52
Akhir ”. Hanya orang-orang yang memakmurkan masjid Allah adalah orang-orang
yang beriman dengan Allah dan hari yang akhir. Sementara itu, pada masa pemerintahan Sultan Umar Akamuddin I yang
disebut oleh rakyat Sambas sebagai Marhum Adil karena memerintah dengan adil, mendirikan sebuah masjid baru untuk menggantikan masjid yang lama. Nama
masjid ini ialah Kamasallaita yang merupakan masjid kedua yang pernah dibangun di Kesultanan Sambas. Dalam pemerintahan Sultan ke-13, Sultan
Muhammad Syafiuddin II, turut dibangun sebuah masjid besar dengan nama ma
sjid Jami’. Masjid ini merupakan masjid ketiga yang dibangun di kota Sambas dan salah satu masjid tertua di Kalimantan Barat.
Bangunan masjid yang megah dan bersejarah ini memiliki arti dan simbolik dari Sultan Muhammad Syafiuddin II beserta Sultan yang memerintah di
Kesultanan Sambas. Jumlah tiang tengah bagian tengah dalam ma sjid Jami’
berjumlah delapan batang yang memiliki makna pendirinya ialah Sultan ke-8 atau Sultan ke-14 garis keturunan Kesultanan Sambas. Atap masjid memiliki tiga
tingkat. Selain itu, ma sjid Jami’ memiliki tiga pendopo untuk masuk, yakni
pendopo serambi bagian utara, selatan, dan timur. Ma sjid Jami’ memiliki
arsitektur yang unik karena masjid berlantai dua, dan didalamnya memiliki bundaran artistik dari bahan kayu belian, serta terdapat sebuah mimbar khotbah
kecil di bagian depan masjid. Modal dan bahan utama untuk mendirikan masjid Jami’ ini berasal dari rumah kediaman keluarga Sultan Umar Akamuddin III yang
berada di Tanjung Rengas
63
. Sultan Muhammad Syafiuddin II dikenal sebagai
63
Ibid., h. 87.
53
pendongkrak perkembangan perekonomian di Kesultanan Sambas melalui kemajuan pembangunan, pendidikan dan agama.
Dalam masa pemerintahannya, meskipun tidak banyak melakukan perubahan yang sangat signifikan dalam hal pembangunan di Kesultanan Sambas,
Sultan Muhammad Syafiuddin I dikenal dan dicintai oleh masyarakat sebagai seorang Sultan yang baik dan bijaksana serta taat beragama. Bagi Sultan
Muhammad Syafiuddin I dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang Sultan selalu berpegang teguh pada falsafah rakyat Sambas, yakni aur bergantung ke
tebing, tebing bergantung ke aur. Sultan untuk rakyat, dan rakyat untuk Sultan. Saat memerintah di Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Syafiuddin I dibantu
oleh Wazir, Menteri-menteri, dan pejabat Kesultanan yang cukup cakap dalam bertugas. Wazir yang ditunjuk untuk membantu pemerintahan Sultan Muhammad
Syafiuddin I ialah saudaranya sendiri Raden Badaruddin diangkat menjadi Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Raden Abdulwahab diangkat menjadi
Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma
64
. Berkat bantuan para perangkat pemerintah Kesultanan yang telah dipimpinnya, tidak susah untuk mengembangkan dan
mengislamkan para pendatang, orang-orang suku Dayak beserta para pengikut Sultan Muhammad Syafiuddin I yang berada dan tinggal di sekitar wilayah
Kesultanan Sambas. Proses untuk melakukan Islamisasi di Sambas sudah dilakukan pada tahun
1600, yang dilakukan oleh Raja Tengah, ayah dari Sultan Muhammad Syafiuddin I. Berkat belajar dan memperdalam Islam melalui kitab suci Al-Quran di
64
Ibid., h. 43.
54
Kesultanan Matan dengan Syech Syamsuddin utusan dari Raja Mekah
65
. Pendalaman mengenai ajaran Islam ini terus diturunkan kepada anak-anak dan
para pengikutnya. Hal ini merupakan modal yang besar bagi Sultan Muhammad Syafiuddin I untuk terus memperdalam, mengembangkan dan mengajarkan ajaran
Islam di wilayah Kesultanan Sambas. Pada masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I menikah
dengan Puteri Mas Ayu Bungsu, putri kedua dari Ratu Sepudak, Raja dari pemerintahan Kerajaan Hindu Sambas. Dari pernikahannya dengan Puteri Mas
Ayu Bungsu, Sultan Muhammad Syafiuddin I dikaruniai seorang anak laki-laki yang kemudian menjadi putra mahkota penggantinya, yakni Raden Bima yang
bergelar Sultan Muhammad Tajuddin.
B. Struktur Pemerintahan Kesultanan Sambas
Sambas dari dahulu menjadi Kerajaan yang kuat semenjak masa pemerintahan Hindu dan semakin bertambah maju serta kuat setelah masuknya
pengaruh Islam hingga menjadi Kesultanan. Seperti yang telah disampaikan pada Bab sebelumnya, masuknya Islam di Sambas terjadi pada abad ke-14 M. Islam
semakin berkembang hingga ke wilayah Kerajaan terjadi pada tahun 1600, yang kemudian menjadi cikal-bakal lahirnya Kesultanan Sambas. Dalam struktur
pemerintahan yang dimulai pada masa Kerajaan Hindu hingga pada masa Kesultanan Sambas terdapat sebutan yakni Ratu, Raden, Sultan, dan Yang
Dipertuan. Gelar Ratu atau Raja yang digunakan pada masa pemerintahan Ratu
65
Ibid., h. 31.
55
Sepudak di bawah pengaruh Hindu. Raden digunakan setelah pengaruh Islam semakin diterima di Sambas dan digunakan oleh Raja Tengah pada waktu itu
untuk nama anak-anaknya dan pewaris mahkota. Gelar Sultan digunakan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I hingga Sultan ke-15 di bawah
pengaruh Islam. Dan sebutan Yang Dipertuan merupakan sebutan untuk menghormati para Sultan yang setelah turun dari tahtanya.
Dalam suatu pemerintahan, seorang Sultan dibantu oleh abdi-dalem kerajaan yang terdiri dari Wazir, Menteri-menteri, dan para pembesar Kerajaan
atau Kesultanan. Para abdi-dalem ini juga dalam membantu di dalam pemerintahan menggunakan gelar bangsawan tertentu seperti Raden atau
Pangeran. Untuk mengangkat seorang Wazir, hanya seorang Sultan saja yang berhak untuk menentukan siapa yang berhak menjadi Wazir. Syarat utama untuk
ditunjuk dan dipilih oleh Sultan untuk menjadi seorang Wazir ialah harus keturunan bangsawan Kesultanan. Biasanya yang diangkat menjadi seorang Wazir
adalah saudara dari Sultan itu sendiri. Selain itu, syarat lain yang harus dimiliki oleh seorang Wazir ialah memiliki kesetiaan kepada Sultan dan dapat
bertanggungjawab terhadap tugas-tugas yang telah dititahkan Sultan. Seorang Wazir tidak boleh berkhianat kepada Sultan serta wajib mematuhi semua perintah
yang diberikan kepadanya. Setelah dirasa memiliki persyaratan tersebut, seorang calon Wazir diangkat dengan melakukan pengucapan sumpah setia kepada Sultan
dan Kesultanannya
66
.
66
Ibid., h. 39.
56
Dalam masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I mempunyai dua orang Wazir yang bernama Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Pangeran
Tumenggung Jaya Kesuma. Selain mempunyai dua orang Wazir, Sultan Muhammad Syafiuddin I juga memiliki dua orang Menteri yang bernama Kyai
Dipa Sari dan Kyai Satia Bakti
67
. Pangeran Bendahara Seri Maharaja dan Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma merupakan Wazir pertama di Kesultanan
Sambas. Mereka berdua merupakan saudara kandung dari Sultan Muhammad Syafiuddin I dengan nama asli Raden Badaruddin dan Raden Abdulwahab
68
. Sebagai seorang Wazir mereka berdua memiliki kekuasaan yang tidak kalah
penting dengan Sultan, dan memiliki kekuasaan untuk memerintahkan para Menteri yang berada di bawahnya. Bahkan, di saat Sultan melakukan perjalanan
ke luar wilayah baik untuk urusan pribadi maupun Kesultanan, kendali pemerintahan diserahkan kepada seorang Wazir.
Hal yang cukup berbeda ketika menentukan pengangkatan seorang Menteri. Ada kalanya dalam menunjuk seorang Menteri tidak harus berasal dari kalangan
Kesultanan atau bangsawan saja, tetapi dapat juga yang berasal dari rakyat biasa dan pemuka agama yang tentunya memiliki jejak rekam yang baik, cakap dan
mampu mengemban tugas seorang Menteri Kesultanan. Pemilihan seorang Menteri tidak serta-merta diputuskan oleh Sultan sendiri, melainkan mendapat
saran dari seorang Wazir siapa yang layak dan sesuai menjadi Menteri-menteri Kesultanan. Menteri-menteri yang telah diangkat oleh Sultan tersebut harus
mengikuti perintah yang dari Wazir. Selain itu, tugas para Menteri juga
67
Ibid., h. 39-43.
68
Ibid., h. 43.
57
melakukan perintah Wazir yang telah dititahkan oleh Sultan yang berhubungan dengan urusan pemerintahan Kesultanan, seperti urusan agama, adat istiadat,
kerusuhan dalam negeri, menahan dan menyerang balik serangan musuh. Secara hukum, para Menteri-menteri berada langsung di bawah perintah seorang Wazir.
Berikut ini tugas utama dari seorang Wazir: a.
Pada saat Sultan melakukan suatu pertemuan musyawarah untuk mengatur urusan Kesultanan, Wazir wajib hadir. Keduanya harus sepakat
mengenai urusan-urusan tertentu. Jika wazir tidak sependapat mengenai masalah dalam musyawarah tersebut, Sultan akan menundanya dan
mengadakan musyawarah lagi sampai kedua belah pihak benar-benar sepakat. Sultan tidak bisa memutuskan dan bertindak sepihak tanpa
adanya persetujuan dari Wazir. Hal ini dilakukan karena Wazir merupakan pelaksana harian yang bertugas menjalankan apa yang
menjadi keputusan bersama dengan Sultan. b.
Sultan menyerahkan tanggung jawab urusan Kesultanan kepada Wazir. Wazir diharuskan mengatur negeri, memelihara kehidupan rakyat dan
meningkatkan kemakmuran rakyat. c.
Sewaktu Sultan melakukan perjalanan ke luar baik untuk urusan pribadi maupun Kesultanan, Wazir harus tetap berada di pusat pemerintahan
untuk menjaga keamanan Istana dan keamanan Kesultanan
69
. Penghasilan seorang Wazir diperoleh terbanyak kedua setelah Sultan.
Penghasilan ini diperoleh dari pungutan-pungutan pajak para pendatang yang
69
Ibid., .h. 39.
58
berdagang dan hidup menetap di wilayah Kesultanan Sambas. Dengan letak wilayah yang sangat strategis, Kesultanan Sambas menjadi jalur transportasi air
yang banyak disinggahi oleh para pedagang lokal maupun para pedagang asing untuk melakukan transaksi perdagangan sekaligus melakukan penyebaran Islam.
Setiap motor klotok
70
pedagang melintas dan singgah di wilayah Kesultanan diharuskan untuk membayar pajak kepada Kesultanan Sambas.
Selain diangkatnya struktur pemerintahan yang menjadi perangkat Kesultanan di bawah Wazir, Menteri-menteri yang mengurus urusan pemerintah
sehari-hari dan urusan agama, diangkat juga pejabat-pejabat Kesultanan yang mengurus masyarakat lokal seperti orang-orang Melayu dan Dayak maupun para
pendatang. Dalam memperoleh penghasilan antara Wazir, Menteri-menteri, dan pejabat-pejabat Kesultanan berbeda-beda. Kekuasaan dan privilese menentukan
besar kecilnya penghasilan yang diperoleh.
C. Pemerintahan Sultan Sambas Setelah Sultan Muhammad Syafiuddin I
Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan Sultan pertama di Kesultanan Sambas yang mulai menerapkan dan mengembangkan sistem Islam di dalam
lingkungan Kesultanan. Seiring berjalannya waktu, sistem pemerintahan yang semula masih menggunakan sistem Kerajaan Hindu secara perlahan sudah mulai
ditinggalkan. Pemerintahan Sultan Muhammad Syafiuddin I merupakan pembuka lembaran baru bagi perkembangan Islam di Kesultanan Sambas yang semakin
berkembang pesat. Bersama dengan Wazir, Menteri-menteri, dan pejabat
70
Motor klotok adalah kapal yang berukuran sedang disesuaikan dengan lebar aliran sungai dan sudah menggunakan mesin.
59
Kesultanan, Sultan secara bertahap terus mengembangkan ajaran Islam dengan melakukan penulisan dan mendirikan masjid dan surau untuk masyarakat. Dalam
masa pemerintahannya, Sultan Muhammad Syafiuddin I memerintah dengan baik, dan bahkan dicintai oleh masyarakat.
a. Raden Bima Bergelar Sultan Muhammad Tajuddin 1668-1708
Semakin berkembangnya Islam di Kesultanan Sambas tidak terlepas dari adanya peran yang sangat besar dari Sultan Muhammad Syafiuddin I. Hal ini terus
berlanjut hingga Sultan Muhammad Syafiuddin I yang terakhir bergelar Yang Dipertuan Kesultanan Sambas wafat pada 10 Muharam 1080 H, hari Jumat
bersamaan dengan 9 Juni 1669
71
. Dengan ini, tahta Kesultanan diserahkan kepada anaknya, Raden Bima, sekaligus meneruskan semangat ayahanda untuk tetap
mengembangkan ajaran Islam di Kesultanan Sambas. Raden Bima dilantik menggantikan ayahnya, Sultan Muhammad Syafiuddin
I, oleh Wazir, para Menteri, dan Panglima Hulubalang menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Tajuddin. Sultan Muhammad Tajuddin
merupakan Sultan kedua Sambas setelah masa Islam semakin berkembang. Sultan Muhammad Tajuddin memerintah di Kesultanan Sambas selama 40 tahun. Selama
memerintah, Sultan Muhammad Tajuddin dibantu oleh Wazir yang bernama Raden Ahmad yang bergelar Pangeran Bendahara Seri Maharaja, putra dari Raden
Abdulwahab, selain itu dibantu juga oleh Menteri, dan Pejabat Kesultanan. Sultan
71
Ibid., h. 47.