Pemerintahan Sultan Sambas Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin I

63 Fatima, dan Pangeran Muda Sulungi Pangeran Jaya Kesuma. Sultan Abubakar Kamaluddin wafat pada hari Senin 8 Rajab 1175, bertepatan dengan tanggal 3 Februari 1762 76 .

d. Raden Jamak Bergelar Sultan Umar Akamuddin II 1762-1793

Setelah Sultan Abubakar Kamaluddin wafat, menurut adat istiadat di Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan keluarga Sultan beserta para Menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut, dinobatkanlah Raden Jamak sebagai sultan ke-5 dengan gelar Sultan Umar Akamuddin II. Pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II di Kesultanan Sambas berlangsung selama 33 tahun. Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan orang- orang Cina secara besar-besaran di Sambas. Selain itu, Sambas juga dibuka menjadi daerah perkumpulan orang-orang Cina pada abad ke-18. Barang tambang seperti emas telah banyak diketahui di daerah perbukitan sebelah Timur dan Tenggara Sambas. Selama dua puluh tahun orang-orang Cina di Kesultanan Sambas menjadi ribuan serta melakukan kontrak dengan Sultan untuk membuka tambang emas. Untuk menanggulangi hal ini, Sultan Umar Akamuddin II mengangkat orang-orang Dayak untuk mengawasi kongsi Cina 77 . Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II, timbul dua peristiwa genting yang terjadi di Kesultanan Sambas, yakni: 76 Ibid., h. 49. 77 Arena Wati, Syair ‘’Perang Cina di Montrado’’. University Kebangsaan Malaysia, 1989, h. 41 dan Sejarah Indonesia. Karunia: Jakarta, Universitas Terbuka, 1986, h. 129. 64  Pada tahun 1770 kongsi Cina dari daerah Lara, Lumar, dan Monterado melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Sambas.  Pada tahun 1778 terjadi sengketa tapal batas antara Kesultanan Sambas dengan Kerajaan Mempawah. Namun, kedua peristiwa ini kemudian dapat diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat oleh masing-masing pihak 78 . Sultan Umar Akamuddin II mempunyai banyak istri, permaisuri yang pertama yang bergelar Ratu Sultan dan dikaruniai seorang putra yang bernama Raden Achmad Raden Gayung. Permaisuri kedua yang bergelar Mas Sultan binti Pangeran Mangku bin Pangeran Tamba’ Raja yang berasal dari keturunan raja-raja di negeri Landak, dikaruniai dua anak laki-laki yang bernama Raden Mantri dan Raden Samba’. Dengan permaisuri ketiga yang bergelar Mas Ayu dikaruniai dua anak laki-laki yang bernama Raden Pasu dan Raden Semar. Pada hari Rabu, 12 Rabiul Awal 1200 H, bertepatan pada tanggal 13 Januari 1786, Sultan Umar Akamuddin II telah menyatakan berhenti dan menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya Raden Gayung untuk memerintah di Kesultanan Sambas 79 . 78 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 50-51. 79 Ibid., h. 51. 65

e. Raden Gayung Bergelar Sultan Muda Achmad Tajuddin 1786-1793

Setelah Sultan Umar Akamuddin II mundur dari pemerintahan pada 13 Januari 1786, Kesultanan Sambas menyerahkan sekaligus menobatkan putranya Raden Gayung menjadi Sultan ke-6 dengan gelar Sultan Muda Achmad Tajuddin 80 . Sultan Muda Achmad Tajuddin memerintah di Kesultanan Sambas selama tujuh tahun. Dalam masa pemerintahannya yang tidak lama, Sultan Muda Achmad Tajuddin tidak banyak melakukan perubahan yang berguna bagi Kesultanan. Hal ini dikarenakan Sultan Muda Achmad Tajuddin menderita sakit keras yang menyebabkan ia meninggal pada hari Ahad, 15 Ramadhan 1207 H, bertepatan dengan tanggal 23 April 1793 dan disebut dengan Marhum Gayung. Selama masa pemerintahannya, Sultan Muda Achmad Tajuddin mempunyai seorang istri yang bernama Syarifah Aminah binti Syarif Muhammad Alaydrus. Dalam pernikahan ini, Sultan Muda Achmad Tajuddin tidak dikaruniai keturunan. Oleh karena itu tahta Kesultanan Sambas digantikan oleh adiknya Raden Menteri atau Raden Janggut 81 .

f. Raden Menteri Raden Janggut Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin I

1793-1815 Setelah Sultan Muda Achmad Tajuddin wafat, karena tidak memiliki keturunan disepakati bahwa adiknya Raden Menteri dinobatkan sebagai Sultan ke-7 dengan gelar Sultan Abubakar Tajuddin I pada hari Selasa, 11 Zulqaidah 1216 H. Sultan Abubakar Tajuddin I memerintah di Kesultanan Sambas 80 Ibid., h. 52. 81 Ibid., h. 52. 66 berlangsung selama 22 tahun. Pada saat yang bersamaan, diangkat juga seorang Wazir yang bernama Raden Pasu Pangeran Anom dengan gelar Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Pada masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin I mengalami peristiwa-peristiwa penting, yakni: pertama, Kesultanan Sambas diserang oleh Kerajaan Siak Inderapura di bawah pimpinan Raja Ismail. Pasukan Kerajaan Siak dapat dipukul mundur oleh pasukan Kesultanan Sambas yang dipimpin oleh Pangeran Anom. Dua tahun berselang terjadi penyerangan lagi yang dipimpin langsung oleh Sultan Siak yang bernama Said Ali Bin Usman, namun penyerangan ini dapat dikalahkan. Penyerangan datang dari angkatan perang yang ketiga dibawah pimpinan Said Mustafa dan Permaisurinya yang dibantu pasukan dari Aceh di bawah pimpinan Teuku Sambo. Dalam pertempuran itu, Permaisuri dari Siak ini dapat dikalahkan dan gugur di tangan Pangeran Anom. Dengan kekalahan pemimpin mereka, banyak dari pengikut Kerajaan Siak melarikan diri mengikuti rajanya, tetapi banyak juga yang menyerah dan mengabdikan diri kepada Kesultanan Sambas. Seorang Panglima Siak yang memimpin pasukan dari Aceh, Teuku Sambo ditangkap dan pada akhirnya turut mengabdikan dirinya kepada Kesultanan Sambas 82 . Kedua, pemberontakan Kongsi Emas Cina yang bermula antara Kongsi Tay Kong yang mengerjakan tambang emas di daerah Lumar dan Monterado berselisih dengan Kongsi Sam Thioe Keo yang mengerjakan tambang emas di Pemangkat. Penyebabnya ialah Kongsi Sam Thioe Keo mengerjakan tambang 82 Urai Riza Fahmi, dkk, Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas. Sambas: Istana Alwatzikhoebillah, 2003, h. 25. 67 emas di wilayah Kongsi Tay Kong. Pada akhirnya perselisihan ini dimenangkan oleh Kongsi Tay Kong. Dengan modal kemenangan ini, Kongsi Tay Kong merasa pasukannya hebat dan berani untuk melawan Sultan Abubakar Tajuddin I. Mereka ingin melepaskan diri dari kewajiban membayar upeti kepada Kerajaan Sambas. Mendengar hal ini, Sultan Abubakar Tajuddin I melalui pasukan yang dipimpin Pangeran Anom dan dibantu oleh Kongsi Sam Thioe Keo melawan Kongsi Tay Kong. Pertempuran ini meluas hingga ke lembah sungai Singkawang, dan tepat di sekitar Singkawang Pangeran Anom berhasil mengalahkan perlawanan Kongsi Tay Kong dengan berhasil menduduki kubu pertahanan mereka. Dalam pertempuran ini, salah seorang Panglima Kesultanan Sambas, Teuku Sambo gugur saat memperebutkan Monterado 83 . Ketiga, pada tanggal 24 Juli 1812, Kesultanan Sambas diserang oleh tentara Kerajaan Inggris. Pasukan ini sudah berada di Kuala Sungai Sambas untuk membalas menyerang Kesultanan Sambas karena Pangeran Anom pernah merampok dan menenggelamkan kapal Kerajaan Inggris 84 . Melihat hal ini, Sultan Abubakar Tajuddin I segera mempersiapkan panglima-panglima dan bala pasukannya untuk menghadapi Kerajaan Inggris. Dalam pertempuran itu, pasukan Kerajaan Inggris yang dibantu oleh masyarakat yang berkhianat berhasil masuk ke sungai Sambas Besar hingga ke sungai Sambas Kecil yang sebagian besar pasukan Kesultanan Sambas dan berhasil menduduki pertahanan Kesultanan Sambas. 83 Ibid., h. 25 84 Ibid., h. 26. 68 Puncaknya pada tahun 1813 di atas kubu pertahanan Kesultanan Sambas dinaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Dari pertempuran ini banyak prajurit dan panglima-panglima, termasuk Pangeran Muda gugur dalam mempertahankan Kesultanan Sambas. Sultan Abubakar Tajuddin I beserta keluarganya melarikan diri ke hulu Sungai Subah, daerah hutan gunung Senujuh. Oleh karena kelelahan dalam pelariannya dan sakit dalam usia yang tua, Sultan Abubakar Tajuddin I wafat pada Kamis malam, 20 Ramadhan 1229 H. Sultan Abubakar Tajuddin kemudian di bawa ke Istana untuk dikebumikan 85 . Selama masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin I memiliki banyak istri. Istri pertama dengan Utin Kencana binti Dato’ Pangeran Aria dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Raden Atung, istri kedua bernama Utin Chandra Sari binti Opu Daeng Menambun dikaruniai anak bernama Raden Biru. Istri ketiga bernama Daeng Samir binti Daeng Gembira dikaruniai seorang anak bernama Raden Fatimah, dan istri yang keempat bernama Daeng Usul binti Daeng Kelalak dikaruniai seorang anak bernama Pangeran Muda Aminah. Atas mufakat keluarga Istana diangkatlah Raden Atung menjadi Putera Mahkota dengan gelar Sultan Muda Achmad. Namun harapan dari Sultan Abubakar Tajuddin I tidak terwujud, karena Raden Atung terlebih dahulu meninggal. Oleh karena tidak memiliki pewaris laki-laki, berdasarkan musyawarah kerabat Istana diputuskanlah Raden Pasu Pangeran Anom sebagai Sultan Muda 86 . 85 Ibid., h. 26-27. 86 Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 53. 69

g. Pangeran Anom Bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I 1815-

1828 Sesuai dengan amanat dari Sultan Abubakar Tajuddin I, maka keluarga Kesultanan dan masyarakat Sambas menobatkan Raden Pasu Pangeran Anom menjadi Sultan ke-8 dengan gelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I pada hari Sabtu, 1 Muharam 1231 H 87 . Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 13 tahun. Turut dilantik juga seorang Wazir yang merupakan saudar a Sultan yakni Raden Samba’ dengan gelar Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Raden Semar dengan gelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma. Masa muda dihabiskan oleh Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I untuk bergaul dengan masyarakat pelaut. Selain itu, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I dikenal sebagai pelaut yang ulung, bijaksana, tangkas, gagah berani, dan siap mengorbankan diri demi keamanan dan kemakmuran Kesultanan Sambas 88 . Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I menjalankan politik dan taktik peperangan serta membuka pintu Kuala Sambas untuk kemajuan ekonomi rakyat agar semakin berkembang. Selain itu, perbatasan Kesultanan Sambas semakin meluas, ramai, dan makmur. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I berpendapat, bahwa seorang yang hendak menjadi pemimpin negeri haruslah meninjau keluar negeri untuk belajar melihat keadaan di negeri orang, 87 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 27. 88 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 55. 70 jangan seperti katak dalam tempurung. Hal ini dikemukakan karena Sultan lebih senang berada di laut. Sebelum dinobatkan sebagai Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I, terlebih dahulu Pangeran Anom dijadikan Pemimpin Panglima di Kesultanan Sambas. Dengan menggunakan kapal perangnya Keruis dan Fenes, Pangeran Anom melakukan pelayaran ke Banjarmasin untuk terlibat perang dengan bajak laut karena telah membunuh Imam Sambas yang bernama Datuk Imam Yakub pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II. Serangan ini berhasil memukul mundur bajak laut Banjarmasin hingga ke hulu sungai Barito 89 . Dalam perjalanan pulang, ia menyerang sebuah kapal dagang Kerajaan Inggris dan berhasil mengalahkan dan merampas barang-barang dagangan. Perjalanan dilanjutkan terus menyusuri kuala Mempawah sehingga terjadi kontak senjata dengan pasukan Kerajaan Mempawah. Dari Mempawah kemudian melanjutkan pelayarannya menyusuri sungai Kapuas hendak menyerang Kesultanan Pontianak. Namun, keinginan untuk menyerang tidak mendapat perlawanan dari pasukan Sultan Pontianak, malah sebaliknya mereka disambut dengan upacara adat Kesultanan yang pada akhirnya disepakati sebuah perjanjian untuk tidak saling menyerang antara Kesultanan Sambas dengan Kesultanan Pontianak 90 . Setelah dinobatkan sebagai Sultan, pada tahun 1816 dalam usahanya untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, Sultan melakukan 89 Ibid., h. 56. 90 Ibid., h. 56. 71 perjanjian persahabatan dan perdagangan dengan pemerintah Inggris di Batavia. Hal ini kemudian membuat Kesultanan perlu mengatur kembali pasukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dari ancaman para Kongsi-kongsi pertambangan emas orang Cina di Kesultanan Sambas. Pada tanggal 3 Februari 1819, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I mengikat kontrak persahabatan dan perdagangan dengan Commissaris Belanda Mayor Naphuis 91 . Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I merupakan Sultan pertama yang mengikat kontrak dengan pemerintah Hindia Belanda yang kemudian mendirikan loji. Pada tanggal 23 September 1819 kontrak pertama diperbaiki oleh R.J. Rusler, Commissaris Pemerintah Hindia Belanda di Borneo dan Goodman, Asisten Residen di Sambas 92 . Pada tanggal 11 Mei 1920 melalui J.M. Tobias memperbaiki lagi beberapa pasal dalam kontrak, seperti menetapkan gaji Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I. Selain meningkatkan keamanan dan kesejahteraan masyarakatnya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I juga terus mengembangkan ajaran Islam. Hal ini dibuktikan pada tahun 1823 Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I mendirikan ma sjid Jami’ disebelah kanan Istana dan mendirikan beberapa buah surau di dalam kota. Pada masa pemerintahannya, Sultan mulai membangun institusi keagamaan Islam di Istana dengan melantik H. Nuruddin Mustafa sebagai imam Kesultanan. Tugas imam adalah setiap hari datang ke istana untuk memberikan pengajaran 91 Ibid., h. 64 92 Ibid., h. 65. 72 agama terutama pengajian Al-Quran dan sembahyang kepada kerabat Sultan 93 . Dengan demikian, perkembangan Islam yang dilakukan di istana selanjutnya dijadikan sebuah lembaga pendidikan di kalangan elit penguasa, selain masjid. Selain itu, Sultan memerintahkan kepada masyarakatnya untuk lebih meningkatkan pengetahuan Islam dan melaksanakannya dengan baik. Selama masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I memiliki beberapa orang istri yang pertama dengan Mamnawah bergelar Datuk Utin dikaruniai anak laki-laki bernama Pangeran Muda, istri kedu a Urai Pira’ binti Datuk Raja Tua Ikram bergelar Sulthan Istri Baginda dikaruniai tiga orang anak bernama Raden Ishak, Urai Kemala, dan Urai Ruai. Istri ketiga Mas Parbu Baginda dikaruniai seorang anak bernama Raden Kencana, istri keempat Baginda dikaruniai anak bernama Urai Siti Wati 94 . Dalam masa kejayaan, kemajuan, kemakmuran, dan rasa aman, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I wafat pada hari Senin 2 Muharam 1244, bertepatan dengan tanggal 16 Juli 1828 dan disebut dengan Marhum Anom 95 .

h. Raden Samba’ Bergelar Sultan Usman Kamaluddin 1828-1830

Setelah Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I wafat, puteranya Raden Ishak yang bergelar Pangeran Ratu Nata Kesuma masih kecil. Berdasarkan hal itu, 93 Machrus Effendy. Penghancuran PGRS-Paraku di Kalimantan Barat. Pontianak. 1995. h. 20. 94 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 28. 95 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 64-65. 73 diadakan musyawarah kerabat Istana memutuskan untuk menobatkan Raden Samba’ sebagai Sultan ke-9 dengan gelar Sultan Usman Kamaluddin pada hari Senin, 2 Muharam 1244 H. Pelantikan ini juga berdasarkan persetujuan dari Majelis Wali Voogdy Raad yang dibentuk pada tanggal 29 November 1928 dan disahkan oleh Pemerintah Belanda berupa Besluit Gubernur Jenderal pada tanggal 8 Mei 1829. Majelis Wali ini terdiri dari Asisten Residen Belanda di Sambas sebagai penasihat, Sultan Usman Kamaluddin sebagai ketua, Raden Semar dan Raden Tajud sebagai anggota 96 . Hal ini bertujuan untuk menunggu Raden Ishak berumur dua puluh tahun dan siap untuk memimpin Kesultanan Sambas. Sultan Usman Kamaluddin memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 3 tahun. Dalam masa pemerintahannya tidak banyak perubahan yang terjadi di dalam Kesultanan Sambas. Sultan hanya meneruskan apa yang telah dibangun dan rencanakan oleh Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I. Selama pemerintahannya, Sultan Usman Kamaluddin memiliki seorang istri bernama Ratu Sultan yang dikaruniai 10 orang anak yakni Urai Lisyah, Pangeran Jaya Ali bergelar Pangeran Jaya Kesuma, Urai Tijah, Urai Maimunah, Urai Kalsum, Urau Musa bergelar Pangeran Kesuma Indera, Urai Halimah, Urai Samah, Urai Siti, dan Urai Sa’a 97 . Pada tahun 1830, Sultan Usman Kamaluddin menyerahkan kekuasaannya kepada Raden Semar, dan diberi gelar Yang Dipertuan. Sultan Usman Kamaluddin meninggal pada hari Kamis, 7 Ramadhan 96 Urai Riza Fahmi, dkk, op.cit., h. 29. 97 Ibid., h. 29. 74 1274 H, bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1832 dan setelah wafat disebut Marhum Usman 98 .

i. Raden Semar Bergelar Sultan Umar Akamuddin III 1830-1846

Raden Semar yang merupakan seorang Wazir dinobatkan menjadi Sultan ke- 10 dengan gelar Sultan Umar Akamuddin III menggantikan Raden Samba’ pada tanggal 5 Maret 1831 99 . Sultan Umar Akamuddin III memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 16 tahun. Sultan Umar Akamuddin III adalah seorang Sultan yang rendah hati, dekat dengan rakyat, kesatria, berpengetahuan luas, dan berpengalaman luas yang diperoleh dari luar negeri Sambas. Pada masa pemerintahannya terdapat perselisihan di dalam keluarga Istana antara Pangeran Jaya Kesuma dengan Pangeran Ratu Nata Kesuma. Perselisihan ini dikarenakan keputusan Sultan menghentikan pemberian upeti dari Kongsi Cina di daerah Lara, Lumar, dan Bengkayang kepada Pangeran Jaya Kesuma dan dialihkan kepada Pangeran Ratu Nata Kesuma. Sudah berulangkali Sultan berupaya untuk menyelesaikan perselisihan ini dengan jalan damai, namun pada akhirnya sia-sia. Sultan Umar Akamuddin III kemudian memutuskan untuk mengasingkan Pangeran Jaya Kesuma ke Betawi. Keputusan ini dibuat untuk menjaga ketertiban dan keamanan Kesultanan Sambas. Selain itu, adik Pangeran Jaya Kesuma, Pangeran Kesuma Indera turut diasingkan oleh Sultan Umar 98 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 68. 99 Urai Riza Fahmi, dkk, op.cit., h. 29. 75 Akamuddin III ke pulau Banda Naire karena menghasut Kongsi Cina di Lara, Lumar, dan Bengkayang 100 . Setelah sekian lama menderita sakit, pada akhir tahun 1874 Pangeran Jaya Kesuma Negara wafat dan dimakamkan di Kampung Angke, Batavia. Selama pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin III memiliki beberapa orang istri pertama Haji Bonda dan dikaruniai seorang anak bernama Raden Toko’, istri kedua Enci’ Baso’ dikaruniai seorang anak bernama Raden Tajud Raden Goreng, dan istri ketiga Enci’ Mahwa dikaruniai seorang anak bernama Raden Aria. Dalam pemerintahannya Sultan Umar Akamuddin III mengangkat Raden Ishak Kelukuk sebagai Sultan Muda. Saudaranya Raden Ruai bergelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma dan dua orang puteranya Raden Toko’ dan Raden Tajud diangkat sebagai Pangeran Ratu Mangku Negara dan Pangeran Bendahara Sri Maharaja. Pada tanggal 22 Desember 1846, Sultan Umar Akamuddin III wafat dan kemudian disebut dengan Marhum Tengah 101 .

j. Raden Ishak Bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II 1846-1855

Setelah Sultan Umar Akamuddin III wafat, pewaris tahta diberikan kepada Raden Ishak yang dinobatkan sebagai Sultan Sambas ke-11 dengan gelar Sultan Abubakar Tajuddin II pada tanggal 23 Desember 1846 karena resmi menerima pusaka negeri dan singgasana Kesultanan Sambas 102 . Sultan kemudian diikat kontrak oleh Residen Borneo Barat, Arnoldus Laurens Weddik, dan disahkan 100 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 68. 101 Ibid., h. 69-70. 102 Ibid., h. 71. 76 pada tanggal 9 Januari 1849 oleh Gubernur Jenderal Rochussen. Sultan Abubakar Tajuddin II memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 9 tahun. Pada masa pemerintahan Sultan Abubakar Tajuddin II terdapat dua peristiwa yang terjadi di Kesultanan Sambas. Pertama, adanya pemberontakan Kongsi Cina di Siminis dan Sebawi. Kongsi ini beranggotakan kongsi Thai Kong, Sam Tio Kiu, Mang Kit Tu, dan Lo Fong yang berkedudukan di Mandor. Pemberontakan ini bertujuan agar Sultan tidak ikut campur dalam pertambangan emas. Penyerangan yang dilakukan Kesultanan Sambas membawa korban yang banyak karena pertahanan Kongsi Cina ini memanjang hingga ke Pemangkat. Dengan suasana Kesultanan mulai kacau, Sultan Abubakar Tajuddin II yang bermufakat dengan Wazir, Menteri-menteri, dan para Kiai memutuskan untuk meminta bantuan keamanan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1850, Gubernur Jenderal Rochussen mengirim pasukan yang dipimpin oleh Overste Sorg. Perlawanan Kongsi Cina berhasil ditumpaskan, dan mereka dipaksa untuk membuat perdamaian untuk tidak melakukan kegiatan apapun yang menentang Sultan 103 . Dalam pertempuran itu, Overste Sorg Komandan pasukan Belanda gugur dan dimakamkan di atas bukit Penibungan, Pemangkat. Namun, pada tahun 1853 pemberontakan dari Kongsi Cina terhadap Sultan dilakukan lagi di seluruh wilayah Kesultanan Sambas. Pada tahun 1854, melalui pasukan pemerintah Belanda yang dipimpin Overste Andressen berhasil menumpaskan pemberontakan Kongsi Cina yang berkedudukan di Semanis, Sebawi, Pemangkat, Sebangkau, 103 Ibid., h. 71-76. 77 Selakau, Singkawang, Monterado, Lumar, Lara, Bengkayang, dan Mandor. Pimpinan mereka ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat, sebagian dari mereka melarikan diri ke Serawak 104 . Kedua, setelah beberapa bulan sejak Sultan Abubakar Tajuddin II memutuskan untuk berangkat ke Jawa, dan menetap di Kampung Bojong Meron, Kota Cianjur, timbul perselisihan antara kelompok seberang yang dipimpin Raden Toko’ dengan gelar Pangeran Ratu Mangku Negara dengan kelompok pedalaman Raden Ishak bergelar Sultan Abubakar Tajuddin II. Akibat peristiwa tersebut, dua orang Pangeran dari kelompok pedalaman diasingkan, yaitu Raden Hamid bergelar Pangeran Laksamana diasingkan ke Bengkulu dan Pangeran Puspa Indera diasingkan ke pulau Ternate 105 . Selama masa pemerintahannya, Sultan Abubakar Tajuddin II memiliki beberapa orang istri. Istri pertama Ratu Sabar yang dikaruniai dua orang putra bernama Raden Afifuddin Putera Mahkota dan Raden Syarifuddin. Istri kedua Mas Siti dikaruniai seorang putri bernama Urai Siti Madinah, dan istri ketiga Raden Ayu dikaruniai 10 orang anak bernama Raden Abdul Muthalib bergelar Pangeran Muda Nata Kesuma, Raden Abdul Manaf, Raden Nilawati, Raden Siti Ruminah, Raden Dernoh, Raden Usman bergelar Pangeran Paku Negara, Raden Muhammad Ali, Raden Muhammad Tajuddin, Raden Kuntan, dan Raden Baiduri. Saat diasingkan ke Pulau Jawa, anak Sultan Abubakar Tajuddin II, Raden 104 Ibid., h. 71-76. 105 Ibid., h. 71-76. 78 Afifuddin masih kecil, untuk menggantikannya diangkatlah Raden Toko’ untuk meneruskan tahta Kesultanan Sambas 106 .

k. Raden Toko’ Bergelar Sultan Umar Kamaluddin 1855-1866

Sultan Abubakar Tajuddin II beserta keluarganya diasingkan ke Cianjur dan disebut Marhum Cianjur, maka Raden Toko’ dinobatkan sebagai Sultan ke-12 dengan gelar Sultan Umar Kamaluddin pada 10 Mei 1855 107 . Sultan Umar Kamaluddin memimpin di Kesultanan Sambas berlangsung selama 11 tahun. Selama itu, Sultan Umar Kamaluddin memerintah Kesultanan Sambas sebagai Wakil Sultan sampai Putera Mahkota Raden Afifuddin dewasa. Pada masa pemerintahan Sultan Umar Kamaluddin hanya meneruskan segala rencana dan tetap memajukan Kesultanan Sambas. Puncaknya ketika Sultan Muda diangkat oleh Sultan menjadi wakil Pangeran Bendahara Sri Maha Raja. Dalam menjalankan tugasnya, Sultan Muda selalu bersikap arif, bijaksana, dan berperilaku sederhana. Dengan persetujuan Sultan Umar Kamaluddin, Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma dan Ratu Sabar, dinikahkanlah Siti Halijah Urai Khalijah binti Raden Toko’ dengan Sultan Muda Raden Afifuddin. Pernikahan ini tidak diberitahukan kepada Yang Dipertuan Abubakar Tajuddin yang masih berada di Cianjur. Dari pernikahan ini telah menghilangkan segala 106 Urai Riza Fahmi, dkk, Selayang Pandang, h. 31-34. 107 Ibid., h. 34. 79 perselisihan di Kesultanan Sambas antara kelompok seberang dengan kelompok pedalaman 108 . Selama pemerintahannya, Sultan Umar Kamaluddin memiliki empat orang istri yakni Raden Kencana, Urai Tikus, Enci’ Umi’, dan Hajah Zakiah. Dari pernikahannya ini dikaruniai 11 orang anak bernama Urai Aminah, Urai Midah, Urai Khalijah Permaisuri Ydt. Sultan Muhammad Syafiuddin II, Raden Muhammad Tarahan, Urai Muhammad Bashar, Urai Kimbak, Urai Kandar, Urai Seri Gading, Urai Putri, Urai Jumuh, dan Urai Gani. Pada akhir masa pemerintahannya, Sultan Umar Kamaluddin mendapat anugerah dari Pemerintah Hindia Belanda berupa Medali Emas Besar Groote Golden Medaille sebagai tanda setia, berbakti, berjasa selama menjadi Sultan Sambas. Medali ini berantai emas yang sambung menyambung sebanyak 24 keping, berat 6 tahil, 2 emas. Pada 24 Rabiul Awal 1283 H, bertepatan pada tanggal 6 Agustus 1866, Sultan Umar Kamaluddin digantikan oleh Raden Afifuddin. Setelah menyerahkan pemerintahan Kesultanan Sambas, Sultan Umar Kamaluddin diangkat sebagai Yang Dipertuan. Pada tanggal 12 November 1877, Sultan Umar Kamaluddin wafat, dan dikenal dengan sebutan Marhum Seberang, Marhum Tanjung, dan Marhum Bintang 109 . 108 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 77-78. 109 Urai Riza Fahmi, dkk, op. cit., h. 36-37. 80

l. Raden Afifuddin Bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin II 1866-

1922 Penobatan Raden Afifuddin menjadi Sultan Sambas ke-13 yang bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin II dinobatkan pada tanggal 6 Agustus 1866, menggantikan Sultan Umar Kamaluddin 110 . Upacara penobatan dilaksanakan dengan sangat meriah yang dihadiri oleh Controleur, tamu dari Belanda dan Indonesia, para Wazir dan Menteri, Kepala Distrik, Datuk Kaya, Kiai, Imam Khatib dan diiringi dengan 11 kali meriam diletuskan. Dalam penobatan ini juga Asisten Residen membacakan Surat Keputusan Pengangkatan Sultan Muda menjadi Sultan Sambas 111 . Selain itu, Sultan juga menanda tangani Kontrak Panjang dengan pemerintah Hindia Belanda. Sultan Muhammad Syafiuddin II memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 56 tahun. Sultan Muhammad Syafiuddin II merupakan pendongkrak kemajuan pembangunan, pendidikan dan agama di Kesultanan Sambas. Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin II mendirikan Istana baru diatas tanah bekas Istana lama. Istana baru ini terdiri dari beberapa balai yakni Balai Kencana Paseban Agung, Balai Sunting, dan Balai Ranjang. Di bagian belakang didirikan sebuah bangunan bernama Panca Puanda yang digunakan untuk pelaminan pengantin. Selain itu, turut dibangun juga sebuah ma sjid Jami’ dan beberapa terusan seperti terusan Kartiasa, Sebangkau, Sintali, 110 Ibid., h. 36. 111 Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 78a. 81 Semangau, Sagu, dan parit kampung Sabu 112 . Dengan dibangunnya terusan tersebut semakin memperlancar transportasi ke daerah lain, serta semakin membuat masyarakat bergairah untuk berladang, berkebun tebu, gambir, dan karet. Pada tahun 1872 atas prakarsa Raden Sulaiman Panji Anom yang bergelar Pangeran Cakra Negara perkembangan ajaran Islam, hukum Islam dan hukum adat Sambas semakin ditingkatkan. Pada bulan September 1903 didirikan sebuah sekolah “Bumi Putera” kelas dua yang diberikan kepada masyarakat untuk mendapat kesempatan mengenyam pendidikan. Sultan Muhammad Syafiuddin II berpendapat bahwa pengajaran adalah ilmu dasar segala kemajuan. Pada tahun 1910 dibangun sebuah sekolah Byzondere School yang berubah menjadi Hollands Inlansche School HIS pada tahun 1915. Sebagai bentuk untuk mengembangkan ajaran Islam bagi masyarakat, Sultan Muhammad Syafiuddin II dengan menggunakan uang pribadinya mendirikan sekolah agama yakni Madrasah al-Sultaniyah yang pembinaannya dipercayakan kepada Haji Fauzi Imran. Pada awalnya kurikulum madrasah ini masih terbatas pada pendidikan Islam. Para peserta didiknya hanya dari kalangan Kesultanan dan aktivitas pembelajaran masih di dalam istana. Namun setelah adanya pembauran dan keinginan untuk membuat madrasah ini menjadi semakin baik, madrasah mulai dikelola dengan memasukan kurikulum pendidikan barat di samping pendidikan Islam, agar dapat bersaing dengan sekolah-sekolah milik kolonial Belanda. Pada akhirnya madrasah al-Sultaniyah ini kemudian diganti namanya menjadi Tarbiatoel Islam. Pada tahun 1918-1922, Sultan Muhammad Syafiuddin 112 Ibid., h. 78c. 82 II meminta kepada rakyatnya untuk membangun jalan raya yang dimulai dari Sambas-Pemangkat-Singkawang-Bengkayang. Ikut dibangun juga tempat untuk berdarmawisata di Sebedang 113 . Pada tanggal 20 September 1912 datang Regeerings Commisaris pulau Borneo, W. Feyling untuk mengikat kontrak politik dengan Sultan Muhammad Syafiuddin II. Berdasarkan keputusan kontrak politik, Kesultanan Sambas menjadi sebuah Landschap. Sultan berhak menentukan hak dan kewajiban penduduk pribumi, orang-orang Eropa dan Timur Asing dalam wilayahnya 114 . Penduduk pribumi tunduk terhadap kuasa dan hukum Sultan Hukum Adat, sedangkan orang-orang Eropa dan Timur Asing tunduk pada hukum Barat Belanda. Sultan Muhammad Syafiuddin II dikenal oleh rakyatnya sebagai Sultan yang memperhatikan perkembangan daerah dan rakyat, menggunakan budi bahasa yang lemah lembut, ramah-tamah, dan tidak membedakan antara anak dagang dengan rakyat. Oleh karena itu, Ratu Wilhelmina menganugerahi bintang Commander in de Orde van Oranye Nassau kepada Sultan Muhammad Syafiuddin II, sebagai rasa hormat atas kebijaksanaan dan kesetia-kawanan dalam menjalankan kewajiban sebagai seorang Sultan yang membawa kemajuan di Kesultanan Sambas. Pada tanggal 31 Juli 1920, Gubernur Jenderal W.Y.P. Graaf van Limburg Stirum menyerahkan beberapa cindera mata berupa talam perak 115 . 113 Ibid., h. 78c. 114 Ibid., h. 78d. 115 Ibid., h. 78d. 83 Selama masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin II memilliki dua orang istri. Istri pertama Urai Khalijah Raden Siti Chatijah dikaruniai tiga orang anak bernama Raden Achmad, Raden Sandi Paraja Diningrat, Raden Muhamma d Thayib. Istri kedua Enci’ Nauyah Enci’ Nana’ dikaruniai seorang putra bernama Raden Muhammad Ariadiningrat Pangeran Paku Negara. Sebagai bentuk penghormatan terhadap kejayaan dan Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Syafiuddin II menuliskan “Silsilah Sambas”, Sejarah Asal Usul Kesultanan Sambas sejak dari keturunan Sultan Brunei, Sultan Tengah, Muhammad Syafiuddin I, dan Sultan Muhammad Tajuddin. Sultan Muhammad Syafiuddin II meletakkan jabatannya sekaligus diangkat sebagai Yang Dipertuan Muhammad Syafiuddin II pada 4 Desember 1922. Pada tanggal 12 Syafar 1343 H, bertepatan dengan tanggal 12 September 1924, Sultan Muhammad Syafiuddin II wafat 116 .

m. Raden Muhammad Ariadiningrat Bergelar Sultan Muhammad Ali

Syafiuddin II 1922-1926 Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin II menyerahkan kekuasaannya karena sudah lanjut usia, maka puteranya Raden Muhammad Ariadiningrat dinobatkan menjadi Sultan Sambas ke-14 bergelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II pada 14 Rabiul Akhir 1341 H, bertepatan dengan tanggal 4 Desember 1922. Disepanjang rumah para Pangeran, Menteri, Imam, Khatib, Datuk Kyai, Datuk-datuk Kaya, pegawai-pegawai, dan kota Sambas dihiasi dan 116 Ibid., h. 78a-78d. 84 dikibarkan bendera Kesultanan. Dalam upacara pelantikan juga dihadiri para tamu dari Controleur Sambas, Asisten Residen, Datu Kyai Beraja Wangsa bersama istri dan pegawainya dari Onderafdeeling Pemangkat, Singkawang, Bengkayang, Sambas, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh masyarakat Dayak dan Tionghoa 117 . Setelah itu Pangeran Bendahara, Pangeran Laksamana, dan para Demang membacakan Surat Baiah Jaminul Ikhlas bersumpah dengan ikhlas di hadapan Sultan, kemudian disusul dengan para hadirin menjunjung ke bawah duli pada saat Sultan duduk di atas singgasana 118 . Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 4 tahun. Saat pelantikan, Belanda mengikat kontrak politik Korte Verklaring dengan Sultan. Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II selalu bekerja keras untuk melanjutkan pekerjaan- pekerjaan yang telah dirintis ayahnya Sultan Muhammad Syafiuddin II. Selain itu, pada tahun 1923 Sultan meminta kepada rakyatnya untuk bergotong-royong untuk membuat terusan Segerunding, Kota Bangun, Sapu’, dan terusan Ketapang. Kesultanan Sambas dan rakyatnya semakin maju, makmur, aman dan tenteram. Penghasilan melimpah seperti getah karet, kopra, lada, gambir, sagu, pinang, damar dan rotan 119 . Selama menjabat, Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II memiliki dua orang istri, pertama Enci’ Maimunah binti Saunan dikaruniai seorang putra bernama 117 Ibid., h. 78f. 118 Urutan tata-cara adat Kesultanan Sambas yang dilakukan pada saat acara kebesaran adat Kesultanan Sambas. 119 Ibid., h. 78g. 85 Raden Abdulmuthalib Raden Rapot. Istri kedua Raden Zohra dikaruniai tujuh orang anak bernama Raden Munziri Ariadiningrat, Raden Madinah, Raden Fatimah Ariadiningrat, Raden Aisyah Ariadiningrat, Raden Laminah Ariadiningrat, Raden Abubakar Ariadiningrat, Raden Izah Ariadiningrat. Setelah hampir setahun menderita sakit, pada 1 Rabiul Akhir 1345 H, bertepatan pada tanggal 9 Oktober 1926 secara mendadak Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II wafat pada usia 54 tahun di Istana Pedalaman 120 .

n. Raden Mulia Ibrahim Bergelar Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin

1931-1943 Sewaktu Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II meninggal secara mendadak belum diangkat pengganti Sultan karena Raden Mulia Ibrahim masih muda. Maka sejak tanggal 10 Oktober 1926 dibentuklah Majelis Kesultanan yang bertugas melaksanakan tugas-tugas Sultan Sambas sampai pada tanggal 2 Mei 1931 121 . Majelis Kesultanan terdiri dari:  Controleur Sambas Van Dar Velden sebagai Ketua.  Pangeran Bendahara Sri Maharaja dan Pangeran Laksamana sebagai anggota.  Demang Kota Sambas, Raden Tachmid Panji Anom sebagai penasihat. Pada masa mudanya Raden Mulia Ibrahim pernah mengenyam pendidikan di Serang, Banten, sekolah OSVIA Opleiding School Voor Inlandsche 120 Ibid., h. 78e-78h. 121 Ibid., h. 78h. 86 Ambtenaar hingga tingkat tiga. Kemudian ia diminta pulang ke Sambas oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II untuk bekerja di Kantor Wakil Sultan di Singkawang yang dipimpin oleh Raden Haji Umar Junid. Raden Mulia Ibrahim dipindahkan di Kantor Wakil Sultan di Bengkayang yang dipimpin oleh Raden Ja’coeb Adiwijaya, dan dipindahkan lagi di Kantor Panembahan Ketapang-Matan di bawah pimpinan Gusti Muhammad Saunan. Pada tanggal 2 Mei 1931, Raden Mulia Ibrahim dinobatkan sebagai Sultan Sambas ke-15 dengan gelar Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin. Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin memerintah di Kesultanan Sambas berlangsung selama 12 tahun. Sebelum dinobatkan, pada tanggal 1 Mei 1931 Belanda mengikat kontrak politik dengan Sultan Mulia Ibrahim Syafiuddin. Dengan adanya kontrak politik ini, kekuasaan Sultan menjadi terbatas. Sultan diberi kekuasaan oleh pemerintah Hindia Belanda antara lain untuk melaksanakan hukum Islam dan hukum adat. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin, pembangunan Kesultanan Sambas di bidang pendidikan dan pengajaran tidak banyak mengalami kemajuan, karena pada tahun 1931-1933 situasi negeri Sambas mengalami masa krisis. Sekolah-sekolah seperti Voolkschool Sekolah Rakyat, Vervolgsschool Sekolah Sambungan, Standaardschool pengganti H.I.S, dan Madrasah al-Sultaniyah mengalami kemunduran 122 . Dengan semakin membaiknya situasi, pada tahun 1933-1935, Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin mendirikan Istana baru di atas Istana lama. Di bagian depan Istana 122 Ibid.,h. 78i. 87 dibangun Gapura bertingkat, dua buah pendopo untuk tamu, pertunjukkan seni dan lain-lain. Di sebelah kiri dan kanan dibangun pavilyun untuk tamu dari luar dan untuk Kantor Pribadi Sultan. Sedangkan di bagian belakang pavilyun digunakan untuk menyimpan barang-barang khazanah Kesultanan Sambas. Pada tanggal 19 April 1936 atas inisiatif dari Maharaja Imam Haji Muhammad Basyiuni Imran, Raden Muchsin Panji Anom, Raden Abubakar Panji Anom, dan Daeng Muhammad Harun dibentuklah perkumpulan dengan nama “Tarbiatoel Islam” yang sebelumnya bernama al-Sultaniyah dengan motto: Bangsa Indonesia tidak akan dapat maju kalau tidak memiliki perguruan bangsanya sendiri 123 . Dalam pergerakannya Tarbiatoel Islam tetap mengorganisir kembali perguruan al-Sultaniyah dengan mendirikan sekolah Schakel School. Selain itu, mereka membuka sebuah sekolah di Sambas dan dua sekolah agama masing-masing di Singkawang dan Pemangkat. Pada tahun 1936, turut dibentuk juga Peradilan Khusus untuk golongan pribumi di Kesultanan Sambas, yakni 124 :  Pengadilan Negeri yang sebelumnya disebut Landraad diganti namanya menjadi Pengadilan Balai Kanon. Diketuai oleh Sultan sekaligus Hakim Tunggal, dibantu seorang Paniter, dan penasihat seorang pejabat pemerintah Belanda dan pemuka Islam Maharaja Imam. Penuntut umum adalah Mantri Polisi dengan hukuman berlandaskan pada KUHP Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan peraturan lainnya yang 123 Ibid., h. 78i. 124 Ibid., h. 78i. 88 ancaman hukuman di atas enam bulan. Keputusan Balai Kanon harus diperkuat Landraad di Singkawang.  Pengadilan Setempat sebelumnya disebut Magistraat diganti namanya menjadi Balai Raja. Ketua adalah seorang Demang sebagai Hakim Tunggal. Dibantu oleh seorang Panitera dan penuntut umum ditunjuk Mantri Polisi dengan hukuman berlandaskan pada KUHP dan peraturan lainnya yang ancaman hukumannya di bawah enam bulan. Keputusan Balai Raja harus diperkuat oleh Kepala Pemerintahan Setempat Controleur.  Pengadilan Adat diganti namanya menjadi Pengadilan Balai Bidai. Ketua Pengadilan adalah Ketua Adat, Kepala Benua, Kepala Kampung. Anggota terdiri dari pemuka kampung seperti Lebai dan Penghulu. Pelaksanaan hukum berlandaskan pada hukum adat setempat berupa denda, ganti rugi, dan paling ringan adalah membayar kasal langir atau membayar biaya tepung tawar. Sebelum adanya campur tangan dari pemerintah Belanda, Pengadilan Agama di Kesultanan Sambas secara turun-temurun melaksanakan hukumannya berpedoman pada hukum Qisas menurut Islam. Misalnya membunuh dihukum bunuh, berzinah dikenakan hukum rezam 125 . Selama pemerintahannya, Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin memiliki dua orang istri. Istri pertama Raden Siti binti Pangeran Sri Maharaja Muhammad Thaiyib dikaruniai tujuh orang anak bernama Raden Berti, Raden Maryam, Raden 125 Ibid., h. 78j. 89 Muhammad Taufik, Raden Gunawan, Raden Anisah, Raden Fatimah, dan Raden Asmara. Istri kedua Raden Iyah dari Jawa Barat tidak dikaruniai keturunan. Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin meninggal bersama dengan Pangeran Sri Maharaja Muhammad Thaiyib setelah ditangkap oleh tentara Jepang pada tahun 1943 di Mandor. Pada tanggal 25 Maret 1945 - 18 Oktober 1945, oleh pemerintah Jepang dibentuklah Majelis Kesultanan Zitirijo Hiyogi Kai untuk melaksanakan pemerintahan di Kesultanan Sambas yang terdiri dari:  Kenkarikan yang berkedudukan di Singkawang dijadikan Penasihat.  Demang Kota Sambas, Raden Muhammad Siradj sebagai Ketua.  Raden Ismail dan Raden Hasan sebagai anggota. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada Agustus 1945, pada tanggal 20 Februari 1946 Gubernur Jenderal Belanda DR. H.J. van Mook melalui perantara Sultan Hamid II membentuk dan melantik sebuah Majelis Kesultanan Sambas yang terdiri dari:  Raden Muchsin Panji Anom bergelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma sebagai Ketua.  Raden Hasnan bergelar Pangeran Laksamana dan Urai Udin bergelar Pangeran Paku Negara sebagai anggota.  Haji Muhammad Basyiuni Maharaja Imam Sambas sebagai penasihat.  Raden Abubakar Panji Anom bergelar Pangeran Amar Diraja menggantikan Urai Udin yang diangkat menjadi Demang 126 . 126 Ibid., h. 78j-k. 90 Setelah Sultan Muhammad Ibrahim Syafiuddin wafat, hingga tahun 1946 belum ditentukan pengganti di Kesultanan Sambas. Hal ini dikarenakan Pangeran Ratu Raden Muhammad Taufik masih kecil, sedangkan Pangeran Kesuma Indra Raden Abubakar Ariadiningrat sedang ikut bertempur melawan Belanda di daerah Priangan, Jawa Barat 127 .

D. Hadirnya Pemukiman Baru

Wilayah pemukiman Kesultanan Sambas dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni daerah ibu kota Sambas dan sekitarnya berada pada daerah aliran sungai Sambas Kecil, daerah aliran sungai Subah dan sekitarnya, serta daerah aliran sungai Teberau dan sekitarnya. Mayoritas pemukiman masyarakat Melayu berada di daerah ibu kota Kesultanan. Selain itu, daerah yang berada di sekitar ibu kota Kesultanan juga ditempati oleh para pendatang dari luar daerah Sambas, seperti Jawa, Bugis, Batak, dan lain-lainnya yang telah lama menetap. Sedangkan bagi pemukiman orang-orang Dayak dan Tionghoa kebanyakan tinggal di daerah seperti Pemangkat, perbatasan kota Singkawang, perbatasan dengan Sarawak- Malaysia, dan perbatasan Kabupaten Bengkayang.

1. Pemukiman Dayak

Masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas merupakan suatu proses akulturasi budaya yang berbeda dan dapat diterima karena adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antara orang yang membawa budaya baru 127 Ibid., h. 78k. 91 dengan masyarakat asli setempat. Sebelum Islam jauh berkembang di Sambas, wilayah ini telah dihuni oleh masyarakat asli Kalimantan yakni suku Dayak. Kehidupan orang Dayak pada saat Islam belum masuk masih sangat tradisional dan masih bergantung pada alam. Cara mereka bergantung dengan alam yakni menyesuaikan diri mereka terhadap lingkungan sekitar, salah satunya dengan mendirikan pemukiman. Pada dasarnya pola pemukiman suku Dayak di Kalimantan Barat hampir sama antara yang satu dengan yang lainnya, hanya saja istilahnya yang berbeda. Letak pemukiman biasanya berada dan menghadap ke sungai yang arah pendiriannya disejajarkan dengan arah sungai. Tempat pemukiman orang Dayak biasanya disebut dengan Rumah Betang atau Rumah Panjang. Di dalam rumah Betang dapat menampung hingga puluhan kepala keluarga dan semua aktivitas bisa dilakukan di dalam rumah Betang. Rumah panjang berbentuk persegi empat panjang yang memanjang dari sebelah kiri ke kanan. Bagian atap rumah berbentuk atap lipat yang menggunakan bahan dari kayu belian disusun sirap 128 dan ada juga yang menggunakan atap daun rumbia daun sagu. Bentuk tiang pada rumah panjang pada umumnya berbentuk persegi empat dan ada juga yang berbentuk bulat dengan menggunakan bahan dasar dari kayu belian. Sedangkan bentuk lantai dari rumah panjang adalah bertingkat. Di dalam rumah panjang di bagi menjadi dua bagian, pertama bagian dalam rumah yang memiliki tiga kamar tidur beserta dapur. Selain itu, di bagian dalam rumah terdapat kamar untuk keluarga yang baru menikah ataupun yang 128 Sirap atau Atap sirap adalah kepingan papan tipis-tipis, biasanya dibuat dari kayu besi atau kayu ulin yang dipakai untuk atap atau dinding rumah. 92 sudah memiliki anak. Kedua, bagian luar rumah atau bagian rumah yang tidak berdinding terletak di bagian muka rumah. Di bagian ini terdapat tempat tidur berupa balai-balai untuk tempat tidur para anak laki-laki yang belum menikah, duda, dan para tamu pria. Di ruangan ini juga biasanya digunakan untuk mengadakan acara musyawarah orang-orang tua, pesta pernikahan, tempat makan bersama baik untuk menjamu tamu maupun para penghuni rumah, acara minum tuak setelah bekerja gotong-royong menanam padi di ladang, dan acara-acara adat lainnya. Selain itu, pada waktu siang hari balai ini digunakan oleh kaum wanita untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Di bagian atap rumah biasanya dibuat sebuah ruangan yang digunakan untuk menyimpan tikar, bahan-bahan keperluan rumah, dan tempat tidur anak bujang. Di bagian paling ujung rumah panjang, di buat sebuah teras rumah dari lantai papan yang tidak memiliki atap. Bagian teras ini biasa digunakan untuk menjemur padi, menjemur pakaian, dan keperluan sehari-hari lainnya. Sedangkan pada bagian bawah dan daerah sekitar rumah panjang biasa digunakan untuk bercocok tanam, beternak hewan seperti babi dan ayam 129 .

2. Pemukiman Melayu

Masuk dan berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas secara tidak langsung membawa dampak yang besar terhadap pola pemukiman masyarakatnya. Bila pada masa Islam belum masuk di pemukiman orang Dayak dengan rumah Betang sebagai identitas diri, setelah Islam masuk di tengah-tengah 129 Soenarpo, dkk, Arsitektur Tradisional Daerah Kalimantan Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, h. 175-180. 93 kehidupan orang Dayak pada akhirnya melahirkan sebutan bagi para pedagang muslim dan keturunan mereka, serta orang Dayak yang telah memeluk Islam yakni orang Melayu. Orang Melayu merupakan orang asing yang datang ke wilayah Kalimantan Barat, termasuk ke wilayah Sambas yang melakukan perdagangan dan menetap di Sambas. Para pedagang ini berasal dari Arab, Banjarmasin, dan Brunei yang telah menganut Islam. Setelah menetap cukup lama di Sambas, para pedagang ini kemudian menikah dengan masyarakat lokal yakni orang-orang Dayak. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa orang-orang Melayu generasi kedua berasal dari pernikahan campuran antara orang Dayak dengan orang Melayu. Selain itu, orang Melayu juga dapat berasal dari orang Dayak yang telah menganut Islam, namun tetap mempertahankan adat-istiadat mereka. Setelah Islam masuk dan berkembang, semakin banyak masyarakat Sambas yang tertarik dan menganut Islam. Hal ini kemudian membuat pola pembangunan dan kehidupan masyarakat mengalami perubahan, seperti mendirikan pemukiman. Pemukiman atau tempat tinggal orang Melayu sudah tidak menggunakan rumah Betang, melainkan mendirikan rumah yang terbuat dari kayu berbentuk sederhana dan sudah dalam keadaan disusun dan diatur rapi serta saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Tempat tinggal mereka terpusat di sekitar wilayah ibu kota Kesultanan Sambas dan sudah memiliki gang-gang kecil di antara rumah. Dalam suatu perkampungan Melayu dipimpin oleh seorang kepala kampung. Bangunan rumah dibangun berdasarkan jumlah keluarga yang dimiliki. Masing-masing keluarga memiliki satu buah rumah untuk ditempati yang setiap PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94 rumahnya memiliki dua sampai tiga kamar. Kerangka dinding berbentuk empat persegi panjang yang tegak lurus dan terbuat dari papan kayu seperti meranti atau mabang. Selain menggunakan papan, dinding rumah juga terbuat dari kulit kayu. Lantai rumah berbentuk empat persegi panjang yang terbuat dari papan kayu belian kayu besi dan mabang 130 . Sedangkan atap rumah terdiri dari susunan sirap yang terbuat dari kayu belian atau kayu mabang. Selain atap sirap, terdapat juga yang menggunakan atap daun yang terbuat dari daun rumbia daun sagu yang disusun dalam bentuk anyaman sebagian 131 .

3. Pemukiman Tionghoa

Pada abad ke-18 M, orang-orang Cina sudah datang ke wilayah Kalimantan Barat. Pada saat yang bersamaan, Sambas dibuka menjadi daerah perkumpulan orang-orang Cina. Kedatangan orang-orang Cina diawali dengan adanya permintaan secara besar-besaran oleh Sultan ke-5 Sambas yang bergelar Sultan Umar Akamuddin II untuk mempekerjakan mereka sebagai kuli di pertambangan emas sebelah Timur dan Tenggara Sambas. Para pekerja ini berasal dari Pesisir Selatan Cina yang terdiri dari dua kelompok yakni etnis Teochiu dan Hakka 132 . Setelah berada di Sambas para pekerja yang berasal dari dua etnis ini kemudian mendirikan kongsi Cina yang bekerja di daerah Lara, Lumar, 130 Ibid., h. 51-53. 131 Ibid., h. 51-53. 132 Nico Andasputra dan Stepanus Djuweng, Manusia Dayak Orang Kecil Yang Terperangkap Modernisasi. Institut Dayakologi, 1996, h. 17-18. 95 Monterado, dan Pemangkat. Selain bekerja sebagai kuli, mereka juga memiliki keterampilan lain seperti bercocok tanam yang lebih efisien. Pada saat Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan para pekerja kuli dan pedagang dari Cina, kebanyakan adalah laki-laki. Setelah menetap dan bekerja cukup lama, para pekerja dan pedagang ini menikah dengan masyarakat lokal baik masyarakat Dayak maupun Melayu. Mereka mendirikan pemukiman sendiri yang berada terpisah dengan pemukiman orang-orang Dayak dan Melayu. Saat ini sebagian besar pemukiman orang-orang Cina di Sambas terdapat di Pemangkat dan sebagian kecil berada di daerah perkotaan Sambas, serta populasi terbesar berada di kota Singkawang. Di wilayah Kesultanan Sambas, orang-orang Cina mendirikan pemukiman yang terpisah dari pemukiman Dayak dan Melayu. Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak cocok dalam urusan perdagangan dan menghindar dari adanya kontak fisik dengan orang Melayu. Dalam urusan perdagangan orang-orang Cina berhasil mengalahkan dominasi para pedagang Melayu yang kemudian menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi di antara masyarakat Cina, Melayu dan Dayak. Selain itu, dalam hal mendirikan bangunan orang-orang Cina memadukan bangunan khas Cina dengan bangunan rumah Betang. Namun kemudian mereka membuatnya lebih teratur dengan menambahkan jendela dan tempat untuk berdoa. Seiring dengan berjalannya waktu, kemudian banyak didirikan Klenteng yang digunakan untuk mereka berdoa dan bangunan rumah orang-orang Cina berubah bentuk kemudian biasa disebut dengan ruko.