59
Kesultanan, Sultan secara bertahap terus mengembangkan ajaran Islam dengan melakukan penulisan dan mendirikan masjid dan surau untuk masyarakat. Dalam
masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I memerintah dengan baik, dan bahkan dicintai oleh masyarakat.
a. Raden Bima Bergelar Sultan Muhammad Tajuddin 1668-1708
Semakin berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas tidak terlepas dari adanya peran yang sangat besar dari Sultan Muhammad Syafiuddin I. Hal ini terus
berlanjut hingga Sultan Muhammad Syafiuddin I yang terakhir bergelar Yang Dipertuan Kesultanan Sambas wafat pada 10 Muharam 1080 H, hari Jumat
bersamaan dengan 9 Juni 1669
71
. Dengan ini, tahta Kesultanan diserahkan kepada anaknya, Raden Bima, sekaligus meneruskan semangat ayahanda untuk tetap
mengembangkan ajaran Islam di Kesultanan Sambas. Raden Bima dilantik menggantikan ayahnya, Sultan Muhammad Syafiuddin
I, oleh Wazir, para Menteri, dan Panglima Hulubalang menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin. Sultan Muhammad Tajuddin
merupakan Sultan kedua Sambas setelah masa Islam semakin berkembang. Sultan Muhammad Tajuddin memerintah di Kesultanan Sambas selama 40 tahun. Selama
memerintah, Sultan Muhammad Tajuddin dibantu oleh Wazir yang bernama Raden Ahmad yang bergelar Pangeran Bendahara Seri Maharaja, putra dari Raden
Abdulwahab, selain itu dibantu juga oleh Menteri, dan Pejabat Kesultanan. Sultan
71
Ibid., h. 47.
60
Muhammad Tajuddin juga penganut Islam yang sangat taat
72
. Dengan gagasan- gagasan yang cemerlang, beliau juga yang telah memindahkan pusat Kesultanan
Sambas dari Lubuk Madung ke Muara Ulakan hingga sekarang. Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Tajuddin sangat arif dan
bijaksana. Di Simpang Muara Ulakan, tempat Istana Kesultanan dijadikan pusat pengembangan Islam. Di setiap desa didirikan bangunan surau dan tempat
pengajian yang dijadikan tempat untuk memperdalam Islam. Pembangunan tempat beribadat di setiap desa ini dilakukan karena jumlah penganut Islam
semakin bertambah serta ajaran Islam mulai diterima di wilayah pedalaman- pedalaman Kesultanan Sambas.
Semakin berkembangnya penyebaran Islam membuat pemerintahan Sultan Muhammad Tajuddin dari tahun ke tahun semakin bertambah maju dan makmur
baik dalam jalur perdagangan yang semakin ramai, hasil pertanian dan pertambangan emas. Hal ini kemudian membuat para saudagar, dan kaum pelaut
berdatangan ke Kesultanan Sambas, sambil menjual belikan barang-barang dagangan mereka. Demikian juga dengan hubungan dengan Kesultanan Brunei
dan Kesultanan Matan, semakin erat dengan cara memberikan dan memperkenalkan hasil barang-barang kesenian masing-masing sebagai tanda
kaum kerabat
73
. Sultan Muhammad Tajuddin memiliki seorang istri yang bernama Puteri
Indra Kesuma, yang berasal dari Kesultanan Matan, adik bungsu dari Sultan
72
Ibid., h. 46-47.
73
Ibid., h. 47.
61
Muhammad Zainuddin. Dari pernikahan ini, Sultan Muhammad Tajuddin dikaruniai beberapa orang anak yakni Raden Mulia Melia sebagai Putra
Mahkota, Raden Tengah, Raden Jenab, Raden Rasmi, Raden Ratna Kumala, dan Raden Fatima. Memimpin Kesultanan Sambas dengan aman, makmur, dan adil,
Sultan Muhammad Tajuddin wafat dalam usia tua. Raden Bima yang bergelar Sultan Muhammad Tajuddin wafat pada hari Jumat 1 Syafar 1120 H, bertepatan
dengan 22 April 1708
74
.
b. Raden Mulia Melia Bergelar Sultan Umar Akamuddin I 1708-1732
Setelah Sultan Muhammad Tajuddin wafat, menurut adat istiadat di Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para Menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut, dinobatkanlah Raden Melia sebagai Sultan ke-3 dengan gelar Sultan Umar
Akamuddin I. Pada masa pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin I dikenal sangat adil
dan bijaksana, sehingga oleh rakyat Sambas disebut dengan “Marhum Adil”. Hal
ini didasarkan bahwa sebagai seorang Sultan ia memegang teguh dasar ajaran Islam yang sejati dan berperikemanusiaan, tidak sewenang-wenang dalam
melaksanakan tugas dalam pemerintahan Kesultanan. Selain itu, sebagai bentuk seorang muslim yang teguh, Sultan Umar Akamuddin I mendirikan sebuah masjid
baru untuk menggantikan masjid yang lama di Desa Dalam Kaum, dan diberi nama ma
sjid “Kamasallaita”.
74
Ibid., h. 48.
62
Selama pemerintahannya, Sultan Umar Akamuddin I memiliki seorang istri yang bernama Utin Kemala yang berasal dari Kerajaan Landak dikaruniai
beberapa orang anak, yakni Raden Dinga, Raden Timba, dan Raden Bungsu yang menjadi Putera Mahkota. Sultan Umar Akamuddin memerintah di Kesultanan
Sambas selama 24 tahun. Dalam pemerintahan yang sangat adil dan bijaksana, Sultan Umar Akamuddin I wafat pada hari Jumat 2 Rabiul Awal 1145 H,
bertepatan dengan tanggal 24 Agustus 1732
75
.
c. Raden Bungsu Bergelar Sultan Abubakar Kamaluddin 1731-1762
Setelah Sultan Umar Akamuddin I wafat, menurut adat istiadat di Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut, dinobatkanlah Raden Bungsu sebagai Sultan ke-4 dengan gelar Sultan Abubakar
Kamaluddin. Pemerintahan yang dilangsungkan oleh Sultan Abubakar Kamaluddin di Kesultanan Sambas selama 30 tahun. Selama periode
pemerintahannya, Sultan Abubakar Kamaluddin hanya dapat melanjutkan dan melaksanakan kegiatan pemerintahan yang telah dirintis oleh Sultan sebelumnya.
Hal ini dikarenakan sewaktu diangkat menjadi Sultan ia sudah uzur sakit. Sultan Abubakar Kamaluddin memiliki seorang istri yang bernama Ratu
Agung Surya Kusuma binti Opu Daeng Kamasi’. Dari pernikahan ini, Sultan Abubakar Kamaluddin dikaruniai beberap
a orang anak, yakni Raden Jama’ Jamak sebagai Putera Mahkota, Raden Ikram, Raden Lasum, Raden Inuk, Raden
75
Ibid., h. 48.
63
Fatima, dan Pangeran Muda Sulungi Pangeran Jaya Kesuma. Sultan Abubakar Kamaluddin wafat pada hari Senin 8 Rajab 1175, bertepatan dengan tanggal 3
Februari 1762
76
.
d. Raden Jamak Bergelar Sultan Umar Akamuddin II 1762-1793
Setelah Sultan Abubakar Kamaluddin wafat, menurut adat istiadat di Kesultanan Sambas pengganti biasanya diangkat berdasarkan persetujuan
keluarga Sultan beserta para Menteri. Berdasarkan persetujuan tersebut, dinobatkanlah Raden Jamak sebagai sultan ke-5 dengan gelar Sultan Umar
Akamuddin II. Pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II di Kesultanan Sambas berlangsung selama 33 tahun.
Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II mendatangkan orang- orang Cina secara besar-besaran di Sambas. Selain itu, Sambas juga dibuka
menjadi daerah perkumpulan orang-orang Cina pada abad ke-18. Barang tambang seperti emas telah banyak diketahui di daerah perbukitan sebelah Timur dan
Tenggara Sambas. Selama dua puluh tahun orang-orang Cina di Kesultanan Sambas menjadi ribuan serta melakukan kontrak dengan Sultan untuk membuka
tambang emas. Untuk menanggulangi hal ini, Sultan Umar Akamuddin II mengangkat orang-orang Dayak untuk mengawasi kongsi Cina
77
. Pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin II, timbul dua peristiwa
genting yang terjadi di Kesultanan Sambas, yakni:
76
Ibid., h. 49.
77
Arena Wati, Syair ‘’Perang Cina di Montrado’’. University Kebangsaan Malaysia, 1989,
h. 41 dan Sejarah Indonesia. Karunia: Jakarta, Universitas Terbuka, 1986, h. 129.