95
Monterado, dan Pemangkat. Selain bekerja sebagai kuli, mereka juga memiliki keterampilan lain seperti bercocok tanam yang lebih efisien.
Pada saat Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan para pekerja kuli dan pedagang dari Cina, kebanyakan adalah laki-laki. Setelah menetap dan bekerja
cukup lama, para pekerja dan pedagang ini menikah dengan masyarakat lokal baik masyarakat Dayak maupun Melayu. Mereka mendirikan pemukiman sendiri yang
berada terpisah dengan pemukiman orang-orang Dayak dan Melayu. Saat ini sebagian besar pemukiman orang-orang Cina di Sambas terdapat di Pemangkat
dan sebagian kecil berada di daerah perkotaan Sambas, serta populasi terbesar berada di kota Singkawang.
Di wilayah Kesultanan Sambas, orang-orang Cina mendirikan pemukiman yang terpisah dari pemukiman Dayak dan Melayu. Hal ini dikarenakan mereka
merasa tidak cocok dalam urusan perdagangan dan menghindar dari adanya kontak fisik dengan orang Melayu. Dalam urusan perdagangan orang-orang Cina
berhasil mengalahkan dominasi para pedagang Melayu yang kemudian menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi di antara masyarakat
Cina, Melayu dan Dayak. Selain itu, dalam hal mendirikan bangunan orang-orang Cina memadukan bangunan khas Cina dengan bangunan rumah Betang. Namun
kemudian mereka membuatnya lebih teratur dengan menambahkan jendela dan tempat untuk berdoa. Seiring dengan berjalannya waktu, kemudian banyak
didirikan Klenteng yang digunakan untuk mereka berdoa dan bangunan rumah orang-orang Cina berubah bentuk kemudian biasa disebut dengan ruko.
96
4. Rumah Lanting Terapung Sambas
Semakin berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas, bukan hanya berdampak terhadap pola kehidupan masyarakat saja, tetapi terhadap pola
pembangunan rumah yang berbasis kearifan lokal. Pembangunan yang berlandaskan pada sikap, pandangan, dan kemampuan suatu komunitas di dalam
mengelola lingkungan rohani dan jasmaninya, yang memberikan kepada komunitas itu daya tahan dan daya tumbuh di dalam wilayah dimana komunitas
itu berada
133
. Hal ini secara tidak langsung kemudian mempengaruhi hadirnya arsitektur baru seperti di pemukiman Dayak, Melayu, dan Tionghoa yang
kehidupan dekat dengan sungai. Bukan hanya hadirnya arsitektur yang telah disebutkan diatas, namun hadir juga satu pola arsitektur yang sudah lama ada,
yakni rumah lanting atau rumah terapung yang merupakan rumah khas masyarakat di Sambas, Kalimantan Barat.
Rumah Lanting atau rumah terapung merupakan rumah dan perkampungan yang berada di tepian sungai Sambas yang biasa dihuni oleh satu kepala keluarga
atau lebih. Rumah ini bisa berpindah-pindah tempat dimana sebagian penghuninya mengandalkan sungai untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Rumah lanting terbuat dari kayu yang tahan terhadap air serta cuaca dalam jangka waktu panjang. Jenis kayu yang umumnya digunakan adalah kayu ulin atau kayu
damar. Alat atau bahan yang digunakan untuk mengapungkan rumah adalah kayu bulat yang diletakkan di bagian bawah bangunan. Agar tidak hanyut terbawa arus
133
Agus Maladi Irianto, 2009, Mahasiswa dan Kearifan Lokal, artikel online: http:staff.undip.ac.id
97
air, rumah lanting ini ditambatkan pada tonggak atau pohon di tepi sungai dengan panjang tali pengikat disesuaikan dengan pasang dan surut air sungai
134
. Keberadaan rumah lanting di Sambas dimulai sudah sejak lama sekitar abad
ke-18 M yang semula hanya dihuni oleh orang-orang Cina. Rumah lanting selain digunakan untuk tempat tinggal, namun digunakan oleh orang-orang Cina untuk
tujuan transaksi perdagangan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya zaman, hingga kini rumah lanting juga banyak digunakan oleh
suku Melayu. Hingga saat ini keberadaan rumah lanting masih bisa dijumpai di Sambas, namun jumlahnya sudah mulai sedikit.
E. Berdirinya Masjid Jami’ di Kesultanan Sambas
Semakin berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas tidak terlepas dari peran para Sultan yang berkuasa untuk terus melakukan penyebaran ajaran
Islam. Setiap Sultan yang berkuasa mempunyai cara penyebaran Islam yang berbeda satu dengan lainnya agar banyak masyarakat memeluk Islam dan
mendirikan fasilitas keagamaan berupa bangunan masjid. Pembangunan masjid dilakukan melalui dua pemerintahan yang berbeda dan biaya pembangunan
diambil dari sumbangan masyarakat sekitar Kesultanan serta menggunakan dana pribadi Sultan. Masjid Jamik yang ada di Sambas terdapat dua bangunan, pertama
didirikan oleh Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I dan masjid Jamik kedua didirikan oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II.
134
https:www.google.co.idRumah-Lanting -Sambas - Teknologi Rumah TerapungLanting. Diunduh tanggal 24 Oktober 2015.
98
Pembangunan pertama dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I atau Pangeran Anom dengan mendirikan sebuah
masjid yang diberi nama masjid Jami’ atau masjid Jami’ Pangeran Anom. Masjid Jami’ didirikan di sebelah kanan Istana Kesultanan dengan ukuran bangunan yang
tidak terlalu besar. Dalam pembangunannya, dana yang digunakan menggunakan uang Kesultanan serta adanya sumbangan dari masyarakat di sekitar Kesultanan
yang telah memeluk Islam
135
. Pembangunan kedua dilakukan setelah Islam semakin berkembang dengan
pesat dan mayoritas masyarakat Sambas menganut Islam. Oleh karena semakin berjayanya Islam di Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Syafiuddin II
mendirikan sebuah masjid berukuran besar yang diberi nama masjid Jamik. Masjid Jamik merupakan masjid ketiga di kota Sambas dan merupakan salah satu
masjid tertua di Kalimantan Barat. Dalam catatan sejarah Sambas, masjid Jamik merupakan masjid terbesar di kota Sambas dan menjadi masjid induk bagi semua
masjid yang ada di kota Sambas. Masjid Jamik yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan ke-13 ini
hingga sekarang masih mempertahankan bentuk asli bangunannya. Jumlah tiang tengah bagian tengah dalam masjid Jamik berjumlah delapan batang dan atap
masjid memiliki tiga tingkat. Selain itu, masjid Jamik memiliki tiga pendopo untuk masuk, yakni pendopo serambi bagian utara, selatan, dan timur. Masjid
Jamik memiliki arsitektur yang unik karena masjid berlantai dua, dan di dalamnya
135
Urai Fahmi Riza, dkk, Selayang Pandang Kerajaan Islam Sambas. Sambas: Istana Alwatzikhoebillah, 2003, h. 28.
99
memiliki bundaran artistik dari bahan kayu belian, serta terdapat sebuah mimbar khotbah kecil di bagian depan masjid
136
.
F. Adat Istiadat dan Kesenian Tradisional Sambas
Masuk dan berkembangnya Islam di wilayah Kesultanan Sambas berdampak sangat besar terhadap perubahan tatanan kehidupan dan kearifan lokal yang
dimiliki oleh masyarakat Sambas. Masyarakat lebih menghargai alam dan menyerahkan nilai-nilai kehidupan pada ajaran Islam yang bergantung kepada
Allah. Dengan semakin berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas, membuat masyarakat tidak begitu saja melupakan adat-istiadat yang sudah ada. Masyarakat
semakin kreatif untuk terus mengembangkan dan melaksanakan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun. Kesultanan Sambas dilihat dari segi kebudayaan
memiliki beragam jenis adat-istiadat dan kesenian tradisional yang hingga sekarang masih berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat di wilayah
Kesultanan Sambas. Terdapat beberapa bentuk adat-istiadat dan kesenian tradisional yang terus-menerus dilaksanakan di wilayah Kesultanan Sambas
hingga sekarang.
1. Tari Jepin Lembut
Tari Jepin merupakan salah satu dari lima kesenian yang hingga saat ini masih sering dipentaskan oleh masyarakat Kalimantan Barat. Keempat kesenian
lainnya adalah Tanjidor, Tari Dayak, Tari Sambas, dan Barongsai. Tari Jepin
136
Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h. 87.
100
dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Jepin tradisional dan Jepin modern kreasi baru. Tari Jepin tradisional masih bisa dibagi lagi menjadi empat jenis,
yaitu Jepin Massal, Jepin Tali, Jepin Tembung, dan Jepin Langkah atau Lembut. Sementara itu, Jepin kreasi modern memiliki kreasi yang sangat beragam.
Tari Jepin Lembut merupakan tari tradisional Melayu yang berasal dari daerah Sambas dan berkembang di daerah Kalimantan Barat. Tarian ini
ditampilkan oleh dua orang laki-laki penari yang menggunakan busana khusus terdiri dari tiga unsur. Tiga unsur yang digunakan yaitu baju teluk belanga yang
terbuat dari kain satin atau kain yang mengkilat, kain tenun Sambas yang dipakai hingga lutut, dan kopiah berwarna hitam. Kedua penari ini diiringi oleh musik
yang dihasilkan dari tiga jenis alat musik, yaitu sebuah gambus, dua buah ketipung beruas, dan sebuah gendang panjang. Ketiga alat musik ini dimainkan
oleh tiga orang pemain musik tanpa henti dari awal hingga selesainya seluruh gerakan tari. Lantunan syair-syair Islami mengiringi gerak tari dan alunan musik.
Syair-syair Islami yang dilantunkan berisi puji-pujian kepada Allah, Nabi Muhammad SAW, dan kewajiban atau larangan menurut ajaran Islam. Selain itu,
syair-syair Islami yang mengiringi pementasan tari Jepin Lembut merupakan bagian penting dalam koreografi tari secara keseluruhan. Dengan adanya syair-
syair tersebut, tari Jepin Lembut tidak hanya berfungsi sebagai seni hiburan semata-mata, melainkan juga melaksanakan fungsi sebagai media pendidikan
agama Islam bagi masyarakat. Tari Jepin Lembut muncul setelah Kerajaan Sambas mendapat pengaruh dari
ajaran Islam dan kemudian merubah Kerajaan menjadi Kesultanan Sambas. Pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
awalnya, tari Jepin Lembut berfungsi sebagai media dakwah yang digunakan untuk mengislamkan keluarga Kerajaan Sambas. Tari ini semula hanya dimainkan
oleh keluarga kerajaan untuk menyemarakkan acara-acara seperti pernikahan, khitanan, atau upacara potong rambut pada saat kelahiran anak. Namun, tari ini
lambat laun mulai dipentaskan oleh masyarakat umum seiring penyebaran Islam yang semakin luas
137
. Dalam pelaksanaannya, tari Jepin sendiri terdiri dari tiga gerakan umum,
yakni berdiri, membungkuk, dan jongkok. Posisi berdiri mencakup gerakan saat akan memulai tari yang dilanjutkan dengan langkah maju mundur. Posisi
membungkuk dilakukan pada saat melangkah maju yang dilanjutkan dengan gerakan serong kiri dan kanan lalu mundur dan berbalik. Posisi jongkok
mencakup gerakan tahtim penutup yang dilakukan pada saat tarian akan selesai. Sedangkan untuk tari Jepin Lembut memiliki empat ragam gerak, yaitu nyiur
melambai, mandayung, simpul pakis simpul paku, dan tahtim. Dalam setiap pementasannya, masyarakat Sambas meyakini bahwa tari
Jepin Lembut mengandung nilai-nilai budaya seperti nilai-nilai pendidikan agama, hiburan, pelestarian budaya, seni, dan olahraga. Hingga saat ini, tari Jepin Lembut
kerap kali di pentaskan baik acara di daerah Sambas maupun acara yang diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini merupakan
salah satu bentuk hiburan bagi masyarakat dan bentuk pelestarian budaya agar tetap lestari dan berkembang
138
.
137
Yusuf Efendi, “Tari Jepin Lembut”, dalam A. Muin Ikram, Deskripsi tari Jepin daerah Kalimantan Barat. Kalimantan Barat: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Pembinaan Kesenian, 19891990.
138
Ibid.
102
2. Tepung Tawar
Adat Tepung Tawar merupakan salah satu bentuk tradisi yang kerap kali masih dilaksanakan oleh masyarakat Melayu Sambas. Dalam perkembangannya,
pelaksanaan upacara acara Tepung Tawar ini sudah ada dan semakin berkembang seiring dengan semakin berkembang pesatnya ajaran Islam yang disebarkan oleh
para Mubaliq di sekitar wilayah Kesultanan Sambas. Acara Tepung Tawar bukan hanya berkembang dan dilaksanakan oleh masyarakat Melayu Sambas, tetapi
menyebar ke daerah-daerah di Kalimantan Barat lainnya seperti daerah Melayu Pontianak, Mempawah, Ngabang, Ketapang, Sintang, Sanggau dan Kapuas Hulu.
Secara harfiah kata Tepung Tawar terdiri dari dua kata yakni Tepung dan Tawar yang memiliki arti tepung yang rasanya tawar dan tidak terasa asin. Hal ini
didasarkan pada bahan kelengkapan pembuatannya yang terdiri dari tepung beras. Namun, dalam bahasa Melayu Sambas kata Tawar bisa berarti Jampi atau Mantra.
Tepung Tawar adalah tepung beras yang dicampur dengan air dan daun setawar yang digunakan untuk menjampi
139
. Dalam pelaksanaannya oleh masyarakat Melayu Sambas dilakukan dalam berbagai kegiatan yang berlandaskan pada
siklus kehidupan manusia. Acara Tepung Tawar dilakukan pada saat acara perkawinan, seorang ibu yang melahirkan anak pertama, sebuah keluarga
mendapat musibah meninggal dunia, sebuah keluarga menempati rumah baru, anak laki-laki yang di khitan, serta kejadian atau peristiwa penting dalam
masyarakat Melayu Sambas. Maksud dan fungsi mengadakan acara Tepung Tawar ini adalah untuk memohon keselamatan dan terhindar dari sesuatu yang
139
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka, Cetakan Kedua, 1989.