendapat ya mungkin ada unsur “Kita ini juara 1, masak hanya
berhadapan dengan keputusan Kepala Seolah kok kita mundur gitu lho.” Hampir seperti itu, ada nilai
opo ya, heroisme dalam diri-diri kami. Kami tu sungguh-sungguh gitu lho memakmurkan Masjid di
sekolahan. Terus begitu saya kelas 3, kader kelas 1, kelas 2 sudah siap. Jadi makna pengkaderan itu
pengajian keputrian banyak, keputraan juga banyak, terus kemudian pengajian bersama banyak. 2180-
2191
Terjadinya penguatan kelompok membuat Yusuf memiliki dinamisme keberanian ketika menghadapi apa yang berada di luar
kebenarannya. Wujud dari penguatan sendiri tampil dalam rasa bangga yang membuatnya terlibat aktif dalam komunitas.
d. Keberpihakan terhadap hukum Islam