27
berbaur dengan para pendatang lain seperti Tionghoa, Banjar, Jawa, Batak, dan Minangkabau. Sementara orang-orang Dayak kebanyakan tinggal di daerah
pedalaman dan sedikit yang menetap di kota Sambas. Sambas merupakan wilayah yang mengalami pertumbuhan penduduk
cukup pesat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1915, Sambas memiliki penduduk sebanyak 123.000 jiwa, dengan rincian terdiri dari 100 orang Eropa, 26.000 orang
Dayak, 67.000 orang Melayu, Jawa, Bugis, 30.000 orang Cina, dan 270 orang Arab dan Timur asing lainnya dan pertumbuhan penduduk akan semakin
meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk yang mendiami Sambas pada tahun 2011 dan kepadatan penduduk sekitar 78,36
jiwakm² atau 2.724 jiwa per desa. Penyebaran penduduk di Kabupaten Sambas tidak merata antar kecamatan yang satu dengan yang lainnya
29
.
Tabel 1.1 Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sambas
No Kecamatan
Jumlah Penduduk
Jiwa Luas Wilayah
Km² Kepadatan
Penduduk Jiwakm²
Laju Pertumbuhan
Penduduk
1 Kecamatan Selakau
30.387 129,51
235 1,05
2 Kecamatan Selakau Timur
10.423 162,99
64 2,19
3 Kecamatan Pemangkat
44.783 111,00
403 0,44
4 Kecamatan Semparuk
24.026 90,15
267 1,10
5 Kecamatan Salatiga
14.752 82,75
178 0,55
6 Kecamatan Tebas
64.200 395,64
162 0,92
7 Kecamatan Tekarang
13.524 83,16
163 1,74
8 Kecamatan Sambas
45.993 246,66
186 2,25
9 Kecamatan Subah
17.525 644,55
27 -0,01
10 Kecamatan Sebawi 15.820
161,45 98
1,42 11 Kecamatan Sajad
9.985 94,94
105 0,49
29
https:id.wikipedia.orgwikiKabupaten Sambas. Diunduh pada tanggal 25 September 2015.
28
26 66
8 10
20 30
40 50
60 70
0-14 15-64
65
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
0-14 15-64
65
12 Kecamatan Jawai 35.089
193,99 181
0,13 13 Kecamatan Jawai Selatan
17.601 93,51
188 -0,33
14 Kecamatan Teluk Keramat 58.723 554,53
106 0,08
15 Kecamatan Galing 19.674
333,00 59
0,11 16 Kecamatan Tangaran
21.517 186,67
115 3,50
17 Kecamatan Sejangkung 22.836
291,26 78
2,32 18 Kecamatan Sajingan Besar 10.177
1.391,2 7
3,34 19 Kecamatan Paloh
24.144 1.148,84
21 0,93
Total 501.149
6.395,70 78
1,01
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2013.
2. Lingkungan dan Masyarakat Sambas
Sambas mayoritas didiami oleh suku Melayu. Sedangkan untuk suku Dayak dan suku pendatang lainnya hanya sebagian kecil. Dengan demikian, bisa
dikatakan mayoritas yang mendiami daerah perkotaan dan daerah kerajaan adalah suku Melayu. Sementara itu, bagi orang-orang Dayak tidak ada yang tinggal di
29
lingkungan kerajaan, bahkan mereka yang tinggal di perkotaan hanya sedikit. Mayoritas penduduk Dayak banyak tinggal di daerah pedalaman dan di daerah
perbatasan dengan Kabupaten-kabupaten lainnya, seperti di daerah perbatasan dengan Bengkayang, Singkawang, dan Serawak. Sementara itu bagi suku
Tionghoa kebanyakan mereka tinggal di daerah Pemangkat dan di daerah perbatasan dengan Singkawang. Bagi suku Banjar, Jawa, Batak, dan
Minangkabau kebanyakan dari mereka menyebar di setiap kecamatan yang ada di Sambas.
Asal-usul nama Sambas tidak terlepas dari adanya pengaruh Hindu yang dibawa oleh keluarga dan para prajurit Kerajaan Majapahit. Di dalam kitab
Negara Kertagama, lebih tepatnya Pupuh XII di sebutkan bahwa; Lwas dengan Samudra serta Lamuri Batam, Lampung dan juga Barus
itulah terutama negara Melayu yang t’lah tunduk. Negara - negara di pulau Tanjungpura: Kapuas - Katingan, Sampit, Kota Lingga, Kota
Waringin, Sambas, dan Lawai.
Selain itu, letak wilayah kerajaan Sambas dinilai sangat strategis karena berada di antara pertemuan muara sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau
30
dan berbatasan langsung dengan laut Natuna. Dengan demikian dapat dipahami jika
letak kerajaan Sambas sangatlah strategis. Selain dilalui oleh tiga pertemuan arus sungai Sambas Kecil, Subah, dan Teberau, wilayah Sambas juga menjadi jalur
perdagangan antar kerajaan yang ada di Kalimantan, serta menjadi jalur perdagangan internasional.
30
Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas – Sejarah Kesultanan dan Pemerintah Daerah.
Pontianak: Taurus-Semar Karya, 2001, h.11.
30
3. Agama yang ada di Sambas
Agama yang hingga sekarang diakui oleh pemerintah Sambas ada empat yakni, Islam, Katolik, Protestan, dan Khong Hu Cu. Meskipun sudah tidak diakui
oleh pemerintah sebagai suatu agama, kepercayaan lokal atau biasa disebut dengan religio naturalisme tetap hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat
modern sekarang ini yang kemudian menjadikan kepercayaan ini sebagai salah satu wujud kearifan lokal yang perlu dilestarikan.
Jauh sebelum agama Islam menjadi agama mayoritas di Sambas berkembang, agama Hindu memiliki peran yang cukup besar dalam kehidupan
kerajaan pada saat itu. Banyak dari para penduduk lokal yang menganut agama Hindu, karena dianggap tidak bertentangan dengan kepercayaan lokal. Bahkan
banyak peninggalan sejarah Hindu yang hingga sekarang masih tetap dipertahankan, seperti kain tenun Sambas yang kemudian mendapat penghargaan
dari UNESCO
31
.
B. Letak Wilayah Kesultanan Sambas
Wilayah Kesultanan Sambas saat ini terletak di ibukota Sambas, tepatnya di antara pertemuan tiga anak sungai yakni, sungai Sambas Kecil, sungai Sungai
Subah, dan sungai Teberau. Istana Kesultanan Sambas berada di daerah Muara Ulakan, sekarang di Desa Dalam Kaum, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas,
Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini wilayah tempat Kesultanan Sambas lebih dikenal dengan masyarakat Melayu Sambas. Melayu Sambas merupakan
31
Ibid., h. 11.
31
etnoreligius Muslim yang berbudaya Melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota
Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Secara linguistik Melayu Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak,
khususnya Dayak Melayik yang dituturkan oleh tiga suku Dayak, yaitu suku Dayak MeratusBukit Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu, Dayak
Iban dan Dayak Kendayan Kanayatn
32
. Jauh sebelum menetap di Muara Ulakan, ibukota pemerintahan Sambas
yang dimulai dari masa pemerintahan Kerajaan Hindu hingga berubah menjadi Kesultanan Sambas telah berpindah-pindah pusat pemerintahan. Berawal dari
daerah Paloh pada masa pemerintahan Raja Cananegara, kemudian berpindah lagi ke daerah Kota Lama pada masa pemerintahan Raja Tang Nunggal, berlanjut
hingga masa pemerintahan Ratu Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda. Dari Kota Lama pusat pemerintahan sempat berpindah tidak begitu lama di daerah
Kota Bandir, dimana di tempat ini dijadikan pusat pemerintahan setelah Ratu Anom Kesuma Yuda menyerahkan negara dan pemerintahan kepada Raden
Sulaiman. Selama tiga setengah tahun Kota Bandir dijadikan ibukota, kemudian pusat
pemerintahan berpindah ke daerah Lubuk Madung, yang kemudian menjadi cikal- bakal berdirinya Kesultanan Sambas dengan Sultan pertama ialah Raden
Sulaiman dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I. Oleh karena dirasa kurang baik dan cocok untuk dibangun Istana dan Kesultanan, pusat pemerintahan
32
https:id.wikipedia.orgwikiSuku-Sambas. Diunduh pada tanggal 29 September 2015.
32
kemudian dipindahkan lagi di daerah Muara Ulakan pada masa pemerintahan Raden Bima, Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas kedua.
Istana Kesultanan Sambas hingga saat ini telah mengalami perbaikan yang cukup besar. Bentuk bangunan sekarang ini berbeda dengan bangunan Keraton
jaman dulu. Hal ini dibuktikan ketika pada tanggal 3 September 1931, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin, mendirikan
bangunan model baru yang terletak di bekas bangunan lama yang telah dirobohkan. Kemudian pada tahun 1985, melalui Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, pemerintah melakukan pemugaran terhadap Keraton Sambas
33
.
C. Pemerintahan Sebelum Masuknya Islam di Sambas
Jauh sebelum Islam masuk dan berkembang di daerah Sambas, Hindu merupakan agama yang sudah masuk dan berkembang terlebih dahulu. Hindu
merupakan cikal-bakal berdirinya sebuah kerajaan yang bercorak Hindu di Sambas, sebelum kemudian digantikan menjadi Kerajaan Islam seiring dengan
masuk dan berkembangnya Islam di Sambas. Awal mula berdirinya kerajaan Sambas tidak terlepas dari adanya campur
tangan dari Kerajaan Majapahit. Seperti yang telah diketahui, pada abad ke-13 M Kerajaan Majapahit datang dengan para prajurit dan keluarga Kerajaan ke Sambas
berhasil mendirikan sebuah Kerajaan yang pertama di daerah Paloh. Dari Paloh, pusat Kerajaan Sambas di pindahkan ke Kota Lama di daerah Teluk Keramat.
33
Ansar Rahman, dkk, Kabupaten Sambas, h. 85-86.
33
Tidak berselang lama, pusat kerajaan kemudian berpindah ke Kota Bangun di daerah sungai Sambas Besar. Setelah bertahan beberapa waktu, pusat kerajaan
kemudian berpindah lagi ke Kota Bandir dan terakhir pusat Kerajaan Sambas berpindah ke daerah Lubuk Madung
34
. Setelah pada masa Sultan Sambas ke-2, Sultan Muhammad Tajuddin berkuasa, pusat Kesultanan Sambas dibangun di
Muara Ulakan, di pertemuan tiga sungai yakni sungai Sambas Kecil, sungai Subah, dan Sungai Teberau.
Pada periode awal berdirinya Kerajaan Sambas, negeri Sambas sering disebut dengan “Negeri Kebenaran” yang masa itu dikuasai oleh raja-raja dari
keturunan Majapahit. Raja yang terakhir berkuasa di Kerajaan Sambas ialah Ratu Sepudak dan Ratu Anom Kesuma Yuda selama periode tahun 1300-1631. Pada
periode awal Kerajaan Sambas Raja-raja yang berkuasa disebut dengan Ratu dan kekuasaannya disebut kerajaan
35
. Penyebaran Hindu di daerah Sambas tidak diketahui dengan pasti, yang jelas penyebarannya dilakukan dengan jalan damai
oleh para prajurit dan keluarga Kerajaan Majapahit dengan cara berbaur dengan masyarakat lokal.
Masuknya agama Islam di daerah Sambas hampir sama dengan proses masuknya agama Hindu yang belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan sumber
sejarah yang ada, mulai masuknya agama Islam di Sambas terjadi pada abad ke- 14 M yang dilakukan oleh para pedagang dari Arab, Gujarat, Brunei, dan Banjar
yang sudah menganut agama Islam. Namun, pada masa ini agama Islam belum
34
Ibid., hal. 7.
35
Catatan mengenai istilah Raja pada periode awal kerajaan Sambas, hal. 7.
34
menyebar secara luas di kalangan keluarga kerajaan maupun masyarakat lokal. Barulah pada tahun 1600, agama Islam mulai berkembang di daerah Kerajaan
Sambas seiring dengan berakhirnya Kerajaan Majapahit dan Sambas berada di bawah naungan Kerajaan Johor yang telah menganut Islam. Bila mengacu pada
teori integrasi, maka dapat dipastikan bahwa agama Islam sudah masuk ke daerah Sambas jauh sebelumnya. Hal ini berdasarkan pada pemahaman kalau agama
yang merupakan hal baru dapat berkembang dan diterima masyarakat apabila terlebih dahulu berintegrasi dengan budaya lokal.
Masuk dan semakin berkembangnya Islam di Sambas dimulai ketika kedatangan Raja Tengah di Kota Bangun. Raja Tengah adalah seorang Raja
Serawak yang selama 40 tahun tinggal di daerah SukadanaMatan dan Sambas. Raja Tengah yang pernah tinggal di Sukadana menikah dengan adik Sultan
Matan, Sultan Muhammad Syafiuddin yakni Ratu Surya Kesuma yang dikaruniai seorang anak bernama Raden Sulaiman. Raden Sulaiman kemudian menjadi cikal
bakal pendiri Kesultanan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafiuddin I yang berkuasa dari tahun 1631-1668 merupakan Sultan pertama Sambas
36
. Raden Sulaiman yang bergelar Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan
Sultan pertama yang memeluk Islam dan membuat Islam semakin berkembang di Sambas. Hal ini dibuktikan dengan diikuti oleh keluarga besar maupun kerabat
Kesultanan. Oleh karena melihat dan terdorong keluarga Kesultanan yang memeluk Islam, banyak rakyat yang berada di sekitar daerah dan di bawah
pemerintahan Kesultanan ikut serta memeluk Islam. Selain itu, terdapat juga
36
Ansar Rahman, dkk, op. cit., h. 12.
35
masyarakat yang sudah memeluk Islam jauh sebelum Sultan dan keluarga Kesultanan memeluk Islam. Masyarakat ini kebanyakan memeluk Islam karena
sudah menikah dan hidup berbaur dengan para pedagang dari Arab, Gujarat, Brunei, dan Banjar. Meskipun demikian, terdapat juga beberapa rakyat yang
menolak masuknya Islam. Adanya aksi penolakan ini dikarenakan terdapat aturan Islam yang mereka anggap bertentangan dengan tradisi yang telah dijalani jauh
sebelum agama-agama luar mulai masuk dan berkembang di daerah Sambas. Berkembangnya Islam di daerah Sambas sangat mempengaruhi
perkembangan Islam di daerah lainnya. Saat Islam mulai masuk di daerah Sambas, Kerajaan Hindu masih berkuasa dan masih di perintah oleh seorang Ratu
dengan gelar Ratu Sepudak. Ratu Sepudak merupakan keturunan Majapahit terakhir yang berkuasa sebelum menyerahkan kerajaan kepada Raja Tengah. Raja
Tengah merupakan anak dari Sultan Brunei, Sultan Muhammad Hasan 1582- 1598 yang dikeluarkan dari negeri Brunei oleh abangnya Sultan Abdul Jalilul
Akbar karena perebutan kekuasaan ke daerah Serawak dengan ditemani seribu orang Sakai hulubalang, prajurit yang berasal dari suku Kedayan dan pulau
Bunut. Selain para Sakai, Raja Tengah juga ditemani oleh orang-orang pembesar dan pemuda-pemuda yang akan menjadi pejabat penting, serta yang sudah
menikah berangkat beserta keluarga mereka
37
. Para pengikut Raja Tengah ini kemudian menjadi cikal bakal dari orang Melayu di Serawak dan membaur
dengan orang Melayu dari keturunan Abang Gulam
38
.
37
Ibid., h. 28-29.
38
Abang Gulam adalah seorang pedagang Melayu dari Minangkabau, Sumatera Barat yang bermukim di Kampung Beladin, Saribas, ibid., h. 29.